Liputan6.com, Jakarta Diagnosis stroke pada 2014 menjadi mimpi paling buruk di sepanjang hidup Anthony Quek. Penyakit serius yang menyerang otak ini menggerogoti tubuh dia di usia 56. Anthony butuh waktu untuk menerima kenyataan pahit ini.
Muncul rasa tidak terima di benak Anthony. Lantaran pengusaha teknik industri di Singapura itu sudah melakukan beragam cara guna terbebas dari penyakit berbahaya. Tidak terkecuali stroke.
Advertisement
Baca Juga
Anthony mengaku memiliki pola hidup sehat. Dia rajin olahraga, tidak pula minum minuman keras atau merokok. Namun ada satu hal yang Anthony lupa, dia malah sangat bersahabat dengan stres.
"Too much work, too much pressure, and too much stress," kata Anthony. Kisah hidup ini dia ceritakan dalam acara Spotlight on Stroke di Carlton Hotel Singapura pada Selasa, 13 Maret 2018.
Berawal dari Diabetes, Gangguan Irama Jantung, Berujung Stroke
Anthony menambahkan bahwa selama itu pula tidak pernah sadar sudah mengidap diabetes. Malas cek kesehatan secara rutin berujung pada kondisi tidak mengenakkan ini. Anthony harus terima bahwa dia terkena stroke untuk pertama kali.
Stroke muncul karena rupanya Anthony memiliki kelainan irama jantung. Kondisi ini membuat darah jadi kental yang semakin memperbesar risiko kena stroke.
"Saya dikasih obat tapi tidak disiplin. Disuruh konsultasi balik, saya tidak melakukan itu. Ditambah lagi saya terlalu capai bekerja," kata Anthony.
Baca juga :
Anthony pun kapok. Dia berjanji untuk lebih memperhatikan kesehatannya. Semua anjuran dokter langsung Anthony lakukan. Minum obat pengencer darah, berupa antikoagulan Rivaroxaban, secara teratur juga tidak dia lupakan. Ini semua untuk mencegah stroke berulang.
Advertisement
Stres Bisa Sebabkan Stroke
Profesor Tan Ru San, seorang Konsultan Senior National Health Centre dari Singapura, yang pada kesempatan itu duduk di samping Anthony, membenarkan semua informasi yang disampaikan tersebut.
Kerja terlalu diforsir hanya menambah beban pikiran. Stres jadi sulit dihindari. Belum lagi di dalam tubuh sudah ada masalah jantung, tekanan darah tinggi, ditambah pula diabetes. Risiko terkena stroke akibat kelainan irama jantung pun tak dapat dihindari.
Karena itu, Tan Ru San mengimbau agar kita rajin melakukan deteksi dini. Dengan rutin medical check-up terutama mengecek kesehatan jantung. Atau yang paling mudah dengan sering-sering mengecek denyut nadi sendiri.
"Kita sering abai terhadap perubahan denyut nadi. Padahal itu adalah tanda bahwa sesuatu yang tidak beres sedang terjadi pada tubuh kita," kata Tan Ru San.
Pengobatan Rivaroxaban untuk Stroke
Begitu pun dengan pengobatan antikoagulan yang Anthony lakukan. Ada hal yang harus digaris bawahi. Tidak semua stroke berulang bisa diatasi dengan antikoagulan Rivaroxaban. Pengecekan dari hulu sampai hilir mesti dijalankan.
"Hanya dokter yang tahu dosis tepat untuk diberikan antikoagulan Rivaroxaban. Tidak bisa sembarangan," ujar Tan Ru San.
Menurut Tan Ru San, profil pasien stroke itu berbeda-beda. Di satu sisi pula, Rivaroxaban bukan obat generik yang bisa dijual maupun dibeli bebas. Dokter harus melihat dulu profil kesehatan pasien.
"Tidak seumur hidup minum antikoagulan."
Advertisement
Anthony Harus Sembuh dari Stroke
Anthony yang kini berada dalam usia 60-an mengaku jauh lebih sehat. Dia berada pada tahap pemulihan. "Jauh lebih enak. Beraktivitas lebih enteng," kata Anthony kepada Health Liputan6.com .
Upaya Anthony untuk sembuh membuahkan hasil. Dia banyak diminta mengisi seminar yang berkaitan dengan stroke. Dia bahkan pernah dikirim untuk mewakili Singapura dalam sebuah kongres, untuk membahas sekaligus menetapkan pedoman pencegahan, perawatan jangka panjang pasien stroke.
"Harapan saya sekarang, bisa benar-benar sembuh dari stroke."