Alasan BW Cabut Lagi Pemohonan Praperadilannya

Putusan hakim sering kali dinilai janggal dalam praperadilan yang menyangkut KPK dengan Polri.

oleh FX. Richo Pramono diperbarui 15 Jun 2015, 13:34 WIB
Diterbitkan 15 Jun 2015, 13:34 WIB
Bambang Widjojanto Ajukan Gugatan UU KPK ke MK
Wakil Ketua KPK non aktif, Bambang Widjojanto berbincang dengan kuasa hukumnya saat sidang uji materi UU Komisi KPK di Gedung MK, Jakarta (10/6/2015). Bambang sebagai pemohon menggugat Pasal 32 ayat 2 UU KPK. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Sidang perdana permohonan praperadilan yang diajukan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif Bambang Widjojanto (BW) pada hari ini, berakhir pada pencabutan. Untuk ketiga kalinya, BW mencabut permohonan atas penetapan tersangka yang dilakukan kepolisian padanya.

Serangkaian alasan menjadi penguat mengapa pencabutan ini kembali dilakukan oleh BW. Tim pengacara BW berpandangan, persidangan praperadilan lain yang telah berjalan sebelumnya melawan Polri, berjalan menyimpang dan tidak mendasar.

"Berdasarkan fakta-fakta, proses, jalannya persidangan, serta putusan praperadilan dalam kasus-kasus seperti yang penasihat hukum jalani dalam persidangan Novel Baswedan, maupun perkara-perkara lain seperti praperadilan Budi Gunawan, Ilham Arief Sirajuddin, Hadi Purnomo, dan lainnya di PN Jakarta Selatan telah di luar nalar atau logika hukum," kata salah satu pengacara BW, Abdul Fickar, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (15/6/2015).

Fickar menyatakan, kasus KPK vs Polri di PN Jakarta Selatan seperti sudah dalam skenario dan hasil akhirnya pun sudah diketahui. Putusan hakim sering kali dinilai janggal dalam praperadilan yang menyangkut KPK dengan Polri.

"Dalam pemeriksaan praperadilan yang diajukan oleh Novel Baswedan, hakim praperadilan telah jelas dan nyata membiarkan saksi dalam pokok perkara memberikan keterangan meskipun sudah diprotes, bahkan menolak permohonan dengan argumentasi yang lemah dan bertentangan dengan hukum," ujar dia.

Selain itu tim pengacara memandang praperadilan yang berjalan di PN Jakarta Selatan seperti telah dibajak. Menjadi ajang arus balik gerakan anti korupsi itu sendiri.

"Berdasarkan hasil eksaminasi beberapa putusan terkait putusan-putusan praperadilan di atas, oleh ahli-ahli, ada kecenderungan bahwa tidak ada standar yang berbasis fakta dan argumentasi untuk menerima atau menolak permohonan. Ketiadaan standar itu juga menyangkut hukum acara praperadilan yang sampai saat ini belum juga dibuat oleh Mahkamah Agung," pungkas dia. (Mvi/Yus)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya