Jokowi: Jangan Ada Persepsi Pemerintah Perlemah KPK

Tim Komunikasi Presiden Teten Masduki mengatakan, tidak ada alasan merevisi UU KPK karena memperkuat KPK.

oleh Luqman Rimadi diperbarui 19 Jun 2015, 20:25 WIB
Diterbitkan 19 Jun 2015, 20:25 WIB
Jokowi Beberkan Hasil Pertemuan dengan Pansel KPK
Presiden Joko Widodo berjabat tangan dengan Pansel KPK, Jakarta, Senin (25/5/2015). Jokowi meminta Pansel untuk memilih calon pimpinan KPK yang kredibel dan dipercaya masyarakat. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengingatkan, jangan ada lagi persepsi di masyarakat bahwa pemerintah ingin memperlemah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), apalagi berniat merevisi UU KPK.

"Jangan ada lagi persepsi yang tumbuh di masyarakat bahwa pemerintah ingin memperlemah KPK. Apalagi berniat merevisi UU KPK, walau pun inisiatif tersebut bukan berasal dari pemerintah," ujar Jokowi dalam keterangan tertulis yang disampaikan Tim Komunikasi Presiden, Jumat (19/6/2015).

Jokowi menegaskan komitmennya dalam pemberantasan korupsi. Pemerintahan yang bersih akan meningkatkan kepercayaan investor dan publik, sehingga berkontribusi pada tingkat perekonomian nasional.

"Untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi, tindakan pencegahan tidak kalah pentingnya dengan tindakan penegakan hukum," kata dia.

Mencegah korupsi, kata Jokowi, bisa dilakukan dengan cara membangun sistem yang baik, membatasi kontak menggunakan teknologi informasi yang memiliki tingkat akuntabilitas tinggi seperti e-budgeting, e-procurement, e-catalogue, e-purchasing, serta pajak online.

"Semua itu akan mampu memperkuat sistem pengawasan dan akuntabilitas sistem pemerintahan, dan akan banyak mengurangi korupsi, baik di pusat maupun daerah," ujar dia.

Jokowi mencontohkan saat meninjau Pelabuhan Tanjung Priok 4 bulan lalu, ia memerintahkan jajaranya memangkas birokrasi dan menghapus pungutan liar atau pungli di pelabuhan. Agar dwelling time atau waktu tunggu kontainer di pelabuhan bisa dipangkas.  
Namun ketika melakukan sidak 2 hari lalu, Jokowi masih melihat belum ada semangat perubahan. Sehingga perbaikan yang diharapkan tidak bisa diwujudkan.

"Ini menandakan kualitas penegakan hukum masih belum baik. Rantai birokrasi masih panjang, baik dalam kecepatan pelayanan maupun persepsi yang ada di benak investor. Walau pun sudah ada Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) dan sistem pelayanan sudah terintegrasi, namun kecepatan pelayanan masih belum memadai," kata Jokowi.

Untuk itu, Presiden meminta agar dilakukan penyederhaan prosedur birokrasi agar proses pelayanan dapat berlangsun lebih cepat. "Ini menjadi tanggung jawab Menteri PAN-RB dan Kepala BPKP."

"Kementerian dan lembaga bisa mengadopsi sistem yang ada di swasta dan BUMN, agar ada penyederhanaan dalam pelayanan, misalnya dalam hal pengadaan barang dan jasa," sambung dia.

Tindaklanjuti ke DPR

Presiden Jokowi menegaskan penolakan revisi Undang-undang KPK yang diajukan DPR RI. Atas pernyataan tersebut, pihak Istana akan menindaklanjuti kepada DPR.

"‎‎Itu di-follow up Mensesneg dan Menkumham. Atinya kan kalau pemerintah menarik itu, Prolegnas jangka menengah maupun tahunan ditetapkan DPR dan pemerintah. Kalau sudah ditegaskan Presiden tidak mau, revisi kan harus dikeluarkan dari Prolegnas. Nah, itu Mensesneg yang akan menolak," ujar Tim Komunikasi Presiden Teten Masduki, di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, hari ini.

Sikap Presiden itu, menurut Teten, beralasan. Dalam situasi seperti saat ini yang terpenting adalah memperkuat KPK dalam menjalani tugas pemberantasan dan pencegahan korupsi. "Tidak ada alasan untuk merevisi karena memperkuat KPK, itu sekarang justru penting. Revisi itu akan memperlemah," kata Teten.

Tetan pun menegaskan, sikap Presiden tersebut menandakan polemik mengenai siapa pihak yang mewacanakan revisi undang-undang KPK sudah jelas. "Ya sekarang jelas. Artinya ini (polemik) sudah selesai," pungkas Teten.

Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Taufiequrrachman Ruki mengatakan, Presiden Jokowi secar‎a tegas menolak usulan revisi Undang-undang KPK. Sebab revisi dianggap dapat melemahkan peran KPK dalam pemberantasan korupsi.

"‎Presiden katakan tidak ada keinginan untuk melemahkan KPK. Maka dari itu usukan revisi KPK dengan 5 poin, Presiden menolak, kami akan bekerja dengan undang-undang yang ad‎a," ujar Ruki di Kantor Presiden,  Jumat (19/6/2015).

Mendengar hal itu, sebagai pimpinan KPK, Ruki mengaku cukup lega. Sebab, polemik tentang revisi UU KPK akan berakhir. KPK pun akan tetap bekerja sesuai undang-undang yang ada sekarang. "Itu membuat KPK lega, bebas tidak saling curiga," pungkas Ruki. (Rmn/Yus)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya