Liputan6.com, Jakarta - Dalam lanjutan sidang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) terkait kasus dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan Ketua DPR Setya Novanto, Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin dicecar berbagai pertanyaan. Salah satunya mengenai 'papa minta saham'.
"Apakah Anda merasa diperas atau ditekan?" tanya anggota MKD Akbar Faisal kepada Maroef di dalam persidangan MKD, gedung DPR Jakarta, Kamis (3/12/2015).
Mendengar pernyataan itu, Maroef yang pernah menjadi Wakil Ketua Badan Intelejen Negara (BIN) tidak menjawab detail.
"Kesimpulan diperas bukan otoritas saya. Tapi di situ ada upaya meminta sesuatu yaitu saham 11 persen dan 9 persen," ungkap dia.
Maroef pun menegaskan, hal itu terkesan sebagai permintaan suatu bisnis. "Itu dalam meminta, untuk melakukan bisnis," pungkas Maroef.
Muncul permintaan saham itu, dari Riza Chalid, dan Setya Novanto, yang bertemu untuk yang ketiga kalinya, dengan Maroef.
Baca Juga
Dalam kesempatan itu, Riza mengatakan. "Pak, kalau gua, gua bakal ngomong ke Pak Luhut janganlah ambil 20%, ambillah 11% kasihlah Pak JK 9%. Harus adil, kalau enggak ribut," ucap Riza dalam transkip percakapan yang direkam Maroef.
Kemudian perkataan itu, ditimpali oleh Setya Novanto, yang mengatakan.
"Iya. Jadi kalau pembicaraannya Pak Luhut di San Diago, dengan Jim Bob, empat tahun lalu. Itu, dari 30 persen itu, dia memang di sini 10 %. 10 persen dibayar pakai deviden. Jadi dipinjemin tapi dibayar tunai pakai deviden. Caranya gitu, sehingga menggangu konstalasi ini. Begitu dengar adanya istana cawe-cawe, presiden nggak suka, Pak Luhut ganti dikerjain. Kan begitu. Sekarang kita tahu kuncinya. Kuncinya kan begitu begitu lhp hahahaha. Kita kan ingin beliau berhasil. Di sana juga senang kan gitu. Strateginya gitu lho.. Hahahaa," ucap Setya.