Jadi Tersangka Lagi, Setnov Mengaku Elektabilitas Golkar Meroket

Selain itu, dia juga membantah kunjungannya ke NTT sebagai upaya mangkir dari panggilan KPK.

oleh Ola Keda diperbarui 13 Nov 2017, 19:33 WIB
Diterbitkan 13 Nov 2017, 19:33 WIB
Senyum Semringah Setya Novanto di Peresmian Pembangunan Gedung DPP Golkar
Ketua Umum Golkar, Setya Novanto didampingi Ketua Dewan Pembina Aburizal Bakrie (kanan) dan Anggota Dewan Kehormatan Golkar MS Hidayat saat peresmian pembangunan Gedung Panca Bakti DPP Golkar di Slipi, Jakarta, Minggu (12/11). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Kupang - KPK kembali menetapkan Ketua DPR Setya Novanto menjadi tersangka kasus dugaan korupsi e-KTP. Namun, alih-alih merasa status tersangka itu akan memberatkan Partai Golkar yang dipimpinnya, Setnov mengaku sebaliknya.

"Elektabilitas Golkar terus membaik, dari 11,4 persen sekarang sudah 16,8 persen," ujar Setya Novanto kepada Liputan6.com di Kupang, Nusa Tenggara Timur, Senin (13/11/2017).

Selain itu, dia juga membantah kunjungannya ke NTT sebagai upaya mangkir dari panggilan KPK.

"Saya tidak menghindar, karena ini tugas kenegaraan, sehingga kita pentingkan dulu tugas kenegaraan," kata pria yang karib disapa Setnov itu.

Dia juga mengaku masih mempelajari masalah hukum terkait penetapannya sebagai tersangka dalam kasus korupsi e-KTP. "Saya tetap menghormati proses hukum dan nanti kita lihat perkembangan berikutnya," kata Setnov.

Demikian pula terkait rencana untuk kembali melakukan upaya praperadilan, Setnov mengaku belum berpikir ke arah sana.

Upaya Jemput Paksa

Sementara itu, KPK tengah mempertimbangkan untuk menjemput paksa Setnov. Pasalnya, Setnov sudah tiga kali mangkir dari panggilan KPK.

Wakil Ketua KPK Laode M Syarif tidak hafal hari ini merupakan pemanggilan Novanto yang ke berapa. Namun, ia memastikan akan menggunakan kewenangan yang diamanatkan undang-undang untuk menghadirkan Setnov.

"Kalau pada panggilan ketiga tidak hadir, maka KPK berdasarkan hukum kan bisa memanggil dengan paksa, seperti itu," ujar Laode M Syarif di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (13/11/2017).

Menurut dia, berdasarkan peraturan undang-undang, penyidik diperbolehkan untuk menjemput paksa seseorang. Untuk itu, KPK mulai mempertimbangkan hal tersebut.

"Kalau sekarang dia tidak hadir lagi, maka kan kita bekerja sesuai dengan aturan saja. (Jemput paksa) Itu salah satu yang dibolehkan oleh peraturan undang-undang, memanggil secara paksa," jelas Laode.

 

Saksikan vidio pilihan di bawah ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya