Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengritisi sikap Kejaksaan Agung yang memutuskan ikut mengusut dugaan pencatutan nama Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla, yang diduga dilakukan Ketua DPR Setya Novanto. Dia menuding Jaksa Agung HM Prasetyo ikut mengusut hanya demi kepentingan politik.
"Saya melihat dia sebagai Politisi Nasdem. Saya nggak bisa bicara banyak. Saya menyesalkan pernyataan Jaksa Agung. Dia berbicara bukan didasari sebagai orang hukum tapi sebagai politisi," kata Fahri dalam keterangan tertulisnya, Jakarta, Rabu (2/12/2015).
Dia juga menyatakan langkah Jaksa Agung tersebut hanyalah bentuk pencitraan. Sebab, HM Prasetyo belakangan ini disebut-sebut ikut terlibat kasus dugaan suap dana bansos Pemprov Sumatera Utara yang menjerat Gubernur Sumatera Utara nonaktif Gatot Pujo Nugroho dan bekas Sekjen Nasdem Patrice Rio Capella.
Baca Juga
"Jaksa Agung disebut dalam kasus Bansos dan dia politisi. Saya kasihan dengan 7.000 jaksa profesional kalau Jaksa Agungnya seperti ini," ujar dia.
Jaksa Agung HM Prasetyo sebelumnya menyebut ada mufakat jahat di balik pencatutan nama Presiden Jokowi, yaitu dugaan tindak pidana korupsi. Kejaksaan Agung berencana menyelidiki dugaan itu melalui rekaman pembicaraan antara Setya dan direktur perusahaan tersebut.
"Ya saat ini masih dalam tahap penyelidikan. Masih kita dalami untuk saat ini," kata Jaksa Agung HM Prasetyo saat dihubungi di Jakarta, Selasa 1 Desember 2015.
Menurut dia, jaksa akan mendalami dugaan pemufakatan jahat yang diduga dilakukan Ketua DPR Setya Novanto. Namun, dia masih menunggu hasil pendalaman yang dilakukan jaksa penyidik.
Pemufakatan jahat mengenai tindak pidana korupsi sendiri diatur dalam Pasal 15 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Meskipun tindak pidana korupsi belum dilakukan, tetapi melalui ucapan dan tindakan yang dilakukan memunculkan niat melakukan korupsi dapat dipidana.