Liputan6.com, Bandung - Bandung menjadi tempat berlangsungnya dialog lintas agama yang digelar Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI dan Austria, Senin, 8 Juli 2024. Kedua negara diaku saling berkaca melihat upaya merawat toleransi dan kerukunan beragama-berkeyakinan, serta isu-isu krusial lainnya.
Acara yang diharapakan turut mempererat hubungan internasional kedua negara ini telah digelar sejak 2009. Dialog lintas agama antara Indonesia-Austria telah menginjak yang ke-8 kalinya.
Baca Juga
Sejumlah pemuka agama, serta peserta antargenerasi turut hadir pada acara yang dilaksanakan di Hotel Pullman tersebut, antara lain dihadiri perwakilan organisasi-organisasi keagamaan, mahasiswa, perwakilan Majelis Ulama Indonesia, aktivis keberagaman, dan lainnya.
Advertisement
Bagi Austria, Indonesia dipandang sebagai mitra yang penting dalam isu keberagaman, mengingat Indonesia merupakan negara yang menghimpun banyak suku bangsa dengan adat istiadat dan keyakinannya yang berbeda-beda. Indonesia dinilai sebagai negara yang terus berupaya menciptakan harmoni dan toleransi antarumat.
"Indonesia menjadi mitra yang penting bagi Austria. Banyak agama dan adat di sini, negara yang toleran," kata Kementerian Federal Republik Austria untuk Hubungan Eropa dan Internasional, Christoph Thun-Hohenstein, kepada wartawan di sela acara.
Christoph mengatakan, dialog lintas agama sangat penting terus dilanjutkan untuk menumbuhkan kesepahaman tentang pentingnya peran agama dalam kehidupan berbangsa. Selain itu, nilai-nilai agama juga dapat menjadi dasar dalam perjuangan menjaga lingkugan, semisal dalam isu perubahan iklim.
Â
"Indonesia dan Austria harus lebih lekat dan dekat," katanya. "Generasi muda juga perlu dilibatkan dalam pemahaman tolerasnsi beragama ini. Generasi muda harus tahu seberapa gentingnya ini," imbuh Christoph.
Sementara, Direktur Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik, Kemenlu Indonesia, Siti Nugraha Mauludiah menegaskan, melalui dialog lintas agama ini, kedua negara saling belajar satu sama lain untuk menghadapi masalah yang terjadi di negara masing-masing.
"Kita belajar dari mereka terkait penanganan masalah LSM, bagaimana kita mengadakan dialog dengan para LSM," katanya.
Saat ini, lanjutnya, pemahaman mengenai perbedaan agama sangat diperlukan dan pendidikan itu harus diberikan sejak dini. Di Indonesia sendiri, problem yang masih kerap terjadi di antaranya adalah bullying atau perundungan atas dasar perbedaan agama.
"Harus ditanamkan sejak kecil. Bullying itu bisa terjadi karena kita kurang mengenal dan memahami perbedaan," katanya.
Di sisi lain, Austria diaku turut belajar dari Indonesia mengenai gerak sosial Islam yang moderat, yang toleran.
Â
Siti menyampaikan, masalah yang tak bisa disangkal dan masih kerap terjadi di Austria, umumnya di Eropa, adalah prasangka atau label ekstrimis pada imigran atau pengungsi yang mayoritas muslim.
"Di Eropa banyak pengungsi dari Timur Tengah, banyak kecurigaan ke pengungsi karena ketidaktahuan, bahwa Islam itu dianggap membawa ekstrimisme," katanya.
Indonesia sendiri dikenal sebagai negara yang mumpuni dalam konteks Islam moderat. Austria diaku belajar bagaimana Indonesia menumbuhkan dan mengenalkan Islam moderat ke masyarakat.
"Misalnya, mereka datang ke Indonesia antara lain untuk belajar bagaimana pesantren dilaksanakan," kata Siti.
Siti berharap hubungan internasional yang positif antara Austria dan Indonesia dapat terus berlangsung, antara lain melalui konsistensi dialog lintas agama.
"Semoga dengan ini mendekatkan hubungan yang sudah dekat, hubungan Indonesia-Autria ini sudah 70 tahun. Tidak hanya kedekatan antarnegara tapi juga masyarakatnya," tandas Siti.