Liputan6.com, Gorontalo - Tak terasa, setelah 10 tahun menjabat sebagai Wali Kota Gorontalo, Sabtu 1 Juni 2024 kemarin menjadi hari terakhir Marten Taha menjabat wali kota.
Tentu bagi Marten, satu dekade itu bukan perkara mudah. Terlebih lagi ada dua Wakil Wali Kota Gorontalo yang berbeda mendampinginya. Meski begitu, kata Marten, semua pelaksanaan program selama dua periode dijalankannya terasa muda berkat ada kerja tim.
Sinergitas dan kolaborasi semua unsur baik OPD, Camat, Lurah sampai RT/RW dan jajaran Forkopimda di Kota Gorontalo juga menjadi penopang utama program bisa direalisasikan.
Advertisement
Baca Juga
“Separuh hidup saya saya habiskan mengabdi untuk daerah dan masyarakat. Sejak Gorontalo belum dimekarkan sampai dengan saat ini,” kata Marten.
Marten mengaku, dirinya bukanlah orang yang berlatar belakang birokrat yang memiliki pengalaman dalam menjalankan kerja-kerja pemerintahan.
Namun, karena adanya peran serta seluruh pejabat di lingkungan Pemerintah Kota Gorontalo, dirinya bisa menjalankan pemerintahanya dengan sangat baik.
“10 tahun saya menjabat benar-benar mendapatkan pelajaran besar dan memahami tentang dunia birokrasi. Terima kasih atas ilmunya,” jelasnya.
Akan tetapi, apa yang dikerjakan Marten Taha selama memimpin Kota Gorontalo coba kita sandingkan dengan data-data statistik yang tersedia. Misalnya, bagaimana perkembangan persentase penduduk miskin di Kota Gorontalo selama Marten Taha menjabat.
Menurut Data BPS Kota Gorontalo, persentase penduduk miskin di Kota Gorontalo pada Tahun 2014, atau tahun pertama Marten Taha menjabat, yaitu mencapai 5,85 persen.
Namun, pada Tahun 2015-2016 angkat persentase penduduk miskin di Kota Gorontalo tiba-tiba naik menjadi 06,05 persen. Pada 2017, 2018, hingga 2019, angkat persentase itu mengalami penuruan yang masing-masing mencapai 5,70 persen, 5,57 persen, dan 5,45 persen.
Sayangnya, pada 2020-2021, angka tersebut kembali naik mencapai 5,59 persen dan 5,93 persen. Pada 2022, angka kemiskinan itu kembali turun menjadi 5,73 persen.
Tahun 2023 kemarin, persentase penduduk miskin di Kota Gorontalo kembali turun mencapai 5,64 persen. Artinya, selama satu dekade Marten Taha menjabat Wali Kota Gorontalo, persentase penduduk miskin di Kota Gorontalo sangat fluktuasi.
Simak juga video pilihan berikut:
Inflasi Gorontalo Tertinggi Se-Indonesia
Inflasi Year on Year (y-on-y) Provinsi Gorontalo kembali Naik lagi pada bulan Mei 2024 ini. Menurut rilis BPS Provinsi Gorontalo menyebut, pada Mei 2024, inflasi di daerah serambi madina ini mencapai 4,91 persen.
Angka itu mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan angka inflasi pada April lalu yang mencapai 4,65 persen. Kenaikan inflasi itu disinyalir karena adanya kenaikan harga yang ditunjukkan oleh naiknya indeks pada semua kelompok pengeluaran.
Baca Juga
Kelompok pengeluaran itu, yaitu: kelompok makanan, minuman dan tembakau sebesar 11,22 persen, kelompok pakaian dan alas kaki sebesar 2,84 persen. Adapun kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga sebesar 0,14 persen;
Sedangkan kelompok perlengkapan, peralatan dan pemeliharaan rutin rumah tangga sebesar 0,68 persen; dan kelompok kesehatan sebesar 2,20 persen. Sementara kelompok transportasi sebesar 0,48 persen; dan kelompok informasi, komunikasi, dan jasa keuangan sebesar 0,50 persen;
Juga kelompok rekreasi, olahraga, dan budaya sebesar 0,43 persen; dan kelompok pendidikan sebesar 0,71 persen. Kelompok penyedia makanan dan minuman/restoran sebesar 6,10 persen; dan kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya sebesar 3,34 persen.
Mei 2024 Provinsi Gorontalo mengalami inflasi month to month (m-to-m) sebesar 0,30 persen dan deflasi year to date (y-to-d) sebesar 0,40 persen.
Angka inflasi yang terus mengalami kenaikan itu membuat Gorontalo menjadi Provinsi kedua tertinggi angka inflasi di seluruh Indonesia, setelah Papua Tengah.
Dimana, angka inflasi Papua Tengah mencapai 5,39 persen, dan Inflasi Gorontalo mencapai 4,91 persen. Setelah Gorontalo, ada Papua Barat yang angka inflasinya mencapai 4,51 persen, dan disusul oleh Riau yang mencapai 4,41 persen.
Sedangkan, angka inflasi di Sumatera Selatan dan Papua Selatan masing-masing mencapai 4,26 persen dan 4,19 persen. Adapun Sumatera Barat dan Sulawesi Utara menjadi Provinsi ke-7 dan 8 yang mengalami inflasi mencapai 4,17 persen dan 4,15 persen.
Sementara, Provinsi yang berada di posisi ke-9 dan 10 penyumbang Inflasi terbesar di Indonesia adalah Bengkulu dan Kepulauan Riau yang mencapai 3,71 persen dan 3,67 persen. Diketahui, Gorontalo juga menjadi daerah di Pulau Sulawesi yang angka inflasi tertinggi.
Advertisement