Liputan6.com, Jakarta Contoh tulisan Aksara Jawa dan artinya mungkin sudah jarang kita temukan dalam penggunaannya sehari-hari. Meski demikian, tulisan aksara Jawa dan artinya, masih tetap digunakan untuk penamaan jalan atau tempat-tempat khusus di wilayah-wilayah yang masih menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa percakapan sehari-hari, seperti di Kota Yogyakarta dan Kota Surakarta.
Advertisement
Baca Juga
Advertisement
Aksara Jawa adalah sistem penulisan yang digunakan untuk menulis bahasa Jawa, salah satu bahasa yang banyak digunakan di Indonesia, khususnya di pulau Jawa. Aksara Jawa memiliki sejarah panjang dan kaya, dan digunakan dalam berbagai konteks, termasuk sastra, agama, dan budaya.
Setiap aksara mewakili bunyi atau suara dalam bahasa Jawa, dan dapat digunakan untuk menulis kata-kata dan kalimat dalam bahasa tersebut. Aksara Jawa juga dapat digunakan untuk menulis bahasa-bahasa daerah lainnya di Indonesia.
Untuk memahami bagaimana cara menulis aksara Jawa, penting untuk memahami dan melihat contoh tulisan aksara Jawa dan artinya. Di samping itu, pengetahuan terhadap kaidah penulisan juga perlu dipahami dengan baik. Berikut adalah penjelasan selengkapnya tentang penggunaan aksara Jawa, seperti yang telah dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Selasa (12/9/2023)
Asal Usul Aksara Jawa
Sebelum membahas lebih lanjut tentang contoh tulisan aksara Jawa dan artinya, penting bagi kita untuk mengetahui bagaimana sistem aksara tersebut bermula. Dilansir dari Liputan6.com, kisah awal mula aksara Jawa dimulai dengan seorang pengembara bernama Aji Saka, yang berasal dari negeri Bumi Majethi. Ada juga versi yang menyebutkan bahwa Aji Saka adalah keturunan suku Shaka dari India. Ia memutuskan untuk mengembara meninggalkan Majethi, dan Dora serta Sembada adalah dua abdi yang menemaninya.
Pengembaraan Aji Saka membawanya sampai ke Tanah Jawa, di mana ia berhadapan dengan seorang raja yang dzalim, yaitu Dewata Cengkar. Terjadi pertikaian antara Aji Saka dan raja tersebut, dan dengan bantuan ikat kepala yang mampu memanjang dan melebar, Aji Saka berhasil mengalahkan raja tersebut. Sang raja berubah menjadi buaya putih dan meninggal.
Setelah kemenangannya, Aji Saka menjadi raja di Medang Kamulan. Setelah penobatannya, ia mengutus punggawanya, Dora, untuk mengambil pusaka andalannya yang dijaga oleh Sembada. Ketika Dora meminta pusaka tersebut kepada Sembada, Sembada mengingatkan pesan Aji Saka bahwa pusaka tersebut hanya boleh diserahkan kepada Aji Saka sendiri. Sembada menolak menyerahkan pusaka tersebut kepada Dora, dan mereka terlibat dalam pertarungan sengit yang berakhir dengan keduanya tewas karena keduanya memiliki kesaktian yang sama tinggi.
Mendengar kabar kematian kedua punggawanya, Aji Saka sangat menyesal dan untuk mengenang mereka, ia membuat sajak berbentuk aksara, sebagai berikut:
ꦲ ꦤ ꦕ ꦫ ꦏ
Ha - Na - Ca - Ra - Ka
(ada utusan)
ꦢ ꦠ ꦱ ꦮ ꦭ
Da - Ta - Sa - Wa - La
(saling berselisih pendapat)
ꦥ ꦝ ꦗ ꦪ ꦚ
Pa - Dha - Ja - Ya- Nya
(sama-sama sakti)
ꦩ ꦒ ꦧ ꦛ ꦔ
Ma - Ga - Ba - Tha - Nga
(sama-sama menjadi mayat)
Advertisement
Mengenal Pasangan dalam Aksara Jawa dan Fungsinya
Aksara Jawa sebenarnya tidak hanya sebatas huruf-huruf seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Dalam aksara Jawa juga terdapat simbol-simbol yang disebut sebagai pasangan dan sandhangan, yang memiliki fungsinya masing-masing.
Seperti dilansir dari laman Pemerintah Kota Surakarta, pasangan Aksara Jawa adalah simbol-simbol yang berguna untuk menghilangkan huruf vokal pada aksara dasar Hanacaraka. Pasangan dalam aksara Jawa memiliki fungsi penting dalam penulisan aksara dan membantu dalam menghilangkan huruf vokal /a/ yang ada pada aksara dasar Hanacaraka.
Aksara Jawa dasar memiliki huruf vokal bawaan /a/. Namun, dalam bahasa Jawa, terutama dalam penyusunan kalimat atau kata-kata, seringkali huruf vokal /a/ ini perlu dihilangkan untuk mengikuti tata bahasa atau pengucapan yang benar. Pasangan aksara Jawa membantu menghilangkan huruf vokal /a/ tersebut dari aksara dasar, sehingga Anda dapat menulis kata-kata atau kalimat yang sesuai dengan tata bahasa Jawa.
Salah satu perbedaan penting antara pasangan dan pangkon adalah dalam letak penggunaannya. Pasangan aksara Jawa dapat digunakan untuk menghilangkan huruf vokal di tengah kata atau di tengah kalimat. Ini memungkinkan penulis untuk mengubah aksara dasar dengan pasangan ketika huruf vokal /a/ perlu dihilangkan dalam posisi tengah kata atau kalimat.
Pangkon, di sisi lain, digunakan untuk mematikan konsonan aksara di akhir kalimat. Ini tidak berpengaruh pada penghilangan huruf vokal di tengah kata atau kalimat. Jadi, pangkon dan pasangan memiliki fungsi yang berbeda dalam konteks penulisan aksara Jawa.
Penggunaan yang tepat dari pasangan dan pangkon dalam aksara Jawa penting untuk memastikan kesesuaian dengan tata bahasa Jawa yang benar. Kedua elemen ini membantu memungkinkan penulisan yang lebih akurat dan sesuai dengan norma bahasa Jawa, yang memiliki aturan-aturan khusus terkait dengan penggunaan huruf vokal dan konsonan dalam kata-kata dan kalimat.
Berikut adalah contoh penggunaan pasangan:
Ketika kita hendak menulis "Nulisa aksara Jawa" dengan menggunakan aksara Jawa, terdapat bunyi /k/ yang harus dimatikan agar menjadi bunyi konsonan. Karenanya, huruf 'sa' (ꦱ) yang mengikutinya perlu diganti dengan pasangan, sehingga menjadi "ꦤꦸꦭꦶꦱꦄꦏ꧀ꦱꦫꦗꦮ".
Apabila huruf 'ka' tidak dimatikan dan 'sa' tidak diberi pasangan, maka akan berbunyi ꦤꦸꦭꦶꦱꦲꦏꦱꦫꦗꦮ atau 'nulisa akasara Jawa'.
Sandhangan dalam Aksara Jawa
Selain pasangan dalam aksara Jawa juga memiliki sandangan. Sandangan dalam aksara Jawa adalah tanda diakritik yang digunakan untuk mengubah bunyi pada huruf aksara Jawa. Terdapat empat jenis sandhangan yang berfungsi untuk mengubah atau memodifikasi bunyi aksara Jawa agar sesuai dengan tata bahasa Jawa yang benar. Berikut penjelasan lebih lanjut tentang jenis-jenis sandangan dalam aksara Jawa:
1. Sandhangan Swara
Sandangan ini digunakan untuk mengubah bunyi vokal aksara Jawa yang semula menghasilkan suku kata terbuka [a] menjadi bunyi vokal lain seperti [i], [é], [e], [u], dan [o]. Ada beberapa jenis sandhangan swara, yaitu:
- Wulu: Sandangan ini mengubah bunyi aksara menjadi [i].
- Taling: Sandangan ini mengubah bunyi aksara menjadi [é].
- Pepet: Sandangan ini mengubah bunyi aksara menjadi [e].
- Suku: Sandangan ini mengubah bunyi aksara menjadi [u].
- Taling Tarung: Sandangan ini mengubah bunyi aksara menjadi [o].
2. Sandangan Sigeg
Sandangan ini digunakan untuk mengubah bunyi aksara agar mendapatkan bunyi konsonan. Ada tiga jenis sandhangan sigeg, yaitu:
- Wignyan: Sandangan ini mengubah bunyi aksara seolah-olah mendapat bunyi konsonan [h].
- Layar: Sandangan ini mengubah bunyi aksara seolah-olah mendapat bunyi konsonan [r].
- Cecak: Sandangan ini mengubah bunyi aksara seolah-olah mendapat bunyi konsonan [ng].
3. Sandangan Anuswara
Sandangan ini digunakan untuk mengubah bunyi aksara agar muncul peluluhan bunyi konsonan [y], [r], dan [w]. Jenis-jenis sandangan anuswara adalah:
- Péngkal: Sandangan ini mengubah bunyi aksara seolah-olah mendapat peluluhan konsonan [y].
- Cakra: Sandangan ini mengubah bunyi aksara seolah-olah mendapat peluluhan konsonan [r].
- Gembung: Sandangan ini mengubah bunyi aksara seolah-olah mendapat peluluhan konsonan [w].
4. Sandangan Pangku (Pangkon)
Sandangan ini khusus digunakan untuk mematikan kata atau mengakhiri kalimat dalam penulisan aksara Jawa. Sandangan pangkon hanya digunakan di akhir kalimat dan berfungsi sebagai tanda akhir.
Penting untuk diingat bahwa penggunaan yang tepat dari sandangan dalam aksara Jawa sangat penting untuk menjaga kesesuaian dengan tata bahasa Jawa yang benar. Sandangan membantu mengekspresikan bunyi dan pengucapan kata-kata sesuai dengan aturan bahasa Jawa yang kaya dan kompleks.
Advertisement
Contoh Tulisan Aksara Jawa dan Artinya
Untuk memahami tentang bagaimana penulisan dengan aksara Jawa, simak sejumlah contoh tulisan aksara Jawa dan artinya berikut ini:
꧋ꦄꦤ꧀ꦠꦺꦴꦤ꧀ꦠꦸꦏꦸꦧꦼꦫꦱ꧀ꦫꦺꦴꦁꦏꦶꦭꦺꦴ꧉
Anton tuku beras rong kilo.
Artinya: Anton beli beras dua kilo.
꧋ꦄꦏꦸꦩꦼꦤ꧀ꦠꦱ꧀ꦩꦔꦤ꧀ꦱꦼꦒꦥꦼꦕꦼꦭ꧀꧈
Aku mentas mangan sega pecel.
Artinya: Aku baru selesai makan nasi pecel.
꧋ꦄꦏꦸꦣꦸꦮꦺꦠꦿꦸꦮꦺꦭꦸꦏꦧꦺꦲꦺꦠꦼꦭꦸ꧉
Aku duwe truwelu kabehe telu.
Artinya: Aku punya kelinci semua jumlahnya tiga.
꧋ꦱꦧꦼꦤ꧀ꦄꦼꦱꦸꦏ꧀ꦠꦺꦴꦤꦶꦱꦫꦥꦤ꧀ꦱꦸꦱꦸꦭꦤ꧀ꦫꦺꦴꦠꦶ꧉
Saben esuk Toni sarapan susu lan roti.
Artinya: Setiap pagi Toni sarapa susu dan roti.
꧋ꦱꦸꦥꦪꦥꦶꦤ꧀ꦠꦺꦂꦏꦸꦣꦸꦱꦿꦼꦒꦼꦥ꧀ꦱꦶꦤꦻꦴ꧉
Supaya pinter kudu sregep sinau.
Artinya: Agar pintar harus rajin belajar.
꧋ꦄꦗꦭꦭꦶꦏꦫꦺꦴꦏꦚ꧀ꦕꦤꦺ꧉
Aja lali karo kancane.
Artinya: Jangan lupa dengan teman.
꧋ꦱꦿꦼꦒꦼꦥ꧀ꦩꦕꦧꦶꦱꦒꦮꦺꦥꦶꦤ꧀ꦠꦺꦂ꧉
Sregep maca bisa gawe pinter.
Artinya: Rajin membaca bisa membuat kita pintar.
꧋ꦆꦧꦸꦩꦱꦏ꧀ꦆꦁꦥꦮꦺꦴꦤ꧀꧈
Ibu masak ing pawon.
Artinya: Ibu masak di dapur.
꧋ꦧꦥꦏ꧀ꦧꦸꦣꦭ꧀ꦩꦼꦚꦁꦏꦤ꧀ꦠꦺꦴꦂꦗꦩ꧀ꦮꦺꦴꦭꦸꦄꦼꦱꦸꦏ꧀꧈
Bapak budhal menyang kantor jam wolu esuk.
Artinya: Bapak pergi berangkat ke kantor jam delapan pagi.
꧋ꦱꦼꦥꦼꦣꦏꦸꦧꦺꦴꦕꦺꦴꦂꦩꦼꦂꦒꦏꦼꦤꦥꦏꦸ꧉
Sepedhaku bocor merga kena paku.
Artinya: Sepedaku bocor karena terkena paku.
꧋ꦱꦧꦼꦤ꧀ꦄꦼꦱꦸꦏ꧀ꦧꦥꦏ꧀ꦩꦼꦱ꧀ꦛꦶꦚꦼꦂꦧꦼꦠꦶꦱꦼꦥꦼꦣꦃ꧉
Saben esuk bapak mesthi nyerbeti sepedhah.
Artinya: Setiap pagi bapak pasti mengelap sepeda.
꧋ꦏ꧀ꦭꦥꦤꦺꦄꦼꦤ꧀ꦠꦼꦏ꧀ꦩꦼꦂꦒꦣꦶꦥꦔꦤ꧀ꦏ꧀ꦮꦁꦮꦸꦁ꧉
Klapane entek merga dipangan kwangwung.
Artinya: Kelapanya habis karena dimakan kumbang.
꧋ꦄꦣꦶꦏꦸꦥꦭꦶꦁꦱꦼꦤꦼꦁꦩꦔꦤ꧀ꦧꦏ꧀ꦱꦺꦴ꧉
Adhiku paling seneng mangan bakso.
Artinya: Adikku paling suka makan bakso.
꧋ꦄꦮꦤ꧀ꦏꦪꦔꦼꦤꦼꦆꦏꦶꦥꦭꦶꦁꦥꦺꦤꦏ꧀ꦔꦺꦴꦩ꧀ꦧꦺꦌꦱ꧀
Awan kaya ngene iki paling penak ngombe es
Artinya: Siang-siang seperti sekarang paling enak minum es.
꧋ꦄꦼꦱꦸꦏ꧀ꦱꦫꦥꦤ꧀ꦧꦸꦧꦸꦂꦄꦪꦩ꧀ꦥꦚ꧀ꦕꦺꦤ꧀ꦌꦤꦏ꧀ꦠꦼꦤꦤꦤ꧀
Esuk sarapan bubur ayam pancen enak tenanan.
Artinya: Pagi-pagi makan bubur ayam memang sangat enak.