Presiden Macron Minta Jatah 5 Persen Vaksin COVID-19 untuk Negara Berkembang

Presiden Prancis Emmanuel Macron meminta agar 5 persen jatah vaksin COVID-19 didistribusikan ke negara berkembang.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 19 Feb 2021, 12:03 WIB
Diterbitkan 19 Feb 2021, 12:03 WIB
Presiden Prancis Emmanuel Macron di acara iklim pada 14 Desember 2020 sebelum positif COVID-19.
Presiden Prancis Emmanuel Macron di acara iklim pada 14 Desember 2020 sebelum positif COVID-19. Dok: Twitter @EmmanuelMacron

Liputan6.com, Paris - Presiden Prancis, Emmanuel Macron, meminta jatah 5 persen vaksin COVID-19 agar diberikan ke negara-negara berkembang. Ia menilai kegagalan berbagi vaksin secara merata bisa memperparah situasi pandemi. 

Gagasan itu diberikan Presiden Macron sebelum pertemuan virtual G7. Mengalokasikan 5 persen vaksin dianggap lebih cepat. 

"Kita tak langsung membahas miliaran dosis atau miliran euro ... Ini tentang secara cepat mengalokasikan 4-5 persen dosis vaksin yang kita miliki," ujar Presiden Macron kepada Financial Times, dikutip BBC, Jumat (19/2/2021).

Macron menjelaskan, alokasi persenan tersebut tidak akan berdampak pada kampanye vaksinasi di negaranya, namun ia meminta tiap negara kompak menyediakan alokasi.

Presiden Macron berkata Kanselir Jerman Angela Merkel setuju pada program bagi-bagi vaksin COVID-19.

"Tiap negara harus menyiapkan sebagian kecil dosis yang dimiliki agar dapat mentransfer puluhan juta, tetapi secara cepat, sehingga orang-orang di lapangan bisa melihat hasilnya," kata Macron.

 

 

** #IngatPesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:


Inggris Dukung Distribusi Vaksin COVID-19 di Zona Konflik

London Eye Membiru
Pejalan kaki melintas di depan London Eye yang diterangi dengan cahaay biru untuk berterima kasih kepada National Health Service (NHS) di London, Kamis (7/1/2021). NHS merupakan sistem layanan kesehatan nasional yang menjadi ujung tombak Inggris dalam memerangi pandemi Covid-19. (Tolga Akmen / AFP)

Inggris mendorong komunitas global untuk mewujudkan gencatan senjata di daerah konflik demi memudahkan akses vaksin COVID-19. Gagasan itu diberikan Menteri Luar Negeri Inggris Dominic Raab di pertemuan virtual Dewan Keamanan PBB.

Menlu Raab berkata ada lebih dari 160 juta orang yang berisiko tak mendapat vaksin COVID-19 akibat konflik, contohnya seperti di Yaman, Sudan Selatan, Somalia, dan Ethiopia. 

"Membiarkan virus menyebar di daerah tanpa kampanye vaksinasi menimbulkan risiko yang lebih besar terhadap varian baru - mempertaruhkan strain baru yang kebal vaksin, dan gelombang infeksi lebih lanjut di seluruh dunia," ujar Raab di rilis resmi Kedutaan Besar Inggris, Kamis (18/2).

Menlu Raab berkata distribusi vaksin COVID-19 ke zona konflik termasuk dalam upaya untuk memberikan akses vaksin yang adil. Ia berkata ada kewajiban moral untuk bertindak bersama terkait isu ini.

Gencatan senjata pernah dilakukan untuk memvaksinasi komunitas yang rentan di masa lalu. Pada tahun 2001, gencatan senjata selama dua hari di Afghanistan berhasil memberikan kesempatan kepada 35.000 pekerja kesehatan dan sukarelawan untuk memvaksinasi 5,7 juta anak balita melawan Polio.

Sementara itu, Duta Besar Inggris untuk Indonesia and Timor Leste Owen Jenkins juga menyorot pentingnya memberikan vaksin COVID-19 kepada pengungsi.

"Kami harus memastikan vaksin bisa menjangkau semua orang pada waktu yang tepat, sehingga kita memiliki peluang yang lebih baik untuk memberantas virus ini. Inggris hari ini memulai proses untuk mengamankan konsensus internasional tentang perlunya menjangkau semua orang - termasuk pengungsi dan mereka yang berada di zona konflik," ucapnya.


Masalah Hambatan Logistik

FOTO: Virus Corona COVID-19 Infeksi 73 Juta Orang di Seluruh Dunia
Denzel Kennedy seorang resepsionis lini depan menerima suntikan vaksin virus corona COVID-19 Pfizer BioNtech di Hurley Clinic, London, Inggris, Senin (14/12/2020). Kasus COVID-19 di Inggris mencapai 1.869.666 kasus, dan 64.402 orang meninggal dunia. (Aaron Chown/Pool Photo via AP)

Gencatan senjata sementara akan memungkinkan badan amal dan petugas kesehatan untuk memvaksinasi mereka yang tinggal di zona konflik secara aman.

Inggris juga mendorong pendanaan yang lebih banyak lagi dari badan-badan dunia seperti PBB, WHO dan Komitmen Pasar Lanjutan COVAX (AMC), yang akan mendistribusikan 1,3 miliar dosis vaksin virus corona ke negara-negara berkembang tahun ini, termasuk Indonesia.

Pada pertemuan DK PBB, Menlu Raab menggarisbawahi pentingnya menyetujui kerjasama internasional untuk menyelesaikan hambatan logistik jangka panjang demi memastikan akses yang adil, seperti penyimpanan vaksin, penundaan dalam persetujuan peraturan dan pengelolaan rantai pasokan yang kompleks.

Inggris adalah salah satu donor terbesar untuk COVAX AMC, menyediakan 548 juta poundsterling untuk skema yang diluncurkan pada KTT Vaksin Global yang diselenggarakan di Inggris pada bulan Juni 2020. Selain itu, Inggris telah menggunakan dana pendamping untuk membantu mengumpulkan 1 miliar dolar dari donor lain untuk COVAX AMC.

Raab meminta pemerintah di seluruh dunia untuk tidak melupakan siapapun saat mereka meluncurkan program vaksinasi, sehingga kelompok rentan seperti pengungsi dan orang yang tinggal di zona konflik dapat divaksinasi.


Infografis COVID-19:

Infografis Pakai Masker Boleh Gaya, Biar Covid-19 Mati Gaya
Infografis Pakai Masker Boleh Gaya, Biar Covid-19 Mati Gaya (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya