Jerman Evakuasi 68 Anak dari Rafah ke Betlehem

Sejumlah anak yang berada di bawah naungan SOS Children's Village di Rafah dilaporkan telah dievakuasi oleh pihak Jerman.

diperbarui 14 Mar 2024, 14:03 WIB
Diterbitkan 14 Mar 2024, 14:03 WIB
Potret Antrean Warga untuk Dapatkan Makanan di Rafah
Lebih dari 1,2 juta orang Palestina mengungsi di Rafah. (AP Photo/Fatima Shbair)

, Berlin - Sejumlah anak yang berada di bawah naungan SOS Children's Village di Rafah dilaporkan telah dievakuasi oleh pihak Jerman.

Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Jerman menyebut sebanyak 68 anak dan 11 orang staf beserta anggota keluarganya "dievakuasi sementara" dari kantor SOS Children's Village yang berada di Rafah ke Betlehem.

SOS Children's Village merupakan sebuah lembaga non-pemerintah atau non-governmental organization (NGO).

Juru Bicara (Jubir) Kemlu Jerman menyebut bahwa SOS Children's Village telah menghubungi pihaknya sejak pertengahan bulan November 2023. NGO tersebut, kata Jubir Kemlu, meminta bantuan untuk desanya di Rafah.

"Kami merasa lega mengetahui usaha intensif kami akhirnya sukses kemarin, kami ingin berterima kasih kepada semua pihak yang terlibat,” kata Juru Bicara Kemenlu kepada DW yang dikutip Kamis (14/3/2024).

Israel sebelumnya telah menegaskan akan melancarkan serangan di Rafah guna membasmi sisa kelompok militan Hamas yang berada di sana. Negara-negara seperti Amerika Serikat (AS) dan Jerman telah memperingatkan kemungkinan dampak kemanusiaan yang serius jika serangan tersebut dilancarkan sepenuhnya. Namun, Israel juga menyatakan pihaknya sedang menyusun rencana untuk mengevakuasi sebagian kota Rafah sebelum melakukan operasi militer.

Lebih dari 1 juta pengungsi saat ini berlindung di Rafah, Gaza Selatan. Mayoritas dari mereka tinggal di tempat penampungan yang penuh sesak dan tenda-tenda darurat.

Adapun saat ini pengiriman bantuan ke Gaza terhambat oleh pos-pos pemeriksaan serta operasi militer Israel yang sedang berlangsung di Jalur Gaza. Organisasi bantuan melaporkan, persediaan bahan pangan akan habis dalam waktu yang singkat.

 

Kelompok Sayap Kanan Israel Kritik Evakuasi Jerman

Bendera Jerman (AFP PHOTO via capitalfm.co.ke)
Bendera Jerman (AFP PHOTO via capitalfm.co.ke)

Menurut laporan kantor berita The Times of Israel, operasi evakuasi tersebut merupakan permintaan dari pihak Jerman yang dikoordinasikan oleh Kementerian Pertahanan Israel dan Dewan Keamanan Nasional, tanpa persetujuan secara eksplisit dari kabinet keamanan pemerintah.

Tindakan Jerman itu menuai kritik dari Bezalel Smotrich, Menteri Keuangan Israel, yang berhaluan kanan, kata laporan tersebut. Smotrich menyebut evakuasi itu sebagai "kegagalan etika", dan meminta penjelasan dari Perdana Menteri (PM) Israel Benyamin Netanyahu terkait evakuasi tersebut.

Kepada Chanel 12 Israel, seorang sumber anonim yang merupakan anggota kabinet keamanan, menyebut bahwa evakuasi tersebut merupakan "perilaku konyol dan tidak bermoral terhadap para sandera di Gaza dan keluarganya".

Untuk diketahui, Hamas diperkirakan menyandera setidaknya 250 orang saat melancarkan serangan pada 7 Oktober 2023 silam. Israel meyakini 130 sandera saat ini masih berada di Gaza, sementara 32 orang diperkirakan telah meinggal dunia.

Hamas dikategorikan sebagai organisasi teroris oleh AS, Uni Eropa, Jerman dan beberapa negara lain.

Sementara itu, Shlomo Ne'eman yang menjabat sebagai Ketua Dewan Regional Gush Etzion di Tepi Barat, yang menyediakan layanan administrsi perkotaan untuk pemukim Israel, telah meminta agar warga mengggelar aksi protes di jalanan yang digunakan untuk operasi evakuasi itu.

Sekjen PBB Ucapkan Selamat Ramadhan untuk Umat Muslim Dunia, Kirim Pesan Dukungan ke Warga Gaza

Sekjen PBB, Antonio Gutteres dalam sambutan pembukaan di acara Bali Democracy Forum secara virtual pada Kamis (10/12/2020).
Sekjen PBB, Antonio Gutteres dalam sambutan pembukaan di acara Bali Democracy Forum secara virtual pada Kamis (10/12/2020). (Dok: Screenshot Youtube MOFA Indonesia)

Sementara itu, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyampaikan harapan terhangatnya seiring jutaan umat Islam di seluruh dunia mulai merayakan Bulan Suci Ramadhan.

"Ramadhan mewujudkan nilai-nilai perdamaian, ketahanan, dan kemurahan hati. Ini adalah masa refleksi dan doa, kesempatan untuk berkumpul dan saling menguatkan," kata Guterres dalam pesan video pada kesempatan awal Ramadhan 2024 seperti dikutip dari Gulf News, Senin (11/3/2024).

"Sedihnya, banyak orang yang merayakan bulan ini dengan menghadapi konflik, pengungsian, dan ketakutan. Pikiran dan hatiku bersama mereka. Saya ingin menyampaikan pesan khusus solidaritas dan dukungan kepada semua orang yang menderita akibat kengerian di Gaza," tuturnya.

Guterres menuturkan, di masa-masa sulit ini, semangat Ramadhan adalah mercusuar harapan, pengingat akan kemanusiaan kita bersama.

"Marilah kita semua terinspirasi: Untuk menyembuhkan perpecahan; Untuk mendukung mereka yang membutuhkan; Dan bekerja sebagai satu kesatuan demi keselamatan dan martabat setiap anggota keluarga umat manusia,” tegasnya.

''Semoga Bulan Suci ini membawa kedamaian dan membimbing kita menuju dunia yang lebih adil dan penuh kasih sayang. Ramadan Kareem," tukas Antonio Guterres.

Menlu AS Ucapkan Selamat Ramadhan ke 1,8 Miliar Umat Muslim Dunia, Sorot Konflik Xinjiang hingga Gaza

Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (Menlu AS) Antony Blinken di Hotel St Regis Jakarta pada Jumat 14 Juli 2023. (Liputan6.com/Tanti Yulianingsih)
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (Menlu AS) Antony Blinken. (Liputan6.com/Tanti Yulianingsih)

Sorotan atas Gaza juga datang dari Menteri Luar Negeri (Menlu) AS Anthony J. Blinken tatkala mengucapkan selamat Ramadhan kepada semua umat Muslim dunia.

"Saat bulan Ramadan dimulai, saya ingin mengucapkan Ramadan Kareem kepada lebih dari 1,8 miliar umat Muslim di seluruh dunia," ucap Menlu Anthony Blinken dalam keterangan tertulisnya, Selasa 12 Maret 2024.

"Tahun ini, bulan yang damai datang di tengah konflik dan penderitaan yang dialami banyak komunitas Muslim, termasuk warga Uighur di Xinjiang, warga Rohingya di Burma dan Bangladesh, serta warga Palestina di Gaza," sambung Menlu Blinken.

Penderitaan ini, tutur Menlu Blinken, sangat dirasakan oleh umat Muslim di seluruh dunia, sehingga tahun ini Ramadan terasa berbeda.

"Situasi kemanusiaan di Gaza sangat memilukan. Saat kami menyalurkan bantuan tambahan ke Gaza, kami juga akan terus bekerja tanpa henti untuk mewujudkan gencatan senjata segera dan berkelanjutan setidaknya selama enam minggu sebagai bagian dari kesepakatan pembebasan sandera. Kami juga akan terus mengupayakan solusi dua negara untuk memastikan warga Palestina dan Israel mendapatkan kebebasan, martabat, keamanan, dan kemakmuran yang setara. Perdamaian itu dapat dimungkinkan, perlu, dan mendesak," papar Menlu Blinken.

Menlu Blinken mengungkap bahwa banyak warga Amerika – termasuk diplomat AS – juga akan merayakan Ramadhan tahun ini.

"Bagi kami, ini adalah kesempatan untuk mengakui peran keragaman agama dalam memperkuat negara kami dan pentingnya kebebasan beragama atau berkeyakinan baik di dalam maupun luar negeri. Amerika Serikat terus berkomitmen untuk memastikan bahwa kebebasan ini berlaku bagi semua orang di seluruh dunia," jelasnya.

"Kepada mereka yang merayakan Ramadan—Saya mengucapkan Ramadan Kareem seiring Anda berkumpul dengan keluarga dan teman-teman untuk menetapkan niat dan mempersiapkan bulan yang penuh berkah ini," pungkas Menlu Blinken.

Infografis Keprihatinan Serangan Militer Israel di Gaza Selatan
Infografis Keprihatinan Serangan Militer Israel di Gaza Selatan (Liputan6.com/Gotri/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya