Tak Mudik Tahun Ini Bisa Bantu Pulihkan Sektor Pariwisata Indonesia Lebih Cepat

Kemenparekraf memprediksi masa tanggap darurat pandemi corona COVID-19 baru bisa berakhir pada Juni 2020.

oleh Komarudin diperbarui 02 Apr 2020, 05:04 WIB
Diterbitkan 02 Apr 2020, 05:04 WIB
Wajah Lesu Para Bule Usai Dievakuasi dari Gili Trawangan
Turis asing yang dievakuasi dari Gili Trawangan tiba di Pelabuhan Bangsal, Lombok Utara, NTB, Selasa (7/8). Gempa 7 skala Richter mengguncang Lombok dan menewaskan 91 orang. (ADEK BERRY/AFP)

Liputan6.com, Jakarta - Pandemi corona COVID-19 yang terjadi di dunia membawa dampak yang sangat besar terhadap Indonesia, tak hanya soal kesehatan dan sosial masyarakat, tapi juga pariwisata. Selama ini, pariwisata menjadi penyumbang pendapatan terbesar kedua setelah migas.

Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif mengambil langkah-langkah untuk mengatasi itu, mulai dari masa tanggap darurat, masa pemulihan, dan masa normalisasi terhadap pariwisata.

"Masa tanggap darurat itu akan berakhir pada 29 Mei 2020," ujar Deputi Pengembangan Destinasi dan Infrastruktur Kemenparekraf RI Hari Santosa Sungkari dalam diskusi virtual yang diselenggarakan Asosiasi Desa Wisata Indonesia (ASIDEWI) Jawa Barat, Selasa, 31 Maret 2020.

Setelah masa tanggap darurat, lanjut Hari, akan ada masa pemulihan yang berlangsung mulai Juni hingga Desember 2020. Sementara, masa normalisasi akan berlangsung pada Januari hingga Desember 2021.

"Sudah banyak ahli yang membicarakan tentang itu. Skenario pertama kami berpikir bahwa masa tanggap darurat akan berakhir pada April, ada juga yang hingga Mei 2020. Sekarang, kami lebih optimis pada Juni 2020," jelas Hari.

Saat masa pemulihan nanti, kata Hari, Kemenparekraf bertugas memberi kesan pada dunia bahwa Indonesia itu aman dan sehat. Dalam masa itu juga harus berupaya untuk mengurangi mereka yang terinfeksi virus corona dan juga menyiapkan destinasi-destinasi wisata dengan berbagai SOP agar saat wisatawan datang sudah steril.

"Jadi, harus memberi kesan bahwa tempat yang mereka kunjungi itu steril, aman, dan sehat. Semoga nanti kita mulai dengan usaha Nusantara," kata Hari.

Hari menambahkan, kapan pandemi corona COVID-19 akan berakhir sangat tergantung pada menurunnya tingkat mereka yang terinfeksi virus tersebut. Ia berharap tidak ada arus mudik yang besar, sehingga bisa penyebaran itu bisa dilokalisir. Dengan begitu, pariwisata bisa kembali bergerak.

**Ayo berdonasi untuk perlengkapan medis tenaga kesehatan melawan Virus Corona COVID-19 dengan klik tautan ini.

Pariwisata ke Depan

Ditemani TGB, Jokowi Bagi-Bagi Buku untuk Korban Gempa Lombok
Presiden Joko Widodo atau Jokowi bersama Gubernur NTB Tuan Guru Bajang (TGB) Zainul Majdi berbincang anak-anak saat mengunjungi korban gempa di Desa Madayin, Sambelia, Lombok Timur, NTB, Senin (30/7). (Agus Suparto/Indonesian Presidential Palace/AFP)

Sementara itu, praktisi pariwisata Indonesia Taufan Rahmadi mengungkapkan bahwa saat ini kondisi pariwisata Indonesia sangat terpuruk akibat corona COVID-19. Selain itu, menurut Taufan, faktor lain yang membuat pariwisata Indonesia terpuruk adalah gempa bumi dan kondisi politik.

"Jangan pernah kita sepelekan masalah mitigasi. Selama ini, soal mitigasi itu masih dalam tahap rencana, seharusnya yang dibicarakan adalah step aplikasinya untuk recovery, A,B, C, D," kata Taufan. "Seharusnya mitigasi itu sudah dipersiapkan, harus dimengerti, dijalankan, bukan lagi pada tahap rencana," imbuh Taufan.

Oleh karena itu, Taufan mendorong agar masalah mitigasi itu masuk dalam Undang-Undang Kepariwisataan agar mempunyai kekuatan hukum tetap. Dia juga mengusulkan tentang lima destinasi superprioritas, mana yang rawan bencana dan mana yang sekarang dimitigasi sehingga mudah diimplementasikan.

Dalam pandangan pengajar dan Kepala Pusat Kajian Pariwisata Universitas Pancasila, Fahrurozy Darmawan mengatakan bahwa ke depan pascakrisis pariwisata perlu dikuatkan kembali social enterprise, seperti koperasi, Bumdes (Badan Usaha Milik Desa) karena semua itu sangat dekat dengan masyarakat.

"Mereka dapat memberikan simpan pinjam, mereka juga dapat menyediakan hal-hal yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Oleh karena itu, saat terjadi krisis (pariwisata) kembali terulang, maka sudah bisa diatasi di level masyarakat sendiri. Selain itu, kita juga jangan terlalu tergantung pada satu industri pariwisata, khususnya bagi daerah-daerah yang sangat menggantungkan diri pada usaha pariwisata, maka harus diberikan diversifikasi usaha. Nah, ini tugasnya pemerintah," tandas Fahrurozy.

Saksikan video pilihan di bawah ini :

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya