Liputan6.com, Ankara - Presiden Recep Tayyip Erdogan (68) mengumumkan pemilu parlemen dan presiden Turki akan berlangsung pada 14 Mei 2023.
Erdogan yang berencana untuk mencalonkan diri kembali, mengumumkan hal tersebut dalam konferensi pemuda pada Sabtu (21/1/2023) di Provinsi Bursa. Namun, video pengumuman tersebut baru dirilis pada Minggu (22/1).
Baca Juga
"Saya bersyukur bahwa kita ditakdirkan untuk berbagi jalan... para pemuda kami yang berharga, yang akan memberikan suara untuk pertama kalinya dalam pemilu yang akan diadakan pada 14 Mei," ujar Erdogan seperti dikutip dari AP, Senin (23/1).
Advertisement
Jika tidak ada kandidat yang memperoleh lebih dari 50 persen suara maka pemungutan suara putaran dua akan digelar pada 28 Mei.
Pemilu parlemen dan presiden Turki semula dijadwalkan berlangsung pada Juni 2023. Namun anggota partai berkuasa mengatakan bahwa bulan itu akan bertepatan dengan musim panas dan hari libur keagamaan, mendorong waktu yang lebih awal.
Kemerosotan Ekonomi
Erdogan yang telah menjabat sejak 2003 sebagai perdana menteri kemudian sejak 2014 sebagai presiden dinilai akan menghadapi pemilu yang paling sulit. Pasalnya, negara itu tengah berjuang mengatasi krisis dan inflasi tinggi.
Aliansi oposisi yang terdiri dari enam partai belum mengajukan calon presiden. Sementara itu, sebuah partai pro-Kurdi, yang merupakan mayoritas terbesar ketiga di parlemen telah dikeluarkan dari aliansi dan mengatakan mungkin akan mengajukan kandidatnya sendiri.
Advertisement
Kekuasaan Terpusat di Presiden
Erdogan yang berasal dari Partai Keadilan dan Pembangunan telah menghapus jabatan perdana menteri dan memusatkan sebagian besar kekuasaan di tangan presiden, di mana sebelumnya kursi presiden hanya jabatan seremonial. Di bawah sistem pemerintahan yang diperkenalkan Erdogan tersebut, pemilu presiden dan parlemen digelar pada hari yang sama.
Adapun oposisi menyalahkan kemerosotan ekonomi Turki dan erosi hak-hak serta kebebasan sipil pada Erdogan, menyebut revisi sistem memusatkan kekuasaan hanya pada dirinya.
Sistem presidensial meraih persetujuan tipis dalam referendum 2017 dan berlaku setelah pemilu 2018.