Liputan6.com, Jakarta - Indonesia terpilih menjadi tuan rumah dialog virtual World Economic Forum (WEF) yang membahas pemulihan kesehatan dan ekonomi. Acara akan digelar pada 25 November mendatang.
Forum akan membahas isu yang tengah berkembang di negara tuan rumah, terutama pembangunan ekonomi.
Advertisement
Baca Juga
"Forum ini merupakan bagian dari rangkaian Country Strategy Dialogue dari WEF yang mempertemukan pemerintah suatu negara dengan para pelaku bisnis global dan pemangku kepentingan lainnya dalam suatu sesi dialog strategis," ujar Wakil Menteri Luar Negeri Mahendra Siregar dalam jumpa pers virtual, Senin (23/11/2020).
Pada 2020, World Economic Forum sedang mengangkat tema The Great Reset Dialogues untuk mengulas tema perubahan geopolitik akibat pandemi COVID-19.
Acara akan digelar secara tertutup dan merupakan bagian dari WEF Country Strategy Dialogue. Pemerintah akan membahas cara Indonesia menangani COVID-19 serta Omnibus Law.
"Pemerintah akan menjelaskan komitmen Indonesia dalam penanganan pandemi COVID yang diseimbangkan dengan upaya-upaya pemulihan ekonomi nasional, salah satunya dengan penerapan Omnibus Law /UU Cipta Kerja," ujar Wamenlu Mahendra Siregar.
Selain Indonesia, ada tiga negara lagi yang menjadi tuan rumah rangkaian acara World Economic Forum, yaitu Jepang, Pakistan, dan China.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Menko Luhut Akan Hadir
Wamenlu menjelaskan bahwa Forum akan terbagi ke dalam 2 (dua) sesi, yaitu Sesi Khusus dengan Presiden RI dan Sesi Diskusi Panel dengan Menko Bidang Perekonomian, Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi, serta Menteri Luar Negeri.
"Pada kedua sesi, para petinggi perusahaan global akan berkesempatan melakukan dialog interaktif dengan Presiden RI dan para Menteri," jelas Mahendra.
Ada 43 persuahaan global yang akan terlibat dalam forum itu. Mereka bergerak di sektor finansial, infrastruktur, industri strategis, farmasi, jasa kesehatan, TIK dan digital, manufaktur, produksi hilir mineral, dan energi hijau serta terbarukan.
Kemlu berharap forum ini bisa meyakinkan perusahaan global untuk berinvestasi di Indonesia.
Advertisement
Sri Mulyani: Ekonomi Negara G20 Mulai Pulih, Tapi Masih Sangat Rapuh
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, financial track menjadi salah satu tema bahasan di Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20. Financial track menjadi salah satu upaya untuk menghadapi Covid-19.
Menurut Sri Mulyani, fokus dari pembahasan di dalam financial track menyangkut pertama bahwa Covid-19 telah menyebabkan dampak yang sangat sangat luar biasa di berbagai negara. Oleh karena itu, semua negara melakukan kebijakan bersama-sama untuk menangani Covid dan mengembalikan perekonomian agar pulih kembali.
"Dukungan kebijakan perekonomian dan keuangan terutama di bidang fiskal, moneter, dan regulasi di bidang sektor keuangan perlu dilakukan dan terus dilakukan," ujar dia dalam pernyataannya, Minggu, 22 November 2020.
Sri Mulyani mengatakan, meskipun pada kuartal III-2020 banyak perekonomian di negara G20 sudah menunjukkan adanya pembalikan, namun itu masih sangat awal dan masih sangat rapuh. Sehingga, dalam pembahasannya agar kebijakan-kebijakan untuk mendukung pemulihan ekonomi tetap dilakukan dan jangan ditarik terlalu dini.
Artinya kebijakan fiskal, moneter, dan regulasi sektor keuangan harus tetap dijalankan sampai ekonomi betul-betul pulih secara kuat.
"Dalam financial track juga dibahas mengenai pembiayaan dari vaksin Covid-19 yang tentu memakan resources yang sangat besar. Dalam hal ini dibahas mengenai bagaimana negara-negara terutama negara berkembang bisa mendapatkan akses vaksin," imbuh dia.
Oleh karena itu, Sri Mulyani menekankan pentingnya peranan lembaga multilateral dalam memberikan dukungan pendanaan bagi negara-negara berkembang atau negara miskin untuk mendapatkan vaksin. Menurutnya, akses terhadap vaksin ini penting karena tidak akan ada pemulihan ekonomi di seluruh dunia sampai seluruh negara mendapatkan akses vaksin.
Relaksasi Utang
Selanjutnya, Menkeu mengatakan bahwa yang akan disampaikan dalam KTT G20 adalah menyangkut Debt Service Suspensions Initiative (DSSI). Ini adalah inisiatif untuk memberikan fasilitas relaksasi bagi pembayaran utang negara-negara miskin, yang saat ini dihadapkan pada kondisi ekonomi dan fiskalnya yang sangat sangat sulit.
Alhasil, di dalam pembahasan yang kemudian didukung oleh lembaga multilateral seperti IMF dan Bank Dunia menyepakati untuk memberikan relaksasi cicilan hutang yang pada mulanya sampai akhir tahun 2020, kemudian diperpanjang hingga pertengahan tahun 2021. Tujuannya agar negara yang berpendapatan rendah memiliki ruang fiskal yang cukup untuk bisa menangani Covid-19.
"Pada hari pertama ini tentu fokus nya adalah pada pemulihan ekonomi dan kondisi ekonomi secara global, dimana seluruh Pimpinan Negara akan menyamakan dukungan dari sisi kebijakan untuk bersama-sama memulihkan ekonomi akibat Covid yang sangat luar biasa," tutup Menkeu.
Advertisement