Liputan6.com, Jakarta - Menteri Pertahanan AS Mark Esper telah mengonfirmasi kematian Hamza bin Laden, putra dan pewaris yang ditunjuk dari pendiri Al Qaeda Osama bin Laden.
"Itu yang saya percaya," kata Esper dalam sebuah wawancara Rabu malam (21 Agustus 2019) dengan Fox News, ketika ditanya apakah Hamza bin Laden sudah mati.
Baca Juga
"Aku tidak punya perincian tentang itu. Dan jika aku melakukannya, aku tidak yakin berapa banyak yang bisa kubagikan denganmu," tambahnya seperti juga dikutip dari Channel News Asia, Jumat (23/8/2019).Â
Advertisement
Media AS melaporkan pada awal Agustus bahwa Hamza bin Laden terbunuh dalam operasi yang melibatkan Amerika Serikat selama dua tahun terakhir, mengutip pejabat intelijen AS.
Tetapi Presiden Donald Trump dan pejabat senior lainnya telah menolak untuk mengonfirmasi atau menyangkalnya secara terbuka.
"Saya tidak ingin berkomentar tentang itu," kata Trump kepada wartawan ketika ditanya.
Al Qaeda Berencana Bangkit?
"Anak ke 15 dari total 20 anak Osama bin Laden dan seorang putra dari istri ketiganya, Hamza, diperkirakan berusia sekitar 30 tahun, muncul sebagai pemimpin dalam waralaba Al-Qaeda," kata Kementerian Luar Negeri dalam mengumumkan sayembara berhadiah atas informasinya.
Pria yang dijuluki crown prince of jihad sebelumnya pernah mengeluarkan pesan audio dan video yang menyerukan serangan terhadap Amerika Serikat dan negara-negara lain, terutama untuk membalas pembunuhan ayahnya oleh pasukan AS di Pakistan pada Mei 2011, kata kementerian itu.
Pekerjaan itu membuatnya penting dalam menarik generasi pengikut baru ke kelompok ekstremis yang melakukan serangan 11 September 2001 di AS yang menewaskan hampir 3.000 orang.
Kematian ayahnya pada tahun 2011 dan kebangkitan ISIS yang lebih ganas telah membuat Al-Qaeda kehilangan 'pesonanya'. Namun, di bawah kepemimpinan militan muda, kelompok itu tampaknya telah merencanakan kebangkitan kembali secara diam-diam di bawah pimpinan Ayman al-Zawahiri.
Advertisement
Sayembara 1 Juta Dolar Amerika
Sebelumnya, putra Osama bin Laden, Hamza, kini masuk dalam daftar buruan. Pemerintah AS telah menyiapkan uang senilai US$ 1 juta (sekira Rp 14,1 miliar) sebagai hadiah untuk pemberi informasi, serta jaminan kerahasiaan identitas.
Sayembara berhadiah semacam itu juga pernah dibuat dengan menargetkan sang ayah, pemimpin kelompok militan Al Qaeda Osama bin Laden, sebelum kematiannya. Ia menjadi buruan banyak pihak di dunia.
Mantan tentara elite Amerika Serikat (AS) Navy SEAL yang ikut dalam penyerbuan ke persembunyian Osama bin Laden di Abbottabad, Pakistan buka suara terkait hal tersebut. Menurut pria yang menembak ayah Hamza bin Laden pada 2011, putra Osama yang suka Coca Cola namun benci Amerika itu bisa saja berakhir seperti pendahulunya.
Saat ini, putra pemimpin kelompok militan Al Qaeda yang tengah diburu itu diduga bersembunyi di perbatasan Pakistan. Ia diperkirakan dilindungi oleh raja penguasa obat terlarang.
Hamza dilaporkan telah mengambil alih pimpinan militan global sejak kematian ayahnya pada tahun 2011.
Rob O'Neill berbicara kepada media Daily Mail yang dikutip Kamis 7 Maret 2019, bahwa dirinya menyambut baik sayembara berhadiah US$ 1 juta untuk menemukan Hamza. Kendati demikian ia yakin harga putra Osama bin Laden itu bisa lebih tinggi.
"Jika semakin besar uang yang ditawarkan, peluang seseorang melapor persembunyian Hamza makin meningkat," kata O'Neill. "Kalau sudah begitu, tergantung intelijen untuk memilah informasi yang benar atau sekadar mengincar uang hadiahnya."
O'Neill adalah anggota SEAL Team 6 yang menyerbu tempat persembunyian Osama bin Ladendi Abbottabad, Pakistan, hampir delapan tahun lalu.
Pria 42 tahun itu mengaku menembak dan membunuh Osama bin Laden pada penyerbuan 2 Mei 2011. Pengakuannya baru mengemuka ke publik pada 2014.
Veteran itu yakin Hamza bin Laden akan menemui nasib serupa dengan sang ayah jika terus melanjutkan misi menyerang Barat seperti yang pernah dilontarkan dalam sebuah ancaman.
"Hentikanlah. Saya percaya nasib Hamza akan seperti sang ayah. Sebaiknya berhenti saja. Ideologi itu tak sepadan, sudah kuno," papar O'Neill.