Liputan6.com, Jakarta Diet keto merupakan salah satu tren yang banyak dilakukan oleh orang-orang di dunia. Meski begitu, pola makan semacam ini menimbulkan pro dan kontra.
Ketut Suastika, ahli endokrinologi dari Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Bali mengatakan bahwa diet keto baik untuk menurunkan berat badan dalam jangka pendek, bukan untuk waktu yang panjang.
Baca Juga
"Tidak dianjurkan untuk jangka panjang. Karena merugikan kalau dia terlalu banyak protein dan lemak," kata Ketut ditemui Health Liputan6.com di Jakarta, ditulis Minggu (28/4/2019).
Advertisement
Dalam jangka panjang, diet keto bisa berbahaya karena protein yang terlalu berlebihan bisa merusak ginjal. Sementara, lemak yang berlebih bisa meningkatkan kadar kolesterol.
"Diet keto pada prinsipnya karbohidratnya sedikit sekali, 5 persen, dan sisanya berasal dari lemak dan protein," kata Ketut menambahkan.
Saksikan juga video menarik berikut ini:
Tiga sampai Enam Bulan
Menurut Ketut, dalam diet keto sesungguhnya asupan lemak berasal dari tumbuh-tumbuhan. Meski begitu, tetap saja pola makan semacam ini tidak direkomendasikan untuk waktu yang panjang.
Beberapa waktu lalu, dr. Dicky Levenus Tahapary dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia mengatakan ada waktu tertentu untuk melakukan diet keto.
"Maksimal mungkin sekitar tiga bulan sampai enam bulan. Setelah itu harus kembali ke diet seimbang," kata Dicky dalam sebuah diskusi di Jakarta.
Menurutnya, seseorang tidak bisa menghindari karbohidrat dan membutuhkan komponen mikro dan makronutrien lainnya. Dicky mengatakan ada penelitian bahwa orang yang mengonsumsi karbohidrat rendah memiliki risiko mortalitas yang lebih tinggi.
"Kalau jangka pendek tidak apa-apa," kata Dicky menambahkan. Selain itu, kondisi ini hanya berlaku untuk orang yang tidak memiliki masalah apapun misalnya diabetes.
Advertisement
Sekilas tentang Diet Keto
Diet keto sendiri dirancang agar tubuh masuk ke dalam kondisi yang disebut ketosis. Ini terjadi saat asupan karbohidrat sangat rendah dan membakar lemak agar tubuh bisa tetap memiliki asupan energi.
Dalam diet ini, orang harus fokus mengonsumsi makanan tinggi lemak dan protein namun rendah karbohidrat. Asupan para pegiat diet ini hanya sekitar 10 persen dari asupan makanan sehari-hari.
Menurut ahli nutrisi asal New York, Maya Feller pada ABC News, jumlah karbohidrat ini bisa disamakan dengan sepotong roti per hari.