Kepala Desa Terlibat Sindikat Penjual Gading Gajah Antarprovinsi

Gading gajah yang dijual sindikat itu berasal dari perburuan liar di Aceh.

oleh M SyukurWindy Phagta diperbarui 23 Mei 2016, 22:07 WIB
Diterbitkan 23 Mei 2016, 22:07 WIB
Gading Gajah
Gading gajah yang dijual sindikat itu berasal dari perburuan liar di Aceh.

Liputan6.com, Pekanbaru - Sindikat penjual gading gajah beraksi di Pekanbaru. Dalam penyelidikan terungkap jika sindikat itu melibatkan seorang kepala desa di Kabupaten Kampar, berinisial NA.

Pemimpin di Desa Gema, Kecamatan Kampar Kiri itu dibantu dua anggotanya, War dan Syr menampung hasil perburuan liar di Provinsi Aceh dan Riau.

"Penyidikan yang dilakukan, dua batang gading gajah sepanjang 171 cm ini diduga berasal dari Aceh. Sementara gading gajah yang berasal dari Riau masih dicari," kata Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Riau Kombes Rivai Sinambela di kantornya, Senin (23/5/2016).

Rivai menyebutkan gading gajah ilegal itu dibawa dari Aceh oleh dua tersangka lainnya, Ma'rup dan Yusuf. Keduanya diduga menampung hasil perburuan liar di Provinsi Serambi Mekkah itu sekitar dua bulan lalu.

Kepada petugas, keduanya mengaku baru satu kali ke Pekanbaru membawa gading dengan total nilai jual Rp 937 juta tersebut untuk dijual.

Berdasarkan pengamatan Rivai, gajah yang gadingnya disita itu sudah berusia tua. Hal itu dilihat dari panjang dan usia gading yang disita anggotanya pada Jumat pekan lalu.


"Berat gading ini 46,5 kilogram. Satu kilonya kalau dijual para tersangka ini Rp 20 juta. Jadi, dibawa keduanya dari Aceh dan menemui tiga pelaku lainnya untuk dijual kepada pemesan," sebut Rivai.

Pemesan gading gajah itu merupakan petugas polisi yang menyamar. Kepolisian sudah lama mengintai gerak-geriknya keduanya dan memesan gading gajah sehingga terjadi kesepakatan harga jual.

Selanjutnya, para tersangka diajak bertransaksi di sebuah rumah makan di Jalan Soekarno-Hatta, Pekanbaru pada Jumat pekan lalu.

"Kelimanya langsung ditangkap dan langsung dibawa ke Mapolda Riau untuk pengusutan lebih lanjut," sebut Rivai.

Kepolisian hingga saat ini masih mencari pemburu gajah, termasuk mencari gading dari Riau yang diduga juga disimpan para tersangka. Sementara, para tersangka dijerat dengan Pasal 21 ayat 2 huruf d dan atau Pasal 40 ayat 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Sumber Daya Alam Hayati dengan ancaman pidana 5 tahun penjara dan denda Rp 100 juta.

Pemusnahan Gading Gajah

Di tempat berbeda, BKSDA Aceh memusnahkan tiga opsetan (awetan) harimau sumatera, dua opsetan macan dahan dan dua gading gajah sumatera. Pemusnahan itu sebagai upaya pemberantasan jual beli satwa dilindungi baik dalam keadaan hidup maupun mati.

Pemusnahan barang bukti hasil rampasan dan temuan hasil kejahatan terhadap satwa dilindungi ini dilakukan di kantor Dinas Kehutanan Aceh, Senin (23/5/2016). Pemusnahan dilakukan dengan cara membakar barang bukti tersebut.

"Yang kita musnahkan ini karena kondisinya sudah rusak," ungkap Kepala BKSDA Aceh Genman.

Barang bukti opsetan satwa yang dilindungi itu merupakan hasil temuan dalam kurun waktu 2012 hingga 2015 yang dimiliki perorangan dan ditangkap saat hendak dijual atau disita di rumah pemiliknya.

Selain opsetan, satu kulit beruang madu dan satu kulit kucing hutan yang dirampas pada 23 Juni 2014 di Takengon, Aceh Tengah juga ikut dimusnahkan. Ada juga kulit harimau sumatera yang merupakan barang rampasan Pengadilan Negeri Kutacane.

Sejauh ini terdapat 12 kasus perdagangan satwa liar yang telah ditangani Dirkrimsus Polda Aceh yang melibatkan 30 tersangka sejak 2014 lalu.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya