Sah, Malaysia Terapkan Denda Rp 345 Juta bagi Penyebar Hoaks COVID-19

Siapa pun di Malaysia yang tertangkap menyebarkan informasi yang salah tentang COVID-19 akan didenda hingga Rp 345 juta.

oleh Hariz Barak diperbarui 13 Mar 2021, 19:30 WIB
Diterbitkan 13 Mar 2021, 19:30 WIB
Khawatir Virus Corona COVID-19, Warga Malaysia Beraktivitas Pakai Masker
Seorang wanita mengenakan masker di tengah kekhawatiran akan penyebaran virus corona COVID-19, di Kuala Lumpur, Malaysia, Kamis, (13/2/2020). Total kematian akibat virus tersebut di Provinsi Hubei hingga Rabu (12/2) mencapai 1.310 orang. (AFP/Mohd Rasfan)

Liputan6.com, Kuala Lumpur - Siapa pun di Malaysia yang tertangkap menyebarkan informasi yang salah tentang COVID-19 dan kebijakan pembatasan sosial di negara itu akan dikenakan sanksi denda hingga RM 100.000 atau setara Rp 345 juta, penjara, atau keduanya.

Kebijakan itu, yang diatur dalam Undang-Undang Darurat (Essential Powers) (No. 2) 2021, diterbitkan di situs web Federal Gazette resmi Malaysia pada 11 Maret 2021.

"Setiap orang yang, dengan cara apapun, dengan maksud untuk menyebabkan, atau yang kemungkinan menyebabkan ketakutan atau kegelisahan kepada publik, atau ke bagian mana pun dari publik, membuat, menawarkan, menerbitkan, mencetak, mendistribusikan, mengedarkan atau menyebarluaskan berita atau publikasi palsu yang berisi berita palsu melakukan pelanggaran dan akan dengan keyakinan, bertanggung jawab atas denda tidak melebihi RM 100.000 atau untuk penjara untuk jangka waktu yang tidak melebihi tiga tahun atau keduanya," bunyi pasal itu, seperti dikutip dari Mashable, Sabtu (13/3/2021).

Pelanggar berulang akan dikenai denda progresif berupa tambahan RM1.000 lainnya untuk setiap pelanggaran yang berlanjut setelah dihukum.

Setiap berita, data keras, informasi, dan laporan yang berkaitan dengan COVID-19 dan kebijakan lockdown proklamasi Darurat Malaysia yang sepenuhnya atau sebagian palsu (atau menyesatkan) semuanya dianggap sebagai "berita palsu."

Mengenai apa artinya lembaran ketika merujuk pada "publikasi", ini mencakup apa pun yang diterbitkan secara online dan salinan fisik, termasuk surat kabar, majalah, makalah, dan semacamnya.

Ini juga memberi petugas polisi akses tak terbatas ke data komputer apa pun yang mereka anggap relevan dengan penyelidikan mereka terhadap kemungkinan pelanggar hukum tersebut.

"Setiap orang yang gagal mematuhi permintaan oleh petugas polisi atau pejabat yang berwenang yang dibuat berdasarkan sub-bagian (1) melakukan pelanggaran dan akan, dengan keyakinan, bertanggung jawab atas denda yang tidak melebihi RM 100.000 atau ke penjara untuk jangka waktu tidak melebihi satu tahun atau untuk keduanya," bunyi lembaran tersebut.

Mereka yang tertangkap pendanaan publikasi dalam mendorong berita palsu (secara langsung atau tidak langsung) juga akan didenda hingga US$ 121.521 (RM 500.000), acaman hingga enam tahun penjara, atau keduanya.

Peraturan ini juga memiliki yurisdiksi atas individu (baik Malaysia maupun non-Malaysia) yang melakukan pelanggaran yang sama di luar negeri. Mereka akan dihukum seolah-olah berada di tanah Malaysia.

Sebelumnya pada Januari 2021, Raja Malaysia menyatakan keadaan darurat untuk membantu mengekang penyebaran COVID-19 yang mengkhawatirkan di negara itu. Para kritikus dan tokoh oposisi telah menyindir bahwa langkah itu adalah cara bagi Perdana Menteri Muhyiddin Yassin untuk mempertahankan kekuasaan dan kontrol atas pemerintah.

Simak video pilihan berikut:

Update 13 Maret 2021: 119 Juta Kasus COVID-19

FOTO: Malaysia Perketat Pembatasan Pergerakan Terkait COVID-19
Seorang pria yang memakai masker sedang membaca koran di luar pusat perbelanjaan di Kuala Lumpur, Malaysia, Kamis (14/1/2021). Otoritas Malaysia memperketat pembatasan pergerakan untuk mencoba menghentikan penyebaran virus corona COVID-19. (AP Photo/Vincent Thian)

Kasus COVID-19 di seluruh dunia telah mencapai 119 juta kasus. Amerika Serikat (AS) berada di posisi puncak dengan 29,3 juta kasus.

Berdasarkan data Johns Hopkins University, Sabtu (13/3/2021), berikut lima negara dengan kasus COVID-19 tertinggi:

1. AS: 29,3 juta kasus

2. Brasil: 11,36 juta

3. India: 11,33 juta

4. Rusia: 4,3 juta

5. Inggris: 4,2 juta

Negara Eropa lain juga banyak muncul di 10 besar, seperti Prancis (4 juta), Italia (3,1 juta), dan Jerman (2,5 juta).

Di China, kasus masih stabil di kisaran 101 ribu kasus. Posisi Indonesia masih berada di peringkat 18 dengan 1,4 juta kasus.

Sementara di timur tengah, kasus Arab Saudi totalnya mencapai 381 ribu kasus, sementara di Uni Emirat Arab ada 422 ribu kasus. Iran masih mencatat kasus COVID-19 tertinggi di timur tengah dengan 1,7 juta kasus.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya