Liputan6.com, Yogyakarta - Tidak banyak yang tahu jika ada pisang yang khusus untuk ritual. Namanya pisang Songgo Buwono merah. Pisang ini biasanya untuk kebutuhan ritual Keraton Yogyakarta.
Plt Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Yogyakarta, Sugeng Darmanto, mengatakan pisang Songgo Buwono ini menjadi salah satu pisang yang dikembangkan Dinas Pertanian dan Pangan Kota Yogya di Kebun Plasma Nutfah Pisang Yogyakarta. Kebun koleksi pelestarian pisang terlengkap di Indonesia seluas 12 ha ini juga menanam pisang dari keraton ini.
"Songgo Buwono ini jantungnya ke atas lainnya ke bawah. Pisang ini sebagai ritual keraton saat labuhan," katanya usai membuka gelar potensi pertanian di Balai Kota Jogja, Kamis, 12 April 2018.
Advertisement
Baca Juga
Sugeng mengatakan pisang Songgo Buwono ini ini buahnya tidak bisa dimakan karena buahnya sangat kecil dibandingkan buah lainnya. Selain itu, ciri pisang ini jantung pisangnya terlihat naik ke arah langit.
"Ini tidak dijual. Jarang yang makai, jadi keraton itu mau ada acara ke tempat kami. Biasanya untuk labuhan Merapi, Parangtritis dan keraton sendiri. Ini dapatnya juga dari keraton," katanya.
Pisang jenis ini bisa ditemukan di Keraton Yogya dan Solo saja, sehingga sangat jarang bisa ditemukan di pasaran.
"Paling tinggi segini (sekitar 1,5 meter) pohonnya kecil," katanya.
Walaupun sering digunakan untuk acara labuhan Keraton Yogya, Sugeng, mengaku tidak mengetahui cerita mistis yang menyertai pisang ini. Namun, yang jelas pisang ini masuk dalam program kebun plasma nutfah bersama dengan 249 jenis pisang lainnya.
Â
Raja Bagus dan Pisang Seribu
Sugeng mengatakan ia juga mempunyai pisang jenis Raja Bagus dan Pisang Seribu. Pisang Raja Bagus merupakan persilangan antra pisang raja dan pisang lokal, sehingga terlihat sangat bagus dipandang.
"Itu tanaman yang kita patenkan di Kementerian Pertanian," katanya.
Sugeng mengatakan pisang Seribu merupakan pisang hias yang meiliki buah pisang yang banyak. Namun, karena sangat banyak dan berjumlah kecil sehingga pisang ini tidak bisa dimakan.
"Ini pisangnya tidak bisa dimakan yang paling besar bisa, tapi ya itu hanya di kala tertentu," katanya.
Ia mengatakan semua pisang yang disebutkannya tadi saat ini menjadi perhatian dinasnya di kebun plasma nutfah pisang. Khususnya pisang Songgo Buwono yang masuk di kebunnya 13 tahun lalu.
"Jadi plasma nutfah pisang atas inisiatif Bu Tien Soeharto dan ini (Songgo Buwono) masuk sekitar 2005," katanya.
Advertisement
Gelar Potensi Pertanian
Sugeng mengaku Kota Jogja juga memiliki keanekaragaman tanaman pangan. Walaupun tidak memiliki lahan yang luas layaknya di kabupaten, Gelar Potensi Pertanian 2018 mulai 12-15 April 2018 jadi bukti warga Kota Jogja dapat berdikari.
"Tahun lalu masih kurang banyak diversifikasi tanaman yang muncul saat ini lebih variatif. Tahun ini ada padi di polybag," katanya.
Tidak hanya menampilkan keaneka ragaman tanaman pangan, dinasnya juga mengajak warga agar peduli dan mau makan ikan. Sebab, saat ini banyak yang belum tahu pentingnya makan ikan, terutama untuk menekan stunting.
"Kita pengin pertanian perkotaan tidak sebatas seperti ini. Gemar makan ikan juga perlu untuk meningkatkan gizi anak. Walaupun tingkat gemar makan ikan di Kota Jogja tinggi, tapi masih terhitung rendah. Ketika rendah ini kita tingkatkan makan ikan dan susu, sehingga bisa menekan stunting," katanya.
Pemerintah menggalakkan makan ikan dan minum susu kepada 340 anak pelajar SD dan SMP di Kota Yogya. Harapannya, anak-anak juga dapat mengetahui berbagai tanaman pangan yang sedang dikembangkan oleh warga Jogja.
"Kita larikan ke sini untuk mengenal alam karena banyak anak-anak yang tidak mengenal padi seperti apa, sih. Oh ini toh pohon nasi seperti ini. Total 34 stan," katanya