Liputan6.com, Paris - Unjuk rasa menentang reformasi pensiun berlanjut pada Selasa (28/3/2023), di mana sekitar 740.000 demonstran bergabung dalam 240 aksi protes di seluruh Prancis.
Menurut Kementerian Dalam Negeri Prancis, lebih dari 93.000 demonstran memenuhi jalan-jalan di Paris. Sementara serikat pekerja utama negara itu, Konfederasi Umum Buruh (CGT), memperkirakan total massa lima kali lipat dari angka yang disebutkan kementerian, yakni sekitar 450 ribu orang.
Baca Juga
Jumlah tersebut masih jauh lebih rendah dari protes pada 7 Maret, di mana menurut polisi hampir 1,3 juta orang turun ke jalan.
Advertisement
Laporan CNN yang dikutip pada Rabu (29/3) menyebutkan, para pengunjuk rasa di Paris melemparkan sejumlah benda ke polisi, termasuk batu dan botol. Sementara beberapa lainnya menyalakan kembang api dan membakar tempat sampah, mengakibatkan setidaknya dua kobaran api besar.
Di luar pintu masuk dan area terminal keberangkatan Bandara Biarritz, sejumlah pengunjuk rasa dilaporkan melepas bom asap, memicu pengumuman evakuasi. Beberapa pengunjuk rasa juga beraksi di rel kereta di stasiun kereta Paris Gare de Lyon.
Polisi dilaporkan masih berusaha membubarkan pengunjuk rasa hingga malam hari.
Menteri Dalam Negeri Prancis Gerald Darmanin mengungkapkan bahwa dalam dua pekan terakhir telah terjadi ratusan aksi vandalisme terhadap gedung-gedung publik dan kantor-kantor politik, serta lebih dari 2.000 insiden pembakaran. Dia menambahkan, saat ini ada 17 pemeriksaan yang dilakukan Inspektorat Jenderal Polisi terkait demo reformasi pensiun.
Menurut Darmanin, pihak berwenang Prancis mengerahkan 13.000 polisi pada Selasa, termasuk 5.500 petugas di Paris. Kementeriannya, sebut Darmanin, mengantisipasi risiko tinggi terhadap ketertiban umum selama protes.
Meski demikian, Prancis menyatakan masih menyambut wisatawan.
"Saya tidak ingin orang-orang berpikir bahwa Prancis tidak menyambut turis. Orang-orang di sini maupun di luar negeri tidak perlu khawatir, meskipun ada protes dan aksi mogok, hidup berjalan seperti biasa, seperti yang dapat dilihat dengan jelas oleh warga Prancis yang tinggal di sini," ujar juru bicara pemerintah Prancis Olivier Veran.
Terkait penundaan kunjungan Raja Charles III dan Permaisuri Camilla, Veran menjelaskan, keputusan tersebut diambil sehingga keduanya dapat berkunjung dalam keadaan yang lebih baik.
Pemerintahan Emmanuel Macron bertekad tetap melanjutkan reformasi pensiun di tengah protes yang meluas dengan alasan mengandalkan populasi pekerja untuk membayar kelompok usia pensiun yang terus bertambah tidak lagi sesuai dengan tujuan.
Serikat Pekerja Serukan Dialog
Kepala serikat pekerja CGT, Philippe Martinez, mendesak Macron menangguhkan reformasi pensiun dan menunjuk seorang mediator mengingat peningkatan kekerasan dalam demonstrasi. Seorang pejabat senior di CFDT, salah satu serikat pekerja yang memimpin protes, juga mendukung dialog.
"Kami tidak percaya bahwa ini adalah soal revolusi, tetapi ada semacam masalah demokrasi dan satu-satunya solusi adalah duduk bersama dan melakukan dialog yang konstruktif bagaimana menemukan jalan keluar dari situasi tersebut," ujar Maher Tekaya.
Protes menjadi lebih keras sejak Macron menggunakan kekuatan konstitusional yang membuat rencana reformasi pensiunnya tidak harus melalui pemungutan suara di parlemen. Saat ini, rancangan undang-undang reformasi pensiun tengah ditinjau oleh Dewan Konstitusi Prancis.
Komisi HAM Prancis -lembaga negara independen- menyerukan penurunan kekerasan, baik di pihak polisi maupun pengunjuk rasa.
"Saya mengutuk tindakan kekerasan apapun dan saya prihatin terhadap semua korban, apakah mereka demonstran atau pasukan keamanan," kata Claire Hedon dari Komisi HAM Prancis dalam sebuah wawancara dengan Le Monde pada Selasa.
"Kesaksian dan gambar yang sampai kepada kami menunjukkan situasi yang tidak dapat diterima... Penggunaan kekuatan (oleh polisi) hanya dapat dilakukan jika diperlukan dan secara proporsional. Saya sangat khawatir dengan apa yang saya amati dalam eskalasi kekerasan. Dan kita harus melakukan de-eskalasi. Itu tanggung jawab negara."
Advertisement