Liputan6.com, Jakarta - Terdakwa kasus dugaan pembunuhan Ronald Tannur diputus bebas oleh Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Sementara di tingkat kasasi, majelis hakim Mahkamah Agung (MA) menganulir putusan tersebut dan menjatuhi hukuman 5 tahun penjara.
Meski begitu, publik masih menilai ringan hukuman untuk Ronald Tannur. Pihak MA pun lantas merespon keresahan masyarakat.
Advertisement
Baca Juga
“Jadi kan yang KUHP itu 351 itu kan penganiayaan yang mengakibatkan matinya orang. Itu ancaman pidananya paling tinggi adalah 7 tahun,” tutur tutur Juru Bicara MA Yanto kepada wartawan, Selasa (29/10/2024).
Advertisement
Menurutnya, lembaga MA pun tidak dapat mengintervensi keputusan hakim atas perkara apapun yang disidangkan.
“Nah terhadap pemidanaan itu menjadi hak daripada majelis hakim yang menangani, lembaga tidak bisa mendikte. Karena hakim adalah mandiri dan independen maka sepenuhnya adalah kewenangan majelis hakim,” jelas dia.
Majelis hakim PN Surabaya memutus bebas Ronald Tannur lantaran dianggap tidak melakukan pembunuhan yakni pelanggaran Pasal 338 KUHP dan penganiayaan yang menyebabkan kematian yaitu pelanggaran Pasal 351 ayat (3) KUHP, maupun Pasal 359 KUHP dan 351 ayat (1) KUHP.
Sementara majelis hakim MA menganulir, dengan menyatakan Ronald Tannur bersalah melakukan penganiayaan yang menyebabkan kematian seperti tertulis dalam Pasal 351 ayat (3) KUHP, sehingga dijatuhi dengan hukuman 5 tahun penjara.
“Dalam hal ini, lembaga tidak bisa mengatur atau mendikte tentang pidana yang dijatuhkan. Namun hal tersebut penuh mutlak kewenangan dari majelis hakim yang menangani perkara tersebut,” Yanto menandaskan.
MA Bentuk Tim Khusus
Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) resmi membentuk tim khusus yang akan melakukan pemeriksaan terhadap majelis kasasi perkara Ronald Tannur. Hal itu buntut pengungkapan Kejaksaan Agung (Kejagung) atas adanya makelar kasus atau markus di internal MA, setelah penangkapan tersangka Zarof Ricar.
“Pimpinan MA secara kolektif kolegial telah memutuskan membentuk tim pemeriksa yang bertugas melakukan klarifikasi terhadap majelis hakim kasasi perkara Gregorius Ronald Tannur,” tutur Juru Bicara MA Yanto di Gedung MA, Jakarta Pusat, Senin (28/10/2024).
Ada tiga hakim agung yang akan diperiksa, mereka adalah hakim ketua Dwiarso Budi Santiarto selaku Ketua Kamar Pengawasan, hakim Supriadi, dan hakim Edi Nur Ediono selaku Sekretaris Kepala Badan Pengawasan MA.
“Kepada masyarakat memeberikan kepercayaan dan waktu kepada tim untuk melakukan tugas tersebut,” jelas dia.
Menurut Yanto, pihaknya mengikuti keterangan yang disampaikan dari Kejagung, yang menyebutkan adanya dugaan komunikasi antara mantan petinggi MA Zarof Ricar dengan salah satu hakim tingkat kasasi.
“Disebutkan bahwa ada tersangka yang tertangkap, keterangan dari Kejaksaan Agung sudah menghubungi salah satu majelis hakim berinisial S. Untuk itu yang akan kita tindak lanjuti adalah statement Kejaksaan Agung itu,” ungkapnya.
“Mahkamah Agung berkomitmen tidak akan melindungi anggota yang melakukan perbuatan tidak benar,” Yanto menandaskan.
Advertisement
Temukan Uang Rp 1 Triliun di Rumah Petinggi MA
Penyidik Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) sangat terkejut saat menggeledah kediaman petinggi Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar (ZR) di Senayan, Jakarta Selatan. Bagaimana tidak, niat awal mencari bukti dugaan pemufakatan jahat suap kasasi kasus Ronald Tannur malah berujung temuan gepokan uang senilai hampir Rp 1 triliun.
Direktur Penyidikan (Dirdik) Jampidsus Kejagung Abdul Qohar mengulas, Zarof Ricar pernah menjabat sebagai Kepala Badan Diklat Hukum dan Peradilan MA. Meski telah pensiun pada 2022 lalu, nyatanya tidak membuatnya berhenti menjadi makelar kasus alias markus.
“Selain perkara permufakatan jahat, untuk melakukan suap tersebut, saudara ZR pada saat menjabat sebagai Kapusdiklat yang tadi saya katakan, menerima gratifikasi pengurusan perkara-perkara di MA,” tutur Qohar kepada wartawan, Sabtu (26/10/2024).
Tidak cuma uang yang jika dikonversikan ke rupiah bernilai Rp920.912.303.714 saja, penyidik juga menemukan emas dengan berat total sekitar 51 kilogram, atau setara di kisaran Rp 75 miliar.
Kepada penyidik, Zarof Ricar mengaku mengumpulkan uang dan emas itu mulai tahun 2012 sampai dengan 2022.
“Dari mana uang ini berasal, menurut keterangan yang bersangkutan bahwa ini diperoleh dari pengurusan perkara. Sebagian besar pengurusan perkara,” jelas Qohar.
Zarof Ricar pun tidak dapat merinci kasus yang diurusnya lantaran terlalu banyak. Terlebih, aksi tersebut digelutinya hingga 10 tahun lamanya, yang bahkan hingga pensiun pun tetap dijalani.
“Berapa yang mengurus dengan saudara? Karena sangking banyaknya dia lupa. Karena banyak ya,” ujar Qohar.
Adapun penggeledahan dilakukan penyidik di dua lokasi berbeda pada Kamis, 24 Oktober 2024, yakni di rumah Zarof Ricar yang terletak di kawasan Senayan, Jakarta Selatan dan penginapannya di Bali.
Hasilnya, dari kediaman tersangka disita SGD 74.494.427 dolar Singapura; USD 1.897.362 dolar Amerika Serikat; EUR 71.200 Euro; HKD 483.320 dolar Hongkong, dan Rp5.725.075.000.
Kemudian logam mulia emas antam dengan total 46,9 kilogram, dompet merah muda berisi 12 batang emas logam mulia seberat 50 gram per keping, dompet merah muda bergaris dengan isi tujuh batang emas Antam seberat 100 gram per keping, satu plastik berisikan 10 keping emas, dan tiga lembar sertifikat kuitansi emas.
Geledah Hotel
Sementara untuk hasil penggeledahan di hotel Le Meredian Bali tempat Zarof Ricar menginap, disita segepok uang tunai pecahan Rp100 ribu sehingga total Rp10 juta, satu ikat uang tunai pecahan Rp50 ribu dengan total Rp4,9 juta, satu ikat uang tunai pecahan Rp100 ribu sebanyak 33 lembar sehingga total Rp3,3 juta, dan satu ikat uang tunai pecahan Rp100 ribu sebanyak 19 lembar berikut pecahan uang Rp5 ribu sebanyak 5 lembar dengan total Rp1.925.000.
Tidak ketinggalan penyidik juga melakukan penyitaan terhadap barang elektronik berupa ponsel atau handphone milik tersangka Zarof Ricar.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) menangkap mantan petinggi Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar (ZR) terkait perkara terdakwa kasus pembunuhan Ronald Tannur. Nyatanya, dia akan menjadi perantara uang suap untuk hakim tingkat kasasi di Mahkamah Agung (MA).
“Di mana LR (pengacara Ronald Tannur) meminta ZR, agar ZR mengupayakan hakim agung MA tetap menyatakan Ronald Tannur tidak bersalah dalam kasasinya,” tutur Direktur Penyidikan (Dirdik) Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Abdul Qohar di Kejagung, Jakarta Selatan, Jumat (25/10/2025).
Qohar menyebut, tersangka Lisa Rahmat (LR) menyiapkan sebanyak Rp 5 miliar untuk hakim agung, sementara Zarof Ricar dibayar Rp 1 miliar atas jasanya membantu pengurusan perkara Ronal Tannur. Berdasarkan catatan Lisa Rahmat dan Zarof Ricar yang ditemukan penyidik, uang tersebut dimaksudkan untuk hakim MA, meski belum sempat berpindah tangan.
“Untuk hakim agung berinisial S, A, dan S lagi, yang menangani kasasi Ronald Tannur,” jelas dia.
Awalnya, Zarof Ricar menolak uang tunai dalam bentuk rupiah untuk suap hakim MA lantaran jumlahnya terlalu banyak. Sehingga, dia meminta kuasa hukum Ronald Tannur untuk menukarkannya dalam bentuk mata uang asing.
“Setelah menukarkan rupiah ke mata uang asing, LR ke rumah ZR di Jakarta Selatan. Setelah itu uang tersebut disimpan dalam brankas di dalam rumah ZR,” Qohar menandaskan.
Advertisement