Liputan6.com, Jakarta - Industri kecantikan kini kian berkembang pesat. Karena itu, kualitas dan keamanan produk menjadi prioritas nomor satu. Begitu pula dengan produk perawatan kulit atau biasa disebut skincare.
Sebagai konsumen, tentu Anda akan merasa lebih nyaman dan percaya dengan produk skincare yang memiliki klaim menjanjikan serta yang sudah teruji secara klinis. Sebelum menentukan kualitas dan keamanan sebuah produk, diperlukan riset dan uji dermatologis secara menyeluruh.
Advertisement
Baca Juga
Hal itu perlu dilakukan agar tidak ada produk skincare yang mengandung bahan-bahan berbahaya untuk kulit yang tersebar luas di pasaran. Lalu, bagaimana tahapan uji dermatologis bagi produk-produk skincare di Indonesia saat ini?
Menurut Koko Kriuk, pemilik Maklon Skincare, sebenarnya untuk uji dermatologis merupakan wewenangnya BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan).
"Jadi ketika kita membuat produk suatu merek, kita sudsh melalui proses pendaftaran di BPOM , dimana semua bahan yang ada dicantumkan dalam kemasan. BPOM juga telah mengeluarkan aturan bahan bahan yang bisa lulus uji dan yang tidak diperbolehkan," terang Koko pada Liputan6.com, Jumat, 26 Februari 2021.
Dengan begitu, proses keluarnya ijin BPOM dipastikan sudah memnuhi standar mutu yang berlaku di Indonesia. Tapi kenyataanya dilapangan, menurut Koko, terkadang ada oknum yang menyalahi aturan yang berlaku, Misalnya, apa yang didaftarakan dalam suatu produk yang sudah keluar ijin BPOM nya ditambahi atau diubah komposisinya.
Â
**Ibadah Ramadan makin khusyuk dengan ayat-ayat ini.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Mengecek ke BPOM
Terkadang ada produsen yang menyalahgunakan ijin BPOM untuk keuntungan mereka sendiri. Lalu, bagaimana konsumen bisa terhindar dari produk-produk seperti itu?
"Harusnya masyarakat lebih aware, ketika menemui produk yang mencantumkan tidak ada bahan berbahaya, tetapi menyebabkan iritasi, kemerahan, pengelupasan dan lain-lain. Itu harus diwaspadai," ungkap Koko.
"Supaya lebih aman, kita bisa cek melalu situs resmi BPOM apakah benar nomor NA ijin BPOM nya, atau jangan-jangan berbeda dan produk palsu," lanjutnya.
Ia menambahkan, kalau konsumen merasa dirugikan atau produk yang mereka pakai bermasalah, bisa melakukan pengaduan juga ke BPOM. Hal serupa juga dilakukan produk skincare lokal lainnya, Whitelab.
Dalam pesan pada Liputan6.com, Kamis, 25 Februari 2021, mereka melakukan pengujian dermatologi melalui lembaga resmi yaitu melalui BPOM. Untuk satu produk biasanya dilakukan pengujian selama satu sampai dua bulan sebelum kemudian ditetapkan apakah produk tersebut lolos uji dan layak pakai.
Advertisement
Harus Aman Bagi Konsumen
Sementara menurut dokter spesialis kulit, dokter Wisnu,, semua produk termasuk skincare yang akan dijual ke pasaran harus melalui uji dermatologis.
"Tahapan pengujiannya itu, bahan-bahan dan dosis yang ada di sebuah produk itu harus disesuaikan dengan permasalahan pada kulit. Bahan-bahannya juga harus aman bagi konsumen," jelas dokter Wahyu pada Liputan6.com, Jumat, 26 Februari 2021.
Sedangkan konsumen bisa berpedoman pada label registrasi BPOM yang biasanya sudah ada pada produk-produk yang sudah beredar secara resmi.
"Konsumen bisa mengecek langsung ke BPOM tentang produk skincare yang mereka pakai. Mungkin lebih aman lagi kalau ingin menggunakan produk skincare bisa berkonsultasi atau dibawah pengawasan dokter ahli," ujar dokter Wahyu.
8 Tips Nyaman Pakai Masker Cegah Covid-19
Advertisement