Pakistan Hadapi Masalah Kerawanan Pangan dan Kekurangan Gizi pada Anak

Dalam Indeks Kelaparan Global (GHI), Pakistan berada di peringkat ke-102 dari 125 negara karena tingkat kelaparan di negara itu telah mencapai tingkat yang "serius".

oleh Teddy Tri Setio Berty diperbarui 02 Okt 2024, 01:57 WIB
Diterbitkan 01 Okt 2024, 08:32 WIB
Asap Pekat Selimuti Kota Lahore Pakistan
Warga dihinbau menggunakan masker saat beraktivitas. (Arif ALI/AFP)

Liputan6.com, Islamabad - Ketidakamanan pangan dan masalah kekurangan gizi di Pakistan terus memburuk karena negara itu dianggap gagal mengatasi masalah kemiskinan warganya.

Ketimpangan pendapatan, inflasi pangan yang meningkat, korupsi yang meluas, ketidakstabilan ekonomi, dan ketidakstabilan politik, diduga jadi penyebabnya.

Peristiwa bencana alam baru-baru ini telah menambah masalah kelaparan akut di Pakistan. Lebih dari 20 persen orang di Pakistan kekurangan gizi, dikutip dari laman Greek City Times, Selasa (1/10/2024).

Dalam Indeks Kelaparan Global (GHI), Pakistan berada di peringkat ke-102 dari 125 negara karena tingkat kelaparan di negara itu telah mencapai tingkat yang "serius".

Pakistan termasuk dalam kelompok kecil negara-negara termasuk Chad, Afghanistan, Angola, dan Kongo, di mana terhambatnya pertumbuhan anak merupakan masalah serius.

World Vision, sebuah organisasi bantuan Kanada, telah memasukkan Pakistan ke dalam 10 tempat paling berbahaya bagi anak-anak.

Pakistan mengalami pukulan ganda karena menjadi salah satu negara termiskin dan terpadat.

Hal ini membuat masalah kelaparan menjadi rumit dan sulit diatasi. Sekitar 37 persen penduduknya mengalami kerawanan pangan.

Masyarakat pedesaan adalah yang paling terdampak, kata Irshad Khan Abbasi, Kepala Inovasi dan Integrasi di Pakistan Poverty Alleviation Fund (PPAF).

"Faktor-faktor seperti kemiskinan, keterbatasan akses pasar, harga pangan yang tidak stabil, dan tantangan terkait iklim berkontribusi pada masalah yang rumit ini," katanya.

Devaluasi mata uang telah menyebabkan inflasi pangan, yang merupakan dampak dari ketidakstabilan ekonomi dan politik yang terus-menerus di negara tersebut.

Devaluasi Rupee Pakistan (PKR) dalam beberapa tahun terakhir menyebabkan peningkatan biaya produksi bagi para petani. Hal ini mengakibatkan terganggunya mata pencaharian masyarakat pedesaan dan mengganggu ketahanan pangan di negara tersebut.

Bahkan penduduk kelas menengah pun terdampak karena lebih dari 10 juta orang menderita kerawanan pangan akibat kenaikan tajam harga komoditas pangan pokok.

Keluhan Warga

Suasana Mudik di Pakistan saat Idul Adha
Meski cukup berbahaya, warga terlihat menikmati perjalan mereka menuju kampung halaman dengan duduk di atap bus. (AP Photo/K.M. Chaudary)

Waqas Chaudhry, seorang profesional teknologi berusia 20 tahun, mengatakan bahwa ia terpaksa mengantre untuk mendapatkan sekantong tepung gratis di pusat distribusi pemerintah karena krisis pangan dan kelaparan yang meluas.

"Semuanya menjadi sangat mahal. Sangat sulit untuk sekadar bertahan hidup," katanya.

Banyak orang di Pakistan berjuang untuk mengimbangi kenaikan harga pangan, kata Uzair Younus, Direktur Prakarsa Pakistan di Atlantic Council.

"Selama empat tahun terakhir, pekerja kerah biru di Pakistan telah kehilangan sekitar 30 persen daya beli mereka. Mereka adalah warga kelas menengah ke bawah dan kelas bawah yang pada dasarnya berpenghasilan USD 2 sehari," katanya.

Orang dewasa di Pakistan tidak makan dua kali sehari, kata Younus.

"Orang tidak dapat memenuhi kebutuhan. Hidup ini tak tertahankan," katanya.

Laporan PBB

PBB Kibarkan Bendera Setengah Tiang
Di markas besar PBB New York, Sekretaris Jenderal Antonio Guterres memimpin para anggota badan kemanusiaan itu mengheningkan cipta selama satu menit. (ANWAR AMRO / AFP)

Laporan terbaru Perserikatan Bangsa-Bangsa berjudul Hotspot Kelaparan: FAO-WFP telah menetapkan Pakistan sebagai wilayah sangat memprihatinkan dalam kerawanan pangan.

Laporan tersebut memperingatkan akan terjadinya kemerosotan lebih lanjut jika krisis ekonomi dan politik yang sedang berlangsung semakin memburuk.

Upaya pemerintah Islamabad untuk memperoleh bantuan keuangan dari Dana Moneter Internasional (IMF) menyebabkan peningkatan tajam dalam inflasi pangan yang hanya memperburuk masalah kelaparan di Pakistan.

Banjir yang belum pernah terjadi sebelumnya pada tahun 2022 berdampak negatif pada produksi pertanian di Pakistan, sehingga memperburuk krisis pangan.

 

Ketimpangan Pendapatan Warga

Ilustrasi uang rupee Pakistan (AFP)
Ilustrasi uang rupee Pakistan (AFP)

Bank Negara Pakistan (SBP), bank sentral negara tersebut, telah mengakui bahwa ketimpangan pendapatan akibat terbatasnya akses ekonomi bagi masyarakat termiskin dan paling rentan merupakan salah satu alasan utama dari kondisi kerawanan pangan yang suram.

"Pakistan masih berjuang dengan masalah seperti kekurangan gizi, kekurangan zat gizi mikro. Konsumsi per kapita produk pangan yang memiliki nilai gizi tinggi seperti daging sapi, ayam, ikan, susu, sayur-sayuran, dan buah-buahan hampir 6-10 kali lebih rendah daripada negara-negara maju," demikian bunyi laporannya.

Korupsi merupakan faktor utama yang berdampak besar pada kerawanan pangan dan kelaparan di Pakistan.

Saira Habib dan Hasnain Didar, akademisi dari Universitas Comsats di Islamabad, melakukan penelitian yang mengungkap bahwa korupsi telah berdampak signifikan terhadap kerawanan pangan di Pakistan karena korupsi telah menyusup ke rantai pasokan pangan, mengganggu alokasi sumber daya, dan menyebabkan penurunan produktivitas pertanian. Pakistan berada di peringkat ke-133 dari 180 negara dalam peringkat Transparency International.

Infografis Adu Kekuatan Tempur Pakistan Vs India
Infografis Adu Kekuatan Tempur Pakistan Vs India. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya