Liputan6.com, Jakarta - Pengamat Hubungan Internasional sekaligus dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIPOL) UGM, Nur Rachmat Yuliantoro menilai bahwa Indonesia sudah melakukan beragam proses diplomasi yang dibutuhkan guna membantu proses negosiasi untuk berakhirnya perang di Ukraina.
"Ini sudah sesuai dengan semangat konstitusi, khususnya kewajiban dan peran Indonesia untuk mengusahakan dan menjaga perdamaian dunia," kata Nur Rachmat Yuliantoro saat dihubungi Liputan6.com, Rabu (22/2/2023).
Baca Juga
"Proses diplomasi ini harus terus dilangsungkan melalui beragam forum, baik bilateral maupun multilateral," jelas Nur Rachmat Yuliantoro.
Advertisement
Saat ditanya soal sikap apa yang harus ditunjukkan Indonesia terkait keberlanjutan perang namun tetap mengedepankan kepentingan nasional dalam hubungan bilateral Nur Rachmat Yuliantoro menegaskan bahwa tidak cukup bagi Indonesia untuk sekedar menyampaikan keprihatinan atau mengecam keberlanjutan perang.
"Tindakan nyata harus dijalankan dengan sungguh-sungguh oleh Indonesia, khususnya dalam konteks diplomasi, dengan tidak lupa memastikan bahwa kepentingan nasional terjaga dengan semestinya di tengah2 berkecamuknya perang," jelas Nur Rachmat Yuliantoro.
Selanjutnya, Nur Rachmat Yuliantoro mengatakan bahwa Indonesia harus berpihak kepada perdamaian dan kemanusiaan.
"Tidak ada yang diuntungkan dari perang, perang hanya akan membawa penderitaan dan kesengsaraan. Ini yang harus ditekankan kepada semua pihak yang terlibat, langsung maupun tidak langsung, agar perang bisa dihentikan."
Perang Ukraina Vs Rusia: Lebih dari 18.955 Warga Sipil Jadi Korban, 7.199 di Antaranya Tewas
Sejak invasi Rusia ke Ukraina dimulai pada 24 Februari 2022 hingga 12 Februari 2023, Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (OHCHR) mencatat 18.955 korban sipil di Ukraina, 7.199 di antaranya tewas dan 11.756 lainnya luka-luka.
Berikut rincian selengkapnya dari korban perang Ukraina menurut OHCHR:
- Total 7.199 tewas, jumlah itu terdiri dari 2.888 pria dewasa, 1.941 wanita dewasa, 226 laki-laki, 180 perempuan, 32 anak-anak dan 1.932 orang dewasa yang belum diketahui jenis kelaminnya.
- Total 11.756 luka-luka, jumlah itu terdiri dari 2.616 pria dewasa, 1.856 wanita dewasa, 341 laki-laki, 253 perempuan, 260 anak-anak dan 6.430 dewasa yang belum diketahui jenis kelaminnya.
Dari jumlah tersebut, korban di wilayah Donetsk dan Luhansk yang dikuasai pemerintah 7.946 korban jiwa dengan rincian 3.679 tewas dan 4.267 luka-luka. Sementara itu, di wilayah yang dikuasai angkatan bersenjata Rusia dan kelompok bersenjata yang berafiliasi tercatat 2.221 korban, dengan rincian 510 tewas dan 1.711 luka-luka.
Di wilayah lain Ukraina (Kyiv, dan Cherkasy, Chernihiv, Ivano-Frankivsk, Kharkiv, Kherson, Kirovohrad, Kyiv, Mykolaiv, Odesa, Sumy, Zaporizhzhia, Dnipropetrovsk, Khmelnytskyi, Lviv, Poltava, Rivne, Ternopil, Vinnytsia, Wilayah Volyn, dan Zhytomyr), yang berada di bawah kendali pemerintah korban jiwa tercatat 8.788 korban jiwa, dengan rincian 3.010 tewas dan 5.778 luka-luka.
Sebanyak 697 korban sipil terjadi pada Januari 2023, di mana data menunjukkan bahwa kekerasan berlanjut di sepanjang garis depan 1.200 km dan terkonsentrasi di wilayah Donetsk, Luhansk, dan Zaporizhzhia.
"Sepanjang Januari 2023, ada intensitas yang sangat tinggi dan tren yang memburuk, kerusakan yang ditimbulkan pada fasilitas medis dan pendidikan," kata OHCHR.
Advertisement
Angka Sebenarnya Jauh Lebih Tinggi
Sebagian besar korban sipil yang tercatat disebabkan oleh penggunaan senjata peledak dengan efek area yang luas, termasuk penembakan dari artileri berat, sistem peluncuran roket ganda, misil, dan serangan udara.
OHCHR percaya bahwa angka sebenarnya jauh lebih tinggi karena penerimaan informasi dari beberapa lokasi di mana serangan intens terjadi telah tertunda dan banyak laporan masih menunggu pembuktian.
Wilayah yang dimaksud tersebut misalnya, Mariupol (wilayah Donetsk), Lysychansk, Popasna, dan Sievierodonetsk (wilayah Luhansk), di mana diduga banyak korban sipil.