Liputan6.com, Jakarta - Penyidik Dirtipideksus Bareskrim Polri terus mendalami kasus dugaan tindak pidana pencucian uang atau TPPU hasil penjualan kondensat bagian negara yang melibatkan PT TPPI dan SKK Migas serta Kementerian ESDM. Penyidik akan meminta keterangan dari mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani. Ia kini berada di Amerika Serikat karena menjabat sebagai Direktur Pelaksana Bank Dunia.
Bila Sri Mulyani diperiksa, maka penyidik akan mengonfirmasi soal penandatanganan surat yang menjadi dasar penunjukan penjualan kondensat milik negara ke PT TPPI tanpa melalui lelang terbatas. Saat Sri Mulyani menjabat Menteri Keuangan ia pernah menyetujui surat penjualan kondesat antara SKK Migas dengan PT TPPI.
"Beliau menandatangani surat kan, surat yang ditandatangani itu dasarnya dia itu kan menunjuk surat dari TPPI dari SKK Migas, mestinya kan kalau memberikan cara pembayaran seharusnya dasarnya bukan TPPI itu, tapi kontrak kerja. Ini ada masalah apa," beber Dirtipideksus Polri Brigjen Pol Victor E Simanjuntak di Mabes Polri, Jakarta, Senin (1/6/2015).
Penunjukan Langsung
Sebab, menurut Victor, dalam penunjukan penjualan langsung kepada PT TPPI itu ada aturannya. Penunjukan langsung itu harusnya sudah melalui lelang terbatas.
"Kalau sudah mentok enggak bisa gagal, maka dilakukan penunjukan langsung," ujar dia.
Kemudian, sambung Victor, penunjukan langsung itu dari Direktur pemasaran di SKK Migas harus memberikan undangan dengan disertai persyaratan yang harus dicukupi calon pembeli. Dengan adanya persyaratan itu calon pembeli pun harus mengembalikan dengan persyaratan.
"Kalau itu dilaksanakan baru dibentuk tim penunjuk. Tim penunjuk yang dibentuk sampai memenuhi syarat baru dilakukan penunjukan langsung. Harus ada jaminan lebih besar dari nilai pekerjaannya. Yang terjadi tanpa jaminan dan belum pernah ada lelang terbatas," terang Viktor.
Meski begitu, jenderal polisi bintang 1 itu tak mau gegabah mengambil kesimpulan terkait status Sri Mulyani dalam kasus ini. Ia menuturkan penyidik masih melihat
surat persetujuan cara pembayaran dari PT TPPI ke SKK Migas.
"Kita mau tanya cara pembayaran apa ini? Apakah sudah ada kontrak kerja SKK Migas dengan TPPI sehingga disetujui? Jangan dicurigai dulu. Ini suratnya dulu apa? Kita (penyidik) harus tahu," tutur dia.
Adapun menurut Viktor, persyaratan penunjukan langsung sudah ada di Surat Keputusan No 20 Kepala BP Migas 2003. Penunjukkan tim No 24 keputusannya di antaranya ialah bahwa lelang terbatas gagal.
"Kenyataannya belum ada lelang sudah penunjukan langsung," ucap dia.
"Penunjukan langsung April 2010. Mei 2009 sudah lifting lebih dari 10 kali lebih. Berarti kan belum ada kontrak. Lifting itu artinya TPPI sudah mengambil kondensat sejak Mei. Bahkan dalam proses yang lebih dari 10 kali ada yang menunggak hingga 40 hari. Mestinya 30 hari. Sudah nunggak, tapi malah diberi kontrak penunjukan langsung," jelas Viktor.
>> Pemeriksaan Sri Mulyani Gagal >>
Pemeriksaan Sri Mulyani Gagal
Pemeriksaan Sri Mulyani Gagal
Dirtipideksus Polri Brigjen Pol Victor E Simanjuntak mengungkapkan, kini penyidik sedang membuat dan menjadwal ulang surat panggilan pemeriksaan Sri Mulyani sebagai saksi dalam kasus dugaan tindak pidana pencucian uang atau TPPU hasil penjualan kondensat bagian negara yang melibatkan PT TPPI dan SKK Migas serta Kementerian ESDM.
Namun, menurut Victor, pemanggilan Sri Mulyani terpaksa ditunda karena alamat dalam surat pemanggilan tidak sesuai. Penjadwalan ulang ini akan disampaikan ke Kementerian Luar Negeri pada 10 Juni mendatang.
"Mau dipanggil 3 Juni, alamatnya pakai alamat dulu. Bukan itu lagi, sehingga harus dijadwal ulang. Surat baru mau dilayangkan ke Kemlu (Kementerian Luar Negeri), kemarin tidak sampai harusnya tanggal 3 Juni diperiksa. Ia berada di luar negeri, melalui Kemlu nanti surat akan dikirim," ungkap Viktor.
Keterangan Sri Mulyani sendiri amatlah diperlukan. Untuk itu pihaknya berharap yang bersangkutan mau memenuhi panggilan penyidik. Hingga kini penyidik sudah memeriksa 30 saksi, yaitu dari pihak SKK Migas, PT TPPI dan Kementerian ESDM.
"Berharap yang bersangkutan datang supaya memperjelas penyidikan kita," tutur dia.
Indikasi Tindak Pidana
Untuk diketahui, penyidik menemukan sejumlah indikasi tindak pidana. Pertama, penunjukan langsung PT TPPI oleh SKK Migas untuk menjual kondensat. Kedua, PT TPPI telah melanggar kebijakan wakil presiden untuk menjual kondensat ke Pertamina. PT TPPI malah menjualnya ke perusahaan lain.
Penyidik juga menemukan bahwa kontrak kerja sama SKK Migas dengan PT TPPI ditandatangani Maret 2009, tetapi PT TPPI sudah menerima kondensat dari BP Migas sejak Januari 2009 untuk dijual. PT TPPI juga diduga tidak menyerahkan hasil penjualan kondensat ke kas negara.
Penyidik telah mengantongi kalkulasi dari Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) soal kerugian negara akibat dugaan korupsi itu, yakni mencapai US$ 139 juta. Penyidik juga berkoordinasi dengan PPATK untuk menelusuri aliran dana itu.
Sebelumnya, penyidik menemukan surat Menteri Keuangan dalam proses penunjukan langsung penjualan kondensat jatah negara SKK Migas dengan PT TPPI. Surat itu merupakan persetujuan cara pembayaran kondensat dengan catatan sepanjang melalui prosedur yang berlaku.
Sementara itu, Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) 2012 disebutkan, Menkeu mengetahui TPPI mengalami kesulitan keuangan, sehingga kesulitan memperoleh modal kerja. Hal itu sebagaimana terungkap dalam Surat Direktur Utama TPPI kepada Menteri Keuangan TPPI/DEPKEU/L-087 tanggal 19 Desember 2008 perihal Permohonan Persetujuan Tata Cara Pembayaran Kondensat yang dikelola BP Migas untuk diolah TPPI.
Tapi menurut laporan itu, Menkeu tetap memberikan persetujuan pembayaran tidak langsung melalui Surat Nomor S-85/MK.02/2009 tertanggal 12 Februari 2009 dengan merujuk Surat Deputi Finansial ekonomi dan Pemasaran BP Migas kepada Direktur PT TPPI Nomor 011/BPC0000/2009/S2 tanggal 12 Januari 2009 tentang Penunjukan PT TPPI sebagai penjual kondensat bagian negara.
Sejauh ini, penyidik Bareskrim Polri sudah menetapkan tiga tersangka berinisial DH, HW, dan RP. Selain itu, penyidik juga telah meminta keterangan beberapa pejabat terkait seperti mantan Dirjen Migas Evita Legowo dan mantan Kepala BP Migas Raden Priyono. (Ans)
Advertisement