KPK Geledah Kantor Pemprov Jatim soal Dana Hibah

Tessa mengaku belum bisa memberikan informasi lebih detail soal kegiatan tersebut, termasuk soal ruang mana saja yang digeledah karena kegiatan tersebut masih berjalan.

oleh Tim Regional diperbarui 16 Agu 2024, 20:15 WIB
Diterbitkan 16 Agu 2024, 20:15 WIB
Jubir Baru Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Tessa Mahardika Sugiarto.
Jubir Baru Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Tessa Mahardika Sugiarto. (Merdeka.com/Rahmat Baihaqi)

Liputan6.com, Surabaya - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Pemerintah Provinsi Jawa Timur terkait penyidikan dugaan korupsi suap pengurusan dana hibah untuk kelompok masyarakat (pokmas) dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Jawa Timur tahun anggaran 2019-2022.

"Benar, ada kegiatan penggeledahan KPK di Pemprov Jatim terkait perkara dana hibah," kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika, Jumat (16/8/2024).

Tessa mengaku belum bisa memberikan informasi lebih detail soal kegiatan tersebut, termasuk soal ruang mana saja yang digeledah karena kegiatan tersebut masih berjalan.

Namun dia memastikan akan segera menyampaikan apa saja temuan dalam kegiatan tersebut setelah proses penggeledahan rampung.

"Untuk ruangannya sendiri saya tidak terinfo dimana saja. Sementara itu saja yang bisa dikonfirmasi saat ini dari penyidiknya. Kalau sudah selesai nanti kita update lagi," ujarnya.

Sebelumnya, tim penyidik KPK pada Jumat, 12 Juli 2024, mengumumkan telah menetapkan 21 tersangka dalam pengembangan penyidikan dugaan korupsi suap pengurusan dana hibah untuk kelompok masyarakat (pokmas) dari APBD Provinsi Jawa Timur pada tahun anggaran 2019-2022.

"Mengenai nama tersangka dan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh para tersangka akan disampaikan pada waktunya bilamana penyidikan dianggap cukup," ujar Tessa.

Juru Bicara sekaligus penyidik KPK itu menerangkan bahwa penetapan tersangka tersebut berdasarkan surat perintah dimulainya penyidikan (sprindik) yang diterbitkan pada tanggal 5 Juli 2024.

"Penyidikan perkara ini merupakan pengembangan dari perkara OTT (operasi tangkap tangan) yang dilakukan terhadap STPS (Sahat Tua P. Simanjuntak) yang merupakan Wakil Ketua DPRD Provinsi Jatim dan kawan-kawan oleh KPK pada bulan September 2022," kata Tessa.

Sahat Tua Dihukum 9 Tahun

Sahat Tua saat persidangan kasusnya di PN Tipikor Surabaya. (Dian Kurniawan/Liputan6.com)
Sahat Tua saat persidangan kasusnya di PN Tipikor Surabaya. (Dian Kurniawan/Liputan6.com)

Diketahui, majelis hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Surabaya memvonis Wakil Ketua DPRD Jatim nonaktif Sahat Tua P. Simanjuntak hukuman 9 tahun penjara dalam kasus korupsi hibah pokok pikiran (pokir) DPRD Provinsi Jatim pada tahun anggaran 2021.

"Menjatuhkan hukuman penjara selama 9 tahun dan denda sebesar Rp1 miliar subsider hukuman selama 6 bulan penjara," kata Hakim Ketua I Dewa Suardhita, Selasa (26/9/2023).

Selain itu, hakim juga mewajibkan terdakwa Sahat membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp39,5 miliar selambat-lambatnya 1 bulan setelah vonis berkekuatan hukum tetap. Jika tidak bisa membayar uang pengganti, harta miliknya disita oleh negara dan dilelang untuk menutupi uang pengganti.

"Jika tidak sanggup membayar diganti dengan pidana penjara selama 4 tahun," ucap Suardhita.

Hakim menilai terdakwa Sahat melanggar Pasal 12 a juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

Hakim juga mempertimbangkan hal yang memberatkan terdakwa yakni tidak mendukung pemerintah dalam pemerintahan bersih dari korupsi dan memberantas tindak pidana korupsi serta terdakwa belum mengembalikan uang yang dikorupsi.

"Hal yang meringankan terdakwa tidak pernah dihukum sebelumnya dan mempunyai tanggungan keluarga yang harus dinafkahi," ucap hakim I Dewa Suardhita.

Majelis hakim menjatuhkan pidana tambahan berupa dicabutnya hak politik Sahat Tua P. Simanjuntak, yakni dilarang untuk menduduki dalam jabatan publik selama 4 tahun terhitung sejak terpidana selesai menjalani masa pemidanaan.

Jaksa penuntut umum (JPU) dari KPK Arif Suhermanto menerima vonis meski lebih rendah dari tuntutan.

"Kami merasa putusan yang dijatuhkan hakim ini memenuhi rasa keadilan di masyarakat, jadi kami memutuskan untuk menerima putusan yang mulia," ucap Arif.

 

 

Infografis Jokowi dan Keluarga Dilaporkan Kolusi-Nepotisme ke KPK. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Jokowi dan Keluarga Dilaporkan Kolusi-Nepotisme ke KPK. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya