HEADLINE: Beijing Darurat Corona, Gelombang Kedua COVID-19 Membayangi China?

Sebanyak 106 orang di Beijing terjangkit COVID-19. Jejak virus corona dilaporkan ditemukan di talenan atau alas potong ikan salmon impor.

oleh Raden Trimutia HattaTanti YulianingsihTeddy Tri Setio BertyBenedikta Miranti T.V diperbarui 18 Jun 2020, 00:02 WIB
Diterbitkan 18 Jun 2020, 00:02 WIB
Terowongan Disinfektan
Warga melewati terowongan dengan disinfektan sebagai perlindungan dari Virus Corona COVID-19 di pintu masuk bangunan di Tongzhou, Beijing Timur, Rabu (18/2/2020). Korban meninggal akibat terinfeksi virus corona COVID-19 di seluruh dunia hingga Rabu (19/2) mencapai 2.005 orang. (GREG BAKER/AFP)

Liputan6.com, Beijing - Setidaknya 130 orang dinyatakan positif Virus Corona di Beijing, China. Akibatnya, status siaga COVID-19 kembali diberlakukan. Lockdown diterapkan di sejumlah wilayah, sekolah ditutup lagi, lebih dari 1.000 penerbangan dibatalkan. 

Situasi teranyar membuktikan, wabah COVID-19 belum hengkang dari Tiongkok. Meski, dua bulan sebelumnya, kasus baru dilaporkan nihil. Kabar itu sekaligus jadi peringatan keras untuk dunia: corona bisa kembali kapan saja tanpa terduga. 

Pasar induk Xinfadi dilaporkan jadi klaster baru. Pasar yang menjajakan buah, sayuran, dan daging itu kemudian  ditutup pada Sabtu 13 Juni dini hari, setelah dua orang pengunjung dinyatakan terinfeksi COVID-19.

Tes terhadap 517 orang kemudian dilakukan di pasar. Hasilnya menunjukkan 45 orang telah terinfeksi virus corona baru. Ribuan orang yang pernah menginjakkan kaki di sana diminta mengisolasi diri selama 14 hari. 

Jejak virus dilaporkan ditemukan di talenan yang digunakan untuk memotong salmon impor. Toko-toko di seluruh kota pun langsung menarik salmon dari rak-rak dagangan mereka.

Pang Xinghuo, Wakil Direktur Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Kota Beijing mengungkap, para pasien merupakan orang yang bekerja di pasar itu atau terpapar secara langsung maupun tidak langsung dengan lokasi itu.

"Sebanyak 27 dari 36 kasus positif merupakan orang yang bekerja di Xinfadi, sementara yang lainnya adalah orang yang telah mengunjungi pasar itu atau melakukan kontak dengan orang-orang yang kembali dari lokasi tersebut."

Dalam salah satu kasus, seorang wanita berusia 31 tahun belum pernah ke pasar Xinfadi, namun suaminya "terpapar secara konstan" dengan pasar makanan laut tersebut. Pasien lainnya, seorang wanita berusia 34 tahun, bekerja di sebuah restoran yang mendapatkan bahan-bahannya dari Xinfadi.

Pada Rabu (17/6/2020), Beijing melaporkan total 557 kasus baru yang ditularkan secara lokal per 16 Juni, termasuk 411 pasien yang sudah dipulangkan dari rumah sakit setelah dinyatakan sembuh dan 9 kematian. Sisanya, 137 pasien masih menjalani perawatan medis, dan 12 kasus tanpa gejala kini dalam pengawasan medis.

Status tanggap darurat COVID-19 di Beijing pun naik dari level III ke level II mulai Selasa 16 Juni. Dan, Bandara Beijing juga membatalkan 1.255 penerbangan atau 70 persen dari total penerbangan per harinya.

"Situasi epidemi di ibu kota sangat parah," kata juru bicara pemerintah Kota Beijing, Xu Hejian, seperti dilansir AFP.

Kekhawatiran munculnya gelombang kedua Virus Corona COVID-19 di China didasarkan pada luasnya pasar induk Xinfadi sebagai lokasi wabah baru. Di pasar itu ribuan ton daging, sayur dan buah-buahan bertukar tangan setiap hari. 

Dengan kompleks seluas 160 lapangan sepakbola, Xinfadi tidak hanya tercatat sebagai pasar bahan pangan terbesar di Asia, tetapi juga 20 kali lipat lebih luas ketimbang pasar daging di Wuhan, yang menjadi lokasi wabah Virus Corona pertama.

Distrik Fengtai, tempat pasar Xinfadi berada, mulai Sabtu 13 Juni pun langsung mengaktifkan mode "mekanisme perang" dan pembentukan pusat komando untuk mengekang penyebaran virus.

Infografis Beijing Lockdown Sebagian, Gelombang II Covid-19 Mengancam? (Liputan6.com/Trieyasni)

Karena kekhawatiran munculnya gelombang kedua itu, kegiatan belajar di kelas langsung juga dipindahkan ke media daring bagi siswa sekolah dasar dan menengah. Sedangkan pembukaan kembali perguruan tinggi akan ditangguhkan untuk sementara waktu, kata Chen Bei, Wakil Sekretaris Jenderal Pemerintah Kota Beijing.

Situasi epidemi di Beijing menjadi suram sejak Ibu Kota China itu melaporkan dua digit angka kasus baru harian yang ditularkan secara lokal pada 11 Juni, setelah 57 hari berturut-turut mencatat nol kasus baru yang ditularkan secara lokal.

Chen mengungkap, klaster wabah yang telah memengaruhi 9 distrik dan 28 permukiman, awalnya diyakini sebagai akibat dari penularan antarmanusia atau kontaminasi benda dan lingkungan. Dia menekankan, ada laporan infeksi sekunder di antara orang-orang yang melakukan kontak dekat.

Sejauh ini, Beijing mendaftarkan 27 lingkungan permukiman sebagai zona berisiko menengah dan satu lingkungan berisiko tinggi. Semuanya kini dalam status lockdown atau penguncian wilayah.

Orang-orang yang tinggal di lingkungan berisiko menengah dan tinggi, jelas dia, serta orang-orang yang berhubungan dengan pasar produk pertanian Xinfadi, tempat sebagian besar kasus baru saling terkait, untuk sementara tidak diizinkan meninggalkan Beijing. Orang-orang di luar kelompok tersebut yang perlu meninggalkan ibu kota wajib memiliki hasil negatif dari tes asam nukleat yang membutuhkan waktu tujuh hari.

"Orang-orang yang memasuki Beijing dari luar negeri akan ditempatkan di bawah pengawasan medis di beberapa tempat yang sudah ditunjuk, dan wajib menjalani tes asam nukleat," tegas Chen, seperti dilansir Xinhua.

Otoritas Beijing akan secara ketat memastikan langkah-langkah pencegahan epidemi di pasar produk pertanian, restoran dan kantin, serta meningkatkan pemantauan. Karyawan yang bekerja di tempat-tempat tersebut wajib mengenakan masker dan sarung tangan.

Otoritas ibu kota juga meminta tim olahraga tertentu seperti bola basket, sepak bola dan bola voli, untuk sementara menghentikan kegiatannya. Tempat-tempat hiburan budaya, kolam renang umum dan pusat kebugaran juga masih akan ditutup.

"Kegiatan wisata tur kelompok antarprovinsi untuk sementara ditangguhkan," imbuh Chen.

Kepala Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Cina, Gao Fu menduga, gelombang kedua Virus Corona COVID-19 di Beijing sudah dimulai sejak Mei. Hal itu mengacu pada lama masa inkubasi virus Corona yang rata-rata memakan waktu 14 hari.

"Sangat mungkin sudah ada banyak pasien tanpa gejala (asymptomatic) atau carrier ringan selama bulan Mei. Itulah kenapa, tiba-tiba, ada banyak kasus bulan ini. Hal itu tengah kami verifikasi," ujarGao Fu dikutip dari South China Morning Post.

Menurutnya, Virus Corona bisa berinkubasi di lokasi-lokasi gelap, lembap, dan kotor. "Hal itu tidak disadari oleh banyak orang. Mereka yang tidak sadar kemudian terpapar Virus Corona setelah masa inkubasi. Saya menyakini hal itu yang terjadi di Beijing," Gao Fu memungkasi.

Sementara itu, berdasarkan update data yang dirilis Kementerian Luar Negeri RI lewat akun Instagram @safetravel.kemlu, hingga Rabu 17 Juni 2020 pukul 08.00, tidak ada warga negara Indonesia (WNI) yang terpapar, dirawat, maupun meninggal dunia di China daratan.

Dari data yang diperbarui setiap hari tersebut, dilaporkan ada tiga WNI di Makau yang terpapar Corona COVID-19 (berstatus sembuh) dan tiga orang lainnya di Taiwan (juga berstatus sembuh).

Lewat perwakilan Indonesia, KBRI Beijing membenarkan adanya kekhawatiran penyebaran Corona COVID-19 gelombang kedua di China.

"Beijing raises emergency response level... All Indonesians in Beijing please be updated and observe current local regulations. Keep healthy and safe," tulis akun resmi @KBRI_Beijing pada 17 Juni 2020.

Imbauan kepada WNI yang ada di Beijing maupun kota lain di China juga dilakukan. Lewat sejumlah media sosial di China, pemerintah RI telah mengingatkan sejumlah hal kepada para WNI.

Mulai dari penggunaan masker dan mempraktikkan social distancing. Selain itu, KBRI Beijing juga meminta WNI menghindari keramaian, termasuk pasar.

KBRI juga meminta warga Indonesia yang ada di China untuk mematuhi peraturan setempat dan menghubungi hotline KBRI Beijing apabila memerlukan bantuan.

"Imbauan. Sehubungan dengan ditemukannya kasus baru Virus Corona COVID-19 di Beijing, KBRI Beijing kembali mengimbau warga masyarakat Indonesia untuk senantiasa bersikap waspada dan mengedepankan prinsip kehati-hatian," tweet @KBRI_Beijing.

Saksikan video pilihan di bawah ini: 

Virus Corona dari Salmon?

Bayang-Bayang Virus Corona Bikin Sepi Stasiun Kereta di Beijing
Seorang pria mengenakan masker saat berdiri sendirian menunggu kereta di stasiun bawah tanah di Beijing, China, Senin (17/2/2020). Kendati berjarak 1.055 kilometer dari Wuhan yang dikarantina akibat virus corona atau COVID-19, aktivitas warga di Beijing terlihat sepi. (AP Photo/Andy Wong)

Sejumlah pakar di China menyangsikan ikan salmon sebagai pembawa virus hingga menyebabkan orang-orang di Pasar Induk Xinfadi dan sekitarnya terinfeksi COVID-19.

Peneliti senior di Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Menular China (CCDC) Zeng Guang mengatakan, berdasarkan analisis awal atas dua kasus terdahulu menyebutkan virus corona yang baru saja merebak berbeda dengan salah satu temuan di China dan data awal mengarah pada satu varietas yang bermutasi dari Eropa.

Walau begitu Zeng meminta masyarakat membuktikan temuan tersebut dengan mengambil garam yang sering digunakan untuk memastikan asal virus tersebut.

Kepala Epidemiolog CCDC Wu Zunyou sebelumnya mengatakan bahwa habitat alami ikan tidak akan tertular virus corona. Namun ikan tersebut bisa tertular dari para pekerja penangkapan atau pengiriman.

China mengimpor 80.000 ribu ton salmon dingin dan beku setiap tahun dari Chile, Norwegia, Kepulauan Faeroe, Australia, dan Kanada, demikian laman berita Jiemian.com.

Wu tidak bisa menyimpulkan salmon sebagai inang dari virus corona apalagi kalau hanya mendeteksinya dari papan pemotongan ikan di Pasar Induk Xinfadi.

"Tipikal produk makanan laut kami disimpan di gudang dan didistribusikan dalam kontainer dingin sehingga tidak mungkin virus akan bertahan lama dan mendorong kemungkinan menginfeksi manusia," ujarnya.

Menurut dia, ada dua kemungkinan terjadinya penularan yang menjadikan Pasar Xinfadi sebagai klaster baru COVID-19.

Pertama, kemungkinan berasal dari masuknya daging dan ikan dari berbagai negara ke pasar grosir terbesar di Beijing tersebut.

Kemungkinan kedua penularan dari manusia ke manusia. "Orang terinfeksi membawa virus ke pasar tersebut merupakan kelompok orang tanpa gejala atau mengalami gejala ringan. Hiruk-pikuk di pasar menyebabkan klaster baru," kata Wu.

Namun dia mengingatkan masyarakat Ibu Kota China tidak panik. "Bagaimana cara mengakumulasi kasus itu dalam beberapa bulan terakhir dan dengan menggunakan teknologi mutakhir seperti mahadata akan menjadikan pelacakan dan diagnosis awal lebih baik lagi," katanya.

Pada Sabtu (13/6) ditemukan 36 kasus baru di pasar grosir produk pertanian, perikanan, dan peternakan di pinggiran Ibu Kota tersebut.

Pemerintah Kota Beijing telah menguji sampel 76.499 orang yang berhubungan dengan Pasar Induk Xinfadi, sebanyak 59 di antaranya positif.

Lebih dari 29.300 orang mengunjungi pasar induk yang berlokasi di Distrik Fengtai itu dalam 14 hari terakhir telah diuji. Pada saat itu 12.973 di antaranya hasilnya negatif, demikian dilaporkan Global Times.

Mengenal Pasar Xinfadi

Pasar Xinfadi, Beijing. (Xinhua/Ju Huanzong)
Pasar Xinfadi, Beijing. (Xinhua/Ju Huanzong)

Sebagian besar kasus COVID-19 terbaru yang dilaporkan di Beijing pada akhir pekan lalu terkait dengan Xinfadi, sebuah pasar grosir besar yang menjual buah-buahan, sayuran, dan daging untuk ibu kota China dengan populasi lebih dari 21 juta jiwa tersebut.

Pasar Xinfadi didirikan pada 1988 di Beijing selatan, tepatnya di Desa Xinfadi kala itu, yang merupakan pusat perkebunan sayur. Saat ini, pasar tersebut memasok sekitar 70 persen sayuran, 10 persen daging babi, serta tiga persen daging sapi dan kambing untuk Kota Beijing.

Xinfadi awalnya merupakan pasar yang berdiri di lahan seluas satu hektare dengan hanya 15 staf administrasi. Pasar tersebut kemudian berkembang menjadi pasar grosir terbesar untuk produk pertanian di Beijing selama tiga dekade terakhir.

Ukuran pasar tersebut juga berkembang menjadi 112 hektare dengan 1.500 personel manajemen. Pasar ini menampung sekitar 2.000 kios dan lebih dari 4.000 penyewa, yang menjual 18.000 ton sayuran, 20.000 ton buah-buahan, dan 1.500 ton makanan laut, di samping daging dan barang pertanian lainnya yang diperdagangkan setiap hari.

Xinfadi membuka 14 cabang di seluruh China dan menjalankan basis produksi dengan total luas 200.000 hektare di daerah pertanian domestik utama.

Tahun lalu, Xinfadi mencatat 17,5 juta ton volume transaksi dengan omzet 131,9 miliar yuan (1 yuan = Rp2.000). Di antara 4.600 lebih pasar grosir produk pertanian di China, Xinfadi menempati peringkat pertama selama 17 tahun berturut-turut dalam hal volume transaksi dan omzet.

Pasar Xinfadi ditangguhkan sementara pada Sabtu (13/6) setelah munculnya kembali kasus COVID-19. Otoritas Beijing telah menetapkan area perdagangan baru untuk memastikan pasokan pasar. Sebelum ditutup, pasar tersebut mencatatkan 10.000 arus orang yang masuk dan keluar setiap hari.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya