Liputan6.com, Kupang - KPK kembali menetapkan Ketua DPR Setya Novanto menjadi tersangka kasus dugaan korupsi e-KTP. Namun, alih-alih merasa status tersangka itu akan memberatkan Partai Golkar yang dipimpinnya, Setnov mengaku sebaliknya.
"Elektabilitas Golkar terus membaik, dari 11,4 persen sekarang sudah 16,8 persen," ujar Setya Novanto kepada Liputan6.com di Kupang, Nusa Tenggara Timur, Senin (13/11/2017).
Baca Juga
Selain itu, dia juga membantah kunjungannya ke NTT sebagai upaya mangkir dari panggilan KPK.
Advertisement
"Saya tidak menghindar, karena ini tugas kenegaraan, sehingga kita pentingkan dulu tugas kenegaraan," kata pria yang karib disapa Setnov itu.
Dia juga mengaku masih mempelajari masalah hukum terkait penetapannya sebagai tersangka dalam kasus korupsi e-KTP. "Saya tetap menghormati proses hukum dan nanti kita lihat perkembangan berikutnya," kata Setnov.
Demikian pula terkait rencana untuk kembali melakukan upaya praperadilan, Setnov mengaku belum berpikir ke arah sana.
Upaya Jemput Paksa
Sementara itu, KPK tengah mempertimbangkan untuk menjemput paksa Setnov. Pasalnya, Setnov sudah tiga kali mangkir dari panggilan KPK.
Wakil Ketua KPK Laode M Syarif tidak hafal hari ini merupakan pemanggilan Novanto yang ke berapa. Namun, ia memastikan akan menggunakan kewenangan yang diamanatkan undang-undang untuk menghadirkan Setnov.
"Kalau pada panggilan ketiga tidak hadir, maka KPK berdasarkan hukum kan bisa memanggil dengan paksa, seperti itu," ujar Laode M Syarif di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (13/11/2017).
Menurut dia, berdasarkan peraturan undang-undang, penyidik diperbolehkan untuk menjemput paksa seseorang. Untuk itu, KPK mulai mempertimbangkan hal tersebut.
"Kalau sekarang dia tidak hadir lagi, maka kan kita bekerja sesuai dengan aturan saja. (Jemput paksa) Itu salah satu yang dibolehkan oleh peraturan undang-undang, memanggil secara paksa," jelas Laode.
Â
Saksikan vidio pilihan di bawah ini:
Advertisement