24 Juli 1959: Adu Mulut Wapres AS dengan Presiden Uni Soviet di Tengah Ketegangan Perang Dingin

Pada tahun 1960-an, kekuatan dunia didominasi oleh dua kubu, yakni Amerika Serikat dan Uni Soviet. Apa yang terjadi jika pemimpin dari kedua negara tersebut bertemu?

oleh Liputan6.com diperbarui 24 Jul 2023, 06:00 WIB
Diterbitkan 24 Jul 2023, 06:00 WIB
Pemimpin Uni Soviet Nikita Khrushchev dan Wakil Presiden Amerika Serikat Richard Nixon bertukar kata dengan nada tegang tentang komunisme versus kapitalisme (Wikipedia/Public Domain)
Pemimpin Uni Soviet Nikita Khrushchev dan Wakil Presiden Amerika Serikat Richard Nixon bertukar kata dengan nada tegang tentang komunisme versus kapitalisme (Wikipedia/Public Domain)

Liputan6.com, Moskow - Pada tahun 1960-an, kekuatan dunia didominasi oleh dua kubu, yakni Amerika Serikat dan Uni Soviet. Apa yang terjadi jika pemimpin dari kedua negara tersebut bertemu?

Hal yang paling mungkin, bisa saja berseteru. Ini yang terjadi pada 58 tahun silam, 24 Juli 1959 saat Wakil Presiden Amerika Serikat Richard Nixon berkunjung ke Moskow, Uni Soviet.

Kala itu, Presiden Nixon dan Presiden Uni Soviet Nikita Khruschev 'perang mulut'. Keduanya bersilat lidah terkait ideologi negaranya masing-masing. Amerika Serikat memegang prinsip kapitalisme, sedangkan Uni Soviet komunisme.

Keduanya berbicara saat acara Pameran Barang Dagang Amerika Serikat di Moskow. Dalam perjalanan dua kepala negara itu melihat-lihat produk buatan Negeri Paman Sam, seperti mesin cuci, juicer, dan pemanggang roti.

Saat itu, Presiden Soviet berseloroh, "Kalian, orang Amerika, berharap kami (Soviet) kagum dengan produk kalian ini? Tidak, tidak sama sekali. Kami sudah punya semua ini di gudang kami," ujar dia.

Mendengar hal itu langsung, Nixon langsung membalas, "Tidak, tidak. Kami tidak bermaksud untuk itu. Kamu justru menunjukkan bagaimana memilih produk yang tepat. Kami juga tidak bermaksud untuk memaksakan ke pemerintah Soviet bahwa semua tempat tinggal menerapkan hal yang sama," jawab Wakil Presiden AS.

Khruschev kemudian mengungkapkan ide 'keras' lainnya. Dia meminta agar kedua belah pihak tidak tergantung pada produk asing. Bahkan mengabaikan produk asing yang masuk ke dalam negara. "Bagi saya, cara ini untuk perdamaian. Tapi jika ada orang yang menolaknya, maka sama saja mengajak perang," kata dia.

 

Situasi Berubah Instan Tegang

Wapres Nixon dan Presiden Khruschev terlibat 'perang mulut' saat keduanya bertemu di Moskow
Wapres Nixon dan Presiden Khruschev terlibat 'perang mulut' saat keduanya bertemu di Moskow (portlandartmuseum/Elliott Erwitt)

Saat itu, wartawan dan pejabat pemerintah kedua negara yang mengikuti, langsung tegang melihat perseteruan kecil tersebut. Namun mereka juga bangga dan mendukung apa yang diucapkan pemimpinnya masing-masing.

Nixon pun membalas, "Saat negara adidaya seperti kita mencoba untuk mengeluarkan ulimatum kepada negara lain, mereka tidak ada pilihan, selain menerima atau melawannya. Lalu jika demikian, maka kita telah melakukan langkah untuk menghancurkan dunia," tegasnya.

Khruschev langsung menunjuk jarinya ke arah muka Nixon. "Siapa yang memberi ultimatum itu?". Dia mengatakan, Rusia akan menjawab segala ancaman dengan ancaman, yang itu sangat berarti pesan kuat untuk lawan.

"Senjata kami lebih baik daripada senjata kalian," kata Presiden Soviet, merujuk kepada kekuatan roket Rusia. "Dan kita sangat sadar dengan kelebihan ini. Kita juga punya beberapa senjata seperti ini (merujuk senjata tempur AS)," imbuh dia dengan percaya diri.

Namun pada akhirnya, Nixon yang bertindak sebagai tamu, memutuskan untuk mengucapkan permohonan maaf kepada pemerintah Soviet. Nixon juga menyampaikan salam dari Presiden AS Eisenhower kepada Uni Soviet.

Perang mulut yang juga disebut "Debat Dapur" ini terjadi saat kedua negara sebenarnya sedang bersitegang dalam Perang Dingin, yang dimulai dengan peluncuran satelit Sputnik ke luar angkasa dan jatuhnya pesawat mata-mata U2 yang diduga karena ditembak Uni Soviet.

Sejarah lain mencatat pada 24 Juli 1897 merupakan hari lahir Amelia Earhart, pelopor penerbangan, penulis, dan pejuang hak wanita Amerika Serikat yang hilang pada tahun 1937 dalam misi penerbangan keliling dunia yang kemudian dinyatakan tewas pada 1939.

Lantas, pada 24 Juli 1982, hujan lebat menyebabkan longsor dan runtuhnya jembatan di Nagasaki, Jepang, menyebabkan 299 orang tewas.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya