Mengeluh, Pemohon Uji Materi Penerbitan SIM Ditegur Hakim MK

Pemohon lain, Alvon Kurnia dari YLBHI, juga mempertanyakan alasan Majelis Hakim Konstitusi menelisik tanda tangan permohonan uji materi ini.

oleh Oscar Ferri diperbarui 22 Okt 2015, 16:41 WIB
Diterbitkan 22 Okt 2015, 16:41 WIB
20150630-Sidang Lanjutan Uji UU KPK-Jakarta 1
Suasana sidang Uji Materi UU KPK di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (30/6/2015). Sidang tersebut menghadirkan perwakilan Biro Hukum KPK guna menguji materi UU No.30 Tahun 2002. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang uji materi sejumlah pasal ‎‎Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian RI (UU Polri) dan UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ)‎.‎

Para pemohon mempermasalahkan kewenangan penerbitan Surat Izin Mengemudi (SIM), Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), dan Bukti Pemilik Kendaraan Bermotor (BKPB).

Namun sidang baru saja dimulai, Ketua Majelis Konstitusi Arief Hidayat menegur pemohon. Teguran ini bermula dari keluhan para pemohon, terkait panggilan pemeriksaan penyidik Bareskrim Polri soal dugaan tanda tangan palsu dalam perbaikan permohonan uji materi ini.

"Kami dipanggil (polisi) padahal status kami di sini sebagai pemohon. Seolah kami ini dikriminalisasi, seolah kami ini pesakitan," ujar seorang penggugat, Daniel, di ruang sidang utama Gedung MK, Jakarta, Kamis (21/10/2015).

Pemohon lain, Alvon Kurnia dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), juga mempertanyakan alasan Majelis Hakim Konstitusi menelisik tanda tangan permohonan ini. Apalagi, dirinya sudah sering bersidang di MK, namun baru kali ini dipermasalahkan.

"Menurut kami, ini bukan hal yang prinsipil," tegas Alvon.

Ketua Majelis Hakim Arief pun menegur para pemohon terkait keluhan mereka. Sebab, pemeriksaan sebagai saksi‎ bukan sebuah kriminalisasi, apalagi harus disebut sebagai pesakitan.

"Itu hak penyidik untuk memanggil saksi. Saksi itu bukan kriminalisasi, bukan pesakitan," tegas dia.

Arief menjelaskan, pihaknya meminta Polri menyelidiki indikasi tanda tangan palsu tersebut, sebab hanya Polri yang berwenang menangani masalah tersebut. Jika hasil penyelidikan membenarkan tanda tangan itu palsu, maka itu merupakan sebuah penghinaan terhadap peradilan dan MK.

"Kita minta klarifikasi, maka kami minta Polri untuk menyelidiki. Karena jika benar palsu, maka ini penghinaan terhadap persidangan MK," pungkas Arief. (Rmn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya