Memahami Kebijakan Zero ODOL, Solusi untuk Mencegah Kecelakaan Beruntun di Tol Cipularang Terulang

Kebijakan Zero ODOL menjadi solusi penting mencegah kecelakaan akibat truk overload seperti tragedi Tol Cipularang. Simak penjelasan lengkap tentang implementasi, tantangan, dan dampaknya terhadap keselamatan transportasi nasional.

oleh Mabruri Pudyas Salim diperbarui 13 Nov 2024, 18:00 WIB
Diterbitkan 13 Nov 2024, 18:00 WIB
Kecelakaan beruntun terjadi di Tol Cipularang KM 92 pada Senin (11/11/2024).
Kecelakaan beruntun terjadi di Tol Cipularang KM 92 pada Senin (11/11/2024). (Dok. Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta Tragedi kecelakaan beruntun di Tol Cipularang KM 92 pada Senin (11/11/2024) kembali mengingatkan kita akan bahaya yang ditimbulkan oleh truk dengan muatan berlebih. Insiden yang melibatkan 17 kendaraan dan menewaskan satu orang ini bermula dari sebuah truk yang mengalami rem blong akibat membawa muatan yang terlalu berat. Kejadian ini menjadi bukti nyata pentingnya implementasi kebijakan Zero ODOL (Over Dimension Over Loading) yang telah dicanangkan pemerintah.

Zero ODOL merupakan program strategis Kementerian Perhubungan yang bertujuan menghentikan praktik pengangkutan barang melebihi kapasitas dan dimensi kendaraan. Kebijakan yang telah dicanangkan sejak 2017 ini menjadi semakin relevan mengingat tingginya angka kecelakaan yang melibatkan truk ODOL di jalan raya Indonesia.

Fenomena ODOL tidak hanya mengancam keselamatan pengguna jalan, tetapi juga menyebabkan kerugian negara mencapai Rp 43,45 triliun per tahun akibat kerusakan infrastruktur jalan. Artikel ini akan membahas secara komprehensif tentang implementasi kebijakan Zero ODOL dan dampaknya terhadap keselamatan transportasi di Indonesia, sebagaimana telah dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Rabu (13/11/2024).

Memahami Konsep ODOL dan Dampaknya

Praktek ODOL telah menjadi masalah serius dalam industri transportasi logistik Indonesia selama bertahun-tahun. Fenomena ini tidak hanya mencerminkan lemahnya pengawasan dan penegakan hukum, tetapi juga menunjukkan adanya permasalahan sistemik dalam rantai pasok logistik nasional yang perlu segera diatasi.

Apa itu ODOL?

ODOL (Over Dimension Over Loading) merujuk pada kondisi kendaraan yang dimensinya tidak sesuai dengan standar produksi pabrik dan mengangkut muatan melebihi batas beban yang ditetapkan dalam regulasi. Praktik ini umumnya dilakukan oleh pengusaha transportasi yang mengejar efisiensi biaya dengan cara yang tidak bertanggung jawab. Modifikasi kendaraan sering dilakukan di bengkel-bengkel tidak resmi yang mengubah bak truk menjadi lebih besar dari standar, sementara muatan yang diangkut bisa mencapai dua hingga tiga kali lipat dari kapasitas maksimal yang diizinkan.

Dampak Negatif ODOL

Dampak dari praktik ODOL sangat masif dan multidimensi. Dari sisi keselamatan, truk ODOL menjadi salah satu penyumbang terbesar kecelakaan lalu lintas fatal, seperti yang terjadi di Tol Cipularang. Kendaraan dengan muatan berlebih sangat rentan mengalami rem blong, terutama saat melewati tanjakan atau turunan, yang berpotensi menimbulkan kecelakaan beruntun dengan korban jiwa. Secara ekonomi, kerusakan infrastruktur akibat ODOL telah menghabiskan anggaran negara hingga Rp 43,45 triliun per tahun untuk perbaikan jalan dan jembatan. Keberadaan truk ODOL juga menciptakan persaingan usaha tidak sehat karena pelaku ODOL bisa menawarkan tarif lebih rendah dibandingkan pengusaha yang mematuhi aturan. Lebih jauh lagi, truk ODOL sering menjadi penyebab kemacetan karena pergerakan yang lambat, terutama di area tanjakan atau tikungan, yang pada akhirnya mengganggu kelancaran arus lalu lintas dan menurunkan efisiensi sistem transportasi secara keseluruhan.

Praktik ODOL juga berdampak signifikan terhadap usia infrastruktur transportasi. Jalan yang seharusnya bisa bertahan 10-15 tahun bisa rusak dalam waktu 3-5 tahun karena terus-menerus dilalui kendaraan dengan beban berlebih. Di pelabuhan, kendaraan ODOL berisiko menyebabkan kecelakaan fatal saat proses bongkar muat atau saat memasuki kapal ro-ro, yang dapat mengakibatkan tenggelamnya kapal akibat ketidakseimbangan muatan. Permasalahan ini semakin diperparah dengan lemahnya pengawasan dan masih maraknya praktik suap di jalan yang membuat pelaku ODOL bisa terus beroperasi tanpa sanksi yang tegas.

Implementasi Kebijakan Zero ODOL

Kecelakaan terjadi melibatkan sebuah truk pengangkut kardus di KM 92 ruas Tol Cipularang arah Jakarta pada pukul 15.15 WIB, Senin (11/11/2024).
Kecelakaan terjadi melibatkan sebuah truk pengangkut kardus di KM 92 ruas Tol Cipularang arah Jakarta pada pukul 15.15 WIB, Senin (11/11/2024). (Dok Jasa Marga)

Kementerian Perhubungan telah meluncurkan roadmap implementasi Zero ODOL sejak tahun 2017 dengan target pencapaian pada 1 Januari 2023. Program ini melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk Kementerian PUPR, Kementerian Perindustrian, Kepolisian, serta asosiasi pengusaha seperti APINDO dan APTRINDO. Melalui pendekatan komprehensif dan bertahap, pemerintah berupaya menghentikan praktik ODOL yang telah mengakar dalam industri logistik nasional.

Langkah-Langkah Strategis Pemerintah

Dalam mengimplementasikan kebijakan Zero ODOL, pemerintah telah mengembangkan sejumlah sistem pengawasan berbasis teknologi. Salah satunya adalah penerapan Tanda Bukti Lulus Uji elektronik (BLUe) yang berfungsi memperketat pengawasan terhadap uji berkala kendaraan atau KIR yang wajib dilakukan setiap 6 bulan sekali. Sistem ini terintegrasi dengan Unit Pelaksana Uji Berkala Kendaraan Bermotor (UPUBKB) untuk memastikan kepatuhan pemilik angkutan barang terhadap standar keselamatan. Pemerintah juga telah mengimplementasikan teknologi Weight in Motion (WIM) di sejumlah ruas jalan tol strategis, yang memungkinkan pendeteksian kendaraan ODOL secara dinamis tanpa harus menghentikan kendaraan. Sistem ini terhubung dengan Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE) untuk penegakan hukum yang lebih efektif.

Sanksi dan Penegakan Hukum

Pemerintah menerapkan berbagai sanksi tegas bagi pelanggar ketentuan ODOL sesuai dengan UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Bentuk penindakan dimulai dari penilangan elektronik hingga transfer muatan bagi kendaraan yang kedapatan membawa beban berlebih. Dalam kasus pelanggaran berat, kendaraan dapat dilarang melanjutkan perjalanan dan harus melakukan normalisasi terlebih dahulu. Khusus untuk pelanggaran dimensi kendaraan, penyidikan dapat dilakukan terhadap perusahaan karoseri yang melakukan modifikasi illegal. Sepanjang awal tahun 2022 saja, Korlantas Polri telah menindak 29.859 kasus pelanggaran ODOL, dengan rincian 29.838 kasus over load dan 21 kasus over dimensi.

Pengawasan dan Koordinasi Lintas Sektor

Implementasi Zero ODOL membutuhkan koordinasi yang kuat antar instansi pemerintah dan stakeholder terkait. Unit Pelaksana Penimbangan Kendaraan Bermotor (UPPKB) yang tersebar di berbagai lokasi strategis menjadi garda terdepan dalam pengawasan kendaraan angkutan barang. Sistem jembatan timbang online (JTO) yang terintegrasi memungkinkan pemantauan real-time terhadap berat muatan kendaraan. Untuk meningkatkan efektivitas pengawasan, pemerintah juga membangun UPPKB di lokasi-lokasi strategis seperti pelabuhan, kawasan industri, dan pergudangan. Koordinasi dengan kepolisian dan PPNS Perhubungan Darat diperkuat untuk memastikan penegakan hukum yang konsisten dan bebas dari praktik pungli.

Tantangan dalam Implementasi

Kecelakaan beruntun di Tol Cipularang KM 92
Kecelakaan beruntun di Tol Cipularang KM 92. (Ist)

Meskipun kebijakan Zero ODOL telah dicanangkan dengan target implementasi penuh pada tahun 2023, berbagai tantangan masih menghadang efektivitas pelaksanaannya di lapangan. Kompleksitas permasalahan tidak hanya menyangkut aspek teknis dan ekonomis, tetapi juga melibatkan dinamika sosial dan politik yang membutuhkan penanganan komprehensif dari seluruh pemangku kepentingan.

Kendala Ekonomi

Faktor ekonomi menjadi salah satu tantangan terbesar dalam implementasi Zero ODOL. Proses normalisasi kendaraan membutuhkan investasi yang sangat besar bagi pengusaha angkutan barang. Menurut Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo), biaya yang diperlukan untuk memodifikasi satu unit truk agar sesuai standar bisa mencapai puluhan juta rupiah. Tantangan ini semakin berat mengingat banyak pengusaha yang mengoperasikan puluhan bahkan ratusan armada. Di sisi lain, normalisasi kendaraan berpotensi meningkatkan biaya logistik secara signifikan karena pengusaha harus menambah jumlah armada untuk mengangkut volume barang yang sama. Hal ini pada akhirnya akan berdampak pada daya saing industri nasional dan berpotensi menaikkan harga barang di tingkat konsumen.

Kendala Teknis dan Operasional

Infrastruktur pengawasan yang belum memadai menjadi kendala serius dalam penegakan Zero ODOL. Keterbatasan jumlah dan kapasitas jembatan timbang di beberapa lokasi strategis, terutama di Jawa dan Sumatera, menyebabkan antrian panjang yang berpotensi menimbulkan kemacetan baru. Sistem Weight in Motion (WIM) yang telah terpasang pun belum sepenuhnya terintegrasi dengan sistem penegakan hukum elektronik. Persoalan koordinasi antar instansi juga masih menjadi tantangan, dimana ego sektoral kadang menghambat efektivitas pengawasan dan penegakan hukum. Ditambah lagi, masih maraknya praktik pungli di lapangan yang justru kontraproduktif dengan semangat Zero ODOL.

Resistensi dan Adaptasi Industri

Tantangan implementasi juga muncul dari resistensi pelaku industri yang telah lama menjalankan praktik ODOL. Beberapa sektor industri, seperti produsen air minum kemasan, semen, baja, kaca lembaran, dan beton ringan, bahkan meminta pengecualian dari kebijakan ini hingga akhir 2022. Proses adaptasi industri terhadap regulasi baru membutuhkan waktu, terutama dalam hal penyesuaian model bisnis dan rantai pasok. Banyak perusahaan yang harus melakukan rekalkulasi biaya operasional dan memikirkan ulang strategi distribusi mereka. Di sisi lain, masih banyak bengkel dan karoseri ilegal yang tetap melayani modifikasi kendaraan melebihi dimensi standar, yang menunjukkan bahwa penegakan hukum belum sepenuhnya efektif menjangkau seluruh mata rantai industri transportasi barang.

Rekomendasi Penguatan Kebijakan Zero ODOL

Kecelakaan beruntun terjadi di Tol Cipularang KM 92 pada Senin (11/11/2024) (Istimewa)
Kecelakaan beruntun terjadi di Tol Cipularang KM 92 pada Senin (11/11/2024) (Istimewa)

Mengingat kompleksitas tantangan dalam implementasi Zero ODOL, diperlukan serangkaian langkah strategis untuk memperkuat efektivitas kebijakan ini. Pendekatan yang diambil harus bersifat holistik, melibatkan aspek regulasi, teknologi, ekonomi, dan sosial, serta mempertimbangkan kepentingan seluruh pemangku kepentingan dalam industri transportasi logistik nasional.

Penguatan Regulasi dan Pengawasan

Sistem pengawasan elektronik perlu terus dioptimalkan melalui integrasi berbagai platform teknologi yang sudah ada. Pengembangan sistem Weight in Motion (WIM) yang terintegrasi dengan ETLE dan database kendaraan nasional harus dipercepat untuk memungkinkan penindakan yang lebih efektif terhadap pelanggar ODOL. Koordinasi antar lembaga juga perlu diperkuat melalui pembentukan gugus tugas khusus yang melibatkan Kementerian Perhubungan, Kepolisian, Kementerian PUPR, dan instansi terkait lainnya. Sanksi hukum juga perlu dipertegas, tidak hanya pada sopir atau pemilik kendaraan, tetapi juga mencakup perusahaan pengirim barang dan bengkel karoseri yang melakukan modifikasi ilegal. Implementasi sanksi progresif dapat dipertimbangkan, dimana pelanggaran berulang akan mendapatkan hukuman yang lebih berat.

Dukungan untuk Pelaku Usaha

Pemerintah perlu mengembangkan skema insentif komprehensif untuk mendukung proses normalisasi kendaraan ODOL. Program ini bisa mencakup subsidi langsung untuk modifikasi kendaraan, kemudahan akses pembiayaan untuk pengadaan armada baru, serta insentif pajak bagi perusahaan yang mematuhi ketentuan Zero ODOL. Penetapan tarif angkutan yang adil juga menjadi kunci untuk menciptakan iklim usaha yang sehat. Pemerintah dapat memfasilitasi dialog antara pelaku usaha transportasi dengan pengguna jasa untuk menyepakati struktur tarif yang mempertimbangkan biaya operasional standar, termasuk komponen keselamatan dan perawatan kendaraan. Hal ini akan mencegah persaingan tidak sehat yang mendorong praktik ODOL.

Pengembangan Infrastruktur dan SDM

Peningkatan kapasitas infrastruktur pengawasan harus menjadi prioritas dalam implementasi Zero ODOL. Pembangunan jembatan timbang modern dengan sistem otomatis perlu dipercepat di lokasi-lokasi strategis, terutama di kawasan industri dan pelabuhan. Pengembangan kompetensi SDM juga tidak kalah penting, mencakup pelatihan untuk petugas pengawas, sosialisasi kepada pelaku usaha, hingga sertifikasi untuk sopir angkutan barang. Program edukasi berkelanjutan perlu dilakukan untuk meningkatkan kesadaran seluruh pemangku kepentingan tentang pentingnya kepatuhan terhadap regulasi angkutan barang, termasuk dampak ODOL terhadap keselamatan dan infrastruktur jalan.

Inovasi Teknologi dan Sistem Informasi

Pemanfaatan teknologi informasi dalam pengawasan dan penegakan Zero ODOL perlu terus dikembangkan. Implementasi sistem track and trace berbasis GPS untuk memantau pergerakan kendaraan angkutan barang, pengembangan aplikasi mobile untuk pelaporan pelanggaran oleh masyarakat, serta integrasi data antar instansi melalui platform single window dapat meningkatkan efektivitas pengawasan. Inovasi dalam metode penimbangan dinamis dan sistem deteksi otomatis kendaraan ODOL juga perlu terus dikembangkan untuk memungkinkan pengawasan yang lebih efisien dan akurat.

Kebijakan Zero ODOL merupakan langkah penting dalam menciptakan sistem transportasi yang aman dan berkelanjutan di Indonesia. Tragedi di Tol Cipularang menjadi pengingat bahwa implementasi kebijakan ini tidak bisa ditunda lagi. Diperlukan komitmen kuat dari seluruh pemangku kepentingan untuk mewujudkan transportasi yang lebih aman di Indonesia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya