AS Tembak Jatuh Balon Mata-Mata, China: Itu Konyol dan Menunjukkan Kelemahan

"Ada banyak balon di langit. Apakah Anda ingin menembak jatuh semuanya?," tanya diplomat paling senior China ke AS.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 19 Feb 2023, 08:01 WIB
Diterbitkan 19 Feb 2023, 08:01 WIB
Bendera AS dan China berkibar berdampingan (AP/Andy Wong)
Bendera AS dan China berkibar berdampingan (AP/Andy Wong)

Liputan6.com, Berlin - Diplomat paling senior China, Wang Yi, menggambarkan penembakan balon terbang oleh Amerika Serikat (AS) "konyol dan tidak terkendali" serta menyalahgunakan kekuatan.

"Itu tidak menunjukkan bahwa AS kuat, sebaliknya menunjukkan AS lemah," kata Wang Yi saat berbicara di Munich Security Conference pada Sabtu (18/2/2023), seperti dikutip dari The Guardian, Minggu (19/2).

Wang Yi merupakan mantan menteri luar negeri yang kini menjabat sebagai direktur kantor pusat komisi urusan luar negeri Partai Komunis China. Dia yakin, penembakan balon terbang itu adalah upaya untuk mengalihkan perhatian dari isu domestik pemerintahan Joe Biden.

"Ada banyak balon di langit. Apakah Anda ingin menembak jatuh semuanya?," tanya Wang Yi ke AS.

China bersikeras bahwa balon terbang, yang disebut sebagai balon mata-mata oleh AS dan ditembak jatuh pada 4 Februari 2023, merupakan instrumen sipil yang keluar dari jalur karena angin.

Soal Ukraina, China Dukung Damai dan Dialog

FOTO: Tanda Perdamaian Raksasa dari Belgia untuk Perang di Ukraina
Orang-orang berdiri sekitar tanda perdamaian raksasa dengan pesan 'Hentikan Minyak Putin' jelang KTT Uni Eropa dan NATO di Brussels, Belgia, 22 Maret 2022. Pengunjuk rasa meminta para pemimpin Uni Eropa memberlakukan larangan penuh terhadap bahan bakar Rusia. (AP Photo/Geert Vanden Wijngaert)

Dalam kesempatan yang sama, Wang Yi menuturkan bahwa pihaknya sedang mempersiapkan sikap atas Ukraina yang akan menggarisbawahi prinsip-prinsip integritas dan kedaulatan teritorial. China menentang perang nuklir, tetapi Wang Yi mengatakan bahwa ancaman keamanan yang berlebihan meningkatkan risiko salah perhitungan.

China, tegas Wang Yi, menentang mentalitas dan blok Perang Dingin.

Wang Yi menuduh pasukan yang tidak disebutkan namanya bertanggung jawab atas terhentinya negosiasi sebelumnya antara Ukraina dan Rusia, menunjukkan bahwa pasukan tersebut memiliki motif yang lebih dalam daripada melindungi Ukraina.

AS secara khusus telah menekan China untuk menarik atau setidaknya membuat syarat dukungan terhadap Vladimir Putin, dengan mengatakan bahwa invasi Rusia ke Ukraina jelas merupakan pelanggaran terhadap prinsip-prinsip piagam PBB.

China telah menolak menjatuhkan sanksi terhadap Rusia dan semakin menjadi salah satu konsumen utama energi Rusia, fenomena yang membantu Moskow mendanai produksi senjatanya.

Bagaimanapun, Wang Yi menyatakan bahwa China sangat prihatin dengan lamanya perang.

"Kami tidak duduk diam. Kami tidak menambahkan bahan bakar ke api. Kami berdiri di sisi perdamaian dan dialog," ujarnya.

Dia mengingatkan Uni Eropa agar mandiri dari AS terkait isu Ukraina.

"Teman-teman kita di Eropa harus berpikir dengan tenang tentang bagaimana membawa perdamaian di (Ukraina) dan bagaimana mewujudkan otonomi strategisnya," tutur Wang Yi.

Kritik AS

Presiden AS Joe Biden, kanan, dan Presiden China Xi Jinping berjabat tangan sebelum pertemuan mereka di sela-sela KTT G20, Senin, 14 November 2022, di Nusa Dua, Bali, Indonesia. (Foto AP/Alex Brandon)
Presiden AS Joe Biden, kanan, dan Presiden China Xi Jinping berjabat tangan sebelum pertemuan mereka di sela-sela KTT G20, Senin, 14 November 2022, di Nusa Dua, Bali, Indonesia. (Foto AP/Alex Brandon)

Wang Yi juga mengkritik larangan AS untuk mengekspor teknologi microchip ke China, menggambarkannya sebagai 100 persen proteksionisme, 100 persen egois, dan 100 persen unilateralisme.

"Itu jelas melanggar aturan Organisasi Perdagangan Dunia dan bukan persaingan yang sehat," katanya.

Ditanya apakah dia dapat meyakinkan publik bahwa serangan terhadap Taiwan tidak akan terjadi, Wang Yi menolak, dengan mengatakan Taiwan adalah bagian dari wilayah China.

"(Taiwan) tidak pernah menjadi negara dan tidak akan menjadi negara di masa depan," tegasnya.

Wang Yi menambahkan, "Setiap peningkatan kekuatan China adalah peningkatan harapan perdamaian bagi umat manusia."

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya