Liputan6.com, Teheran - Ebrahim Raisi, kepala peradilan Iran yang dikenal karena perannya dalam eksekusi massal ribuan tahanan pada akhir 1980-an, sangat diunggulkan untuk memenangkan pemilihan presiden Iran minggu depan.
Jika terpilih, Raisi telah berjanji untuk mengatasi "kemiskinan dan korupsi, masalah penghinaan dan diskriminasi."
Baca Juga
Raisi mengadakan rapat umum dengan ribuan orang hadir di sebuah stadion sepak bola di kota tenggara Ahvaz, meskipun ada kekhawatiran atas COVID-19 di Iran, demikian dikutip dari laman Al-monitor, Rabu (16/6/2021).
Advertisement
Dewan Wali, sebuah badan beranggotakan 12 orang yang memeriksa calon potensial, mengumumkan bulan lalu bahwa tujuh calon akan diizinkan untuk mencalonkan diri dalam pemilihan presiden 18 Juni 2021.
Dua dari pelamar yang kemungkinan besar akan 'mengancam' Raisi adalah mantan ketua parlemen Ali Larijani dan Wakil Presiden saat ini Eshaq Jahangiri dikeluarkan dari pencalonan.
Raisi yang berusia 60 tahun secara luas diyakini sebagai kandidat pilihan Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei, yang menganggap pria itu sebagai orang mampu dipercaya.
Pada Maret 2019, Khamenei menunjuk Raisi sebagai kepala peradilan Iran, di mana ia meluncurkan "perang melawan korupsi" dan mempertahankan penunjukan Iran sebagai salah satu algojo top dunia.
Raisi telah melakukan beberapa kunjungan ke Najaf, di mana ulama Syiah Irak Ali al-Sistani bermarkas. Namun Sistani tidak setuju untuk menerimanya, sebuah tanda penolakan terhadap kelompok garis keras Iran.
Pada November 2019, pemerintahan Trump menjatuhkan sanksi pada Raisi dan anggota lingkaran dalam pemimpin tertinggi lainnya karena "memajukan penindasan domestik dan asing rezim," termasuk eksekusi anak di bawah umur.
Â
Jaksa di Kota Karaj
Raisi lahir pada tahun 1960 di sebuah desa kecil dekat kota suci Masyhad, yang merupakan kota terbesar kedua di Iran.
Sebagai seorang remaja, ia memasuki sebuah seminari di Qom, di mana ia belajar di bawah Khamenei dan berpartisipasi dalam protes terhadap Shah.
Karir peradilannya dimulai pada 1981 ketika Raisi diangkat menjadi jaksa Kota Karaj, dan pada 1985 ia menjadi wakil jaksa di Teheran.
Menyusul berakhirnya perang Iran-Irak pada tahun 1988, Pemimpin Tertinggi saat itu Ruhollah Khomeini menunjuk Raisi ke "komisi kematian" yang membantu memfasilitasi pembersihan para pembangkang.
Amnesty International memperkirakan lebih dari 5.000 tahanan, mayoritas dari mereka berafiliasi dengan kelompok pembangkang Mujahidin Rakyat Iran, tewas di 32 kota.
Pada tahun 2009, ia membela eksekusi selusin orang yang ambil bagian dalam protes setelah terpilihnya kembali Presiden Mahmoud Ahmadinejad.
Raisi telah memegang beberapa posisi yudisial tingkat tinggi, termasuk menjabat sebagai jaksa agung Iran. Pada 2016, Khamenei menunjuk Raisi sebagai penjaga Astan Quds Razavi, yayasan berkantong tebal yang mengelola tempat suci Imam Reza di Masyhad.
Ulama konservatif itu meraih hampir 16 juta suara selama pemilihan presiden 2017, tetapi kalah telak dari Presiden Hassan Rouhani.
Advertisement