China Kuasai 95 Persen Rare Earth di Dunia, Apa Itu?

Pemerintah membahas rare earth yang penting di dunia teknologi hingga pertahanan.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 23 Jun 2020, 14:00 WIB
Diterbitkan 23 Jun 2020, 14:00 WIB
20170406-Donald Trump Bertemu dengan Xi Jinping di Florida-AP
Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping sebelum melakukan pertemuan di resor Mar a Lago, Florida, Kamis (6/4). Isu perdagangan dan Korea Utara diperkirakan menjadi isu utama pembahasan kedua pemimpin negara tersebut. (AP Photo/Alex Brandon)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri kabinet Joko Widodo sedang membahas Rare Earth yang sering dipakai untuk barang elektronik, mulai dari smartphone hingga sistem pertahanan. Pemerintah tertarik ingin menghasilkan rare earth sendiri.

Situs American Geosciences menjelaskan rare earth dibutuhkan untuk membuat produk teknologi tinggi. Di bidang pertahanan, elemen ini bisa dipakai untuk membuat guidance systems, laser, serta radar dan sonar system.

Rare earth sebetulnya mineral yang banyak tersebar di bumi, namun kenapa disebut rare (langka)?

Menurut situs Geology.com, elemen rare earth adalah seperti lanthanum, cerium, praseodymium, neodymium, dysprosium dan lain sebagainya. Mereka sebetulnya tidak "langka", tetapi pengolahannya tidak mudah.

Hampir seluruh rare earth terbesar di dunia adalah China. Tahun lalu, China memproduksi hingga 132 ribu metrik ton rare earth.

"China mendominasi rantai industri rare earth di dunia dan mencatat 95 persen dari output rare earth di dunia. Rare earth tidak bisa digantikan untuk memanufaktur produk elektornik modern seperti smartphone, robot industri, TV, kendaraan, dan senjata," tulis media China, Global Times, pada Mei lalu.

Tahun ini, permintaan ekspor rare earth dari China sedang melemah akibat pandemi Virus Corona (COVID-19). Pasar utama rare earth China adalah Jepang, Eropa, dan AS.

Berdasarkan data Mining.com, produksi rare earth di AS pun kalah dari China. Tahun lalu, produksi di AS adalah 26 ribu metrik ton, terbesar nomor dua di dunia.

Oleh karena China menguasai rare earth, elemen ini dianggap salah satu senjata China dalam perang dagang melawan Presiden Amerika Serikat Donald Trump.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Menko Luhut Ingin Indonesia Jaga Hubungan Baik dengan China

Menko Luhut Bahas Industri Mobil Listrik Nasional Bareng DPR
Menko Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan memberi paparan saat rapat koordinasi membahas pengembangan kendaraan listrik nasional di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (29/11). Langkah ini sebagai upaya menekan emisi gas buang. (Liputan6.com/JohanTallo)

Pertumbuhan ekonomi China pada kuartal I tahun 2020 kontraksi hingga -6,8 persen dari tahun sebelumnya. Kondisi ini pun berdampak pada pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Sebab, sebagaimana diketahui, Indonesia dengan China banyak menjalin hubungan kerja sama.

"Perkiraan dampak COVID-19 terhadap Indonesia itu dapat di Tiongkok," kata Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan dalam Rapat Kerja di Badan Anggaran di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin, 22 Juni 2020.

Meski begitu, Luhut menilai Indonesia harus tetap menjaga hubungan baik dengan China. Sebab 18 persen perekonomian dunia hingga sebelum virus corona menyebar dikuasai negeri tirai bambu ini.

"Tiongkok itu 18 persen mengontrol ekonomi dunia, suka tidak suka kita ga bisa ignore keberadaan dia," kata Luhut.

Untuk itu, selain mempertahankan hubungan baik dengan China, upaya meningkatkan nilai investasi pun harus tetap dilakukan. Sebab sejauh ini China dinilai Luhut memenuhi kriteria investasi yang ditetapkan pemerintah Indonesia.

"Jadi dia (China) tak sekadar dia masuk. Ada lima kriteria mereka untuk masuk Indonesia," kata Luhut.

Lima kriteria investasi di Indonesia yaitu harus membawa teknologi kelas satu. Melakukan transfer teknologi. Membawa nilai tambah. Melakukan kerja sama B to B untuk menghindari deep trap.

Tenaga Kerja

Menko Luhut Dorong Penyusunan Protokol Usaha Hadapi Era New Normal
(Foto:Dok.Kemenko Kemaritiman)

Terakhir menggunakan tenaga kerja Indonesia sebanyak mungkin. Namun, dalam hal ini Indonesia belum memiliki tenaga teknis yang memadai dala bidang meteorologi.

Saat ini ada sekitar 8 persen TKA asal China dan Prancis yang bekerja di Indonesia. Sementra sisanya merupakan tenaga kerja Indonesia.

"Masih ada 8 persen TKA dari Tiongkok dan Perancis," kata dia.

Untuk itu, pemerintah membuat politeknik di Indonesia Timur untuk menyiapkan tenaga kerja yang ahli di bidang teknis. Tiga politeknik tersebut ada di Morowali, Konawe dan Wedabe yang mendatangkan dosen dari ITB, ITS dan kampus unggulan lainnya.

Diharapkan para lulusan politeknik ini akan menggantikan tenaga asing yang saat ini didatangkan langsung dari negara asal investor.

"Putra putri kita untuk menggantikan TKA di dalam itu, satu proses yang banyak tak dipahami," kata dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya