Liputan6.com, Texas - Seorang hakim di Texas, Amerika Serikat (AS) pada Jumat (21/10) memutuskan bahwa para korban yang tewas dalam dua kecelakaan Boeing 737 MAX di Indonesia dan Ethiopia secara hukum dianggap sebagai "korban kejahatan." Klasifikasi itu akan memutuskan solusi apa yang harus diberikan.
Pada Desember, sebagian keluarga korban mengatakan Departemen Kehakiman AS melanggar hak-hak hukum mereka ketika departemen itu pada Januari 2021 menyepakati perjanjian penangguhan penuntutan dengan Boeing terkait kedua kecelakaan yang menewaskan 346 orang itu.
Baca Juga
Para keluarga berargumen bahwa pemerintah "berbohong dan melanggar hak-hak mereka lewat sebuah proses rahasia." Mereka meminta kepada Hakim Distrik AS Reed O'Connor untuk menghapus kekebalan Boeing dari tuntutan pidana, yang merupakan bagian dari perjanjian $2,5 miliar, dan memerintahkan Boeing secara terbuka didakwa kejahatan.
Advertisement
O'Connor pada Jumat (21/10) memutuskan bahwa "secara keseluruhan, apabila Boeing tidak melakukan konspirasi kriminal untuk membohongi (Administrasi Penerbangan Federal), 346 orang tidak akan tewas dalam kecelakaan-kecelakaan itu."
Paul Cassel, seorang pengacara para keluarga, mengatakan putusan "adalah kemenangan besar" dan "mengawali sebuah sidang penting, di mana kami akan mengusulkan solusi yang akan memungkinkan penuntutan pidana agar Boeing bertanggung jawab sepenuhnya," demikian seperti dikutip dari VOA Indonesia, Minggu (23/10/2022).
Boeing belum segera berkomentar.
Â
Tragedi Ethiopian Airlines Picu Grounded Boeing 737 MAX
10 Februari 2019, petaka melanda maskapai Ethiopian Airlines. Pesawat jenis Boeing 737-800 MAX (juga disebut sebagai 737 MAX 8) jatuh di Bishoftu, sebelah tenggara Addis Ababa.
Mengutip CNN, burung besi dengan nomor penerbangan ET 302 itu rencananya akan terbang menuju Nairobi (Kenya), dengan membawa 149 penumpang dan 8 awak kabin yang seluruhnya dikonfirmasi tewas.
Pesawat kehilangan kontak pada pukul 08.44 waktu setempat setelah lepas landas pukul 08.38 dari Bandara Internasional Bole di ibu kota Ethiopia, kata maskapai Ethiopian Airlines dalam sebuah pernyataan. Lalu semuanya, 157 orang di dalamnya dikabarkan tewas.
Tragedi Ethiopian Airlines pada 10 Maret 2019 yang menewaskan 157 orang, memicu pencekalan seluruh armada Boeing 737 MAX di dunia. Sebanyak 371 pesawat pun akhirnya dikandangkan.
Dikutip dari BBC, Kamis 14 Maret 2019, langkah pencekalan operasional Boeing 737 MAX dilakukan setelah penyelidik menemukan bukti baru di lokasi kecelakaan fatal Ethiopian Airlines. Federal Aviation Administration (FAA) atau Administrasi Penerbangan Federal mengatakan bukti baru serta data satelit yang baru disempurnakan mendorong keputusan untuk melarang operasional jet tersebut.
FAA memiliki tim yang menyelidiki bencana di lokasi kecelakaan Ethiopian Airlines yang bekerja sama dengan Dewan Keselamatan Transportasi Nasional.
Â
Advertisement
Mirip Lion Air
Dan Elwell, pejabat administrator FAA, mengatakan: "Menjadi jelas bagi semua pihak bahwa pola penerbangan Ethiopian Airlines sangat mirip dan armada berperilaku sangat mirip dengan penerbangan Lion Air."
Dia menambahkan bahwa "bukti yang kami temukan di darat menunjukkan pola penerbangan sangat mirip dengan Lion Air".
Pengumuman pencekalan ini dilakukan setelah sejumlah negara memutuskan penghentian operasional Boeing lebih dulu, termasuk Inggris, Uni Eropa, China, India, dan Australia.
Pada 18 Maret, regulator mengandangkan semua 387 pesawat MAX yang beroperasi dengan 59 maskapai penerbangan di seluruh dunia dan melakukan 8.600 penerbangan setiap minggunya.
Pada Januari 2020, 400 pesawat baru yang diproduksi menunggu pengiriman ke maskapai sambil menunggu kembalinya pesawat ke layanan.
Boeing 737-800 MAX adalah jenis pesawat yang sama dengan Lion Air JT 610 asal Indonesia yang jatuh di Tanjung Pakis, Karawang, beberapa saat setelah lepas landas pada 29 Oktober 2018. Empat bulan sebelum petaka Ethiopian Airlines.