Liputan6.com, Jakarta Gedung Putih mengonfirmasi bahwa Presiden Amerika Serikat Joe Biden positif COVID-19 dengan gejala ringan. Biden pun mulai meminum pil antivirus Paxlovid yang baru-baru ini juga sudah mengantongi izin penggunaan darurat di Indonesia.
Pil antivirus yang mulai diminum Biden telah terbukti melindungi orang-orang yang berisiko tinggi mengalami kasus COVID-19 yang lebih serius.
Baca Juga
Sebuah studi dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) yang diterbitkan bulan lalu menggabungkan data dari sistem perawatan kesehatan besar di California. Studi ini menemukan, dari 5.000 lebih orang yang diresepkan Paxlovid untuk kasus COVID ringan hingga sedang, hanya ada kurang dari 1 persen yang membutuhkan perawatan rumah sakit atau ruang gawat darurat. Dengan catatan, banyak dari mereka sudah divaksinasi.
Advertisement
“Hanya ada enam pasien rawat inap dan 39 kunjungan ke unit gawat darurat terkait COVID yang terjadi dalam lima hingga 15 hari setelah penggunaan obat,” mengutip New York Times Jumat (22/7/2022).
Para peneliti menggarisbawahi, ada batasan signifikan dalam penelitian ini, termasuk kurangnya kelompok kontrol yang tidak menerima pengobatan. Dengan demikian, lebih sulit untuk menentukan manfaat sebenarnya atau membandingkannya dengan manfaat vaksinasi.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Telah Melalui Uji Klinis
Di Amerika Serikat, Paxlovid merupakan obat yang disahkan pada bulan Desember untuk orang yang terinfeksi dan berisiko tinggi.
Ini telah diuji secara klinis untuk mengurangi risiko rawat inap atau kematian hingga 88 persen ketika diberikan kepada orang dewasa dalam waktu lima hari sejak awal gejala mereka. Data itu dikumpulkan pada orang yang tidak divaksinasi ketika varian virus Delta beredar luas.
Pengobatan ini dilakukan dengan minum 30 pil selama lima hari. Sebelum memulainya, pasien disarankan untuk berkonsultasi dengan penyedia layanan kesehatan tentang kemungkinan interaksi obat.
Koordinator virus Corona Gedung Putih Dr Ashish K. Jha mengatakan dalam konferensi pers Gedung Putih Kamis bahwa Biden telah diberitahu untuk menghentikan dua obat yang dia minum, obat kolesterol dan pengencer darah, untuk alasan keamanan.
Para ilmuwan juga telah bekerja untuk memahami apakah Paxlovid dapat menyebabkan kambuhnya gejala atau tes positif, sebuah tren yang dikenal sebagai rebound.
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Advertisement
Rebound Jarang Terjadi
Dr Jha mengatakan pada Kamis bahwa data dari sistem kesehatan besar menunjukkan hasil seperti itu jarang terjadi, dengan persentase penerima Paxlovid yang mengalami rebound jumlahnya hanya "satu digit."
“Ketika orang pulih, mereka tidak berakhir di rumah sakit. Mereka tidak menjadi sangat sakit,” kata Dr. Jha. “Paxlovid bekerja sangat baik untuk mencegah penyakit serius, rebound atau tidak rebound, dan itulah mengapa presiden mengambilnya.”
Meski demikian, rebound tetap bisa terjadi. Salah satu korban rebound adalah Dr. Anthony S. Fauci, kepala penasihat medis Biden. Ia menderita gejala serangan kedua dan tes positif lainnya bulan lalu setelah beberapa hari dites negatif setelah perawatan.
CDC mengeluarkan nasihat kesehatan darurat pada bulan Mei yang mengatakan orang yang mengalami rebound “harus memulai kembali isolasi diri” selama setidaknya lima hari, yang mencerminkan rekomendasi isolasi umum badan tersebut untuk orang yang terinfeksi virus.
Dikatakan juga bahwa berdasarkan beberapa laporan, rebound tidak mewakili infeksi ulang dengan virus corona atau perkembangan resistensi terhadap Paxlovid.
Di Indonesia
Belum lama ini obat COVID-19 Paxlovid mengantongi izin penggunaan darurat atau Emergency Use Authorization (EUA) dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Meski begitu, ahli epidemiologi Dicky Budiman mengingatkan bahwa diizinkannya penggunaan obat COVID-19 ini bukan berarti pandemi dan masalah selesai.
“Dengan diizinkannya terapi Paxlovid oleh BPOM, bukan berarti pandemi selesai dan masalah selesai,” kata Dicky kepada Health Liputan6.com melalui pesan suara belum lama ini.
Ia menambahkan, vaksinasi tetap menjadi salah satu hal penting dan menjadi dasar utama untuk membangun proteksi tubuh selain masker dan protokol kesehatan lainnya.
“Satu-satunya cara pasti untuk bertahan dalam situasi pandemi COVID bukanlah dengan terinfeksi COVID (untuk dapat kekebalan ekstra) tapi dengan cara vaksinasi 3 dosis, masker, jaga jarak, dan perbaikan kualitas udara.”
Di sisi lain, Paxlovid sendiri memiliki kelemahan-kelemahan yang belum bisa dipastikan. Salah satunya potensi gejala kembali muncul setelah 2 minggu terapi. Paxlovid sendiri terapinya 5 hari, satu hari 2 kali minum dengan 3 tablet setiap minum. Totalnya 30 tablet harus diminum selama terapi. Terapi Paxlovid semakin tak mudah lantaran rasanya yang tidak enak dan cenderung seperti rasa logam.
“Ini tidak mudah karena rasa dari obat ini kayak logam yang tidak disukai pasien.”
Advertisement