KPK Larang PNS Terima Gratifikasi Lebaran

KPK sudah mengirimkan ‎surat edaran kepada semua lembaga negara terkait pelarangan penerimaan gratifikasi tersebut.

oleh Oscar Ferri diperbarui 24 Jun 2016, 21:16 WIB
Diterbitkan 24 Jun 2016, 21:16 WIB
2-kpk-lelang-barang-131211b.jpg
Seorang petugas KPK melakukan pengecekan barang gratifikasi yang akan dilelang dalam Pekan Anti Korupsi di Istora Senayan Jakarta (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melarang pegawai negeri sipil (PNS) atau penyelenggara negara di seluruh Indonesia menerima gratifikasi dalam bentuk apa pun menjelang Hari Raya Idul Fitri, baik berupa uang, bingkisan, atau parsel.

KPK pun sudah mengirimkan ‎surat edaran kepada semua lembaga negara terkait pelarangan tersebut.

"Perayaan hari raya di Indonesia lekat dengan budaya dan punya nilai luhur, tapi tidak tertutup kemungkinan perayaan budaya keagamaan ditunggangi mereka yang memberikan suap atau gratifikasi atau hal lain yang dilarang undang-undang," ucap Direktur Gratifikasi KPK, Giri Suprapdiono di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (24/6/2016).

‎PNS di Indonesia, lanjut dia, jumlahnya lebih dari 5 juta orang. Di antaranya ada pegawai lembaga negara, TNI-Polri, pegawai BUMN-BUMD, dan pegawai di penyelenggaraan negara lain di semua level.

‎"Kita lebih menganjurkan penerimaan itu diberikan kepada orang yang membutuhkan. Bukan kepada pejabat yang sudah dibayar oleh negara dari pajak-pajak masyarakat Indonesia," kata Giri.

KPK pun juga mengimbau agar masyarakat atau pihak perusahaan swasta untuk tidak memenuhi jika ada permintaan tunjangan hari raya (THR) dari PNS‎.

Pun begitu sebaliknya, jika ada pemberian akan lebih baik pejabat atau PNS bersangkutan menolaknya. Karena kalau diterima akan sangat dekat dengan pidana gratifikasi, dalam hal ini bisa dipidana penjara minimal empat tahun atau bisa sampai seumur hidup‎.

‎"Mengapa larang permintaan THR, karena permintaan THR ini sama dengan alasan larangan parsel, pegawai negeri sudah dibayar dari uang masyarakat, jadi jangan diberikan lagi," kata dia.

"Kalau ada konsekuensinya si perusahaan menolak untuk memberikan THR, silakan dilaporkan ke KPK, karena ini indikasi pemerasan dan tindak pidana lain," ucap Giri.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya