Pilpres AS Bayangi Laju Rupiah dan IHSG?

Sentimen global pemilihan presiden dan kebijakan bank sentral Amerika Serikat (AS) akan pengaruhi pasar keuangan Indonesia.

oleh Agustina Melani diperbarui 06 Nov 2016, 21:17 WIB
Diterbitkan 06 Nov 2016, 21:17 WIB
Sentimen global pemilihan presiden dan kebijakan bank sentral Amerika Serikat (AS) akan pengaruhi pasar keuangan Indonesia.
Sentimen global pemilihan presiden dan kebijakan bank sentral Amerika Serikat (AS) akan pengaruhi pasar keuangan Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta - Pemilihan Presiden Amerika Serikat (AS)/Pilpres AS dan pengumuman produk domestik bruto (PDB) Indonesia pada kuartal III 2016 akan membayangi gerak nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada pekan kedua November 2016.

Kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI) melemah ke level Rp 13.103 per dolar AS pada Jumat 4 November 2016.  Padahal rupiah sempat menguat ke level 13.050 pada Kamis 3 November 2016. Kurs tengah BI pun melemah 0,4 persen selama sepekan dari periode 28 Oktober 2016-4 November 2016.

Ekonom PT Bank Permata Tbk Joshua Pardede menuturkan, sentimen global cenderung menekan mata uang Asia termasuk rupiah. Hal itu lantaran bursa global tertekan sehingga berimbas ke penguatan dolar AS. Ditambah ketidakpastian pemilihan Presiden AS.

Sebelumnya berdasarkan polling salah satu media AS menyebutkan kalau calon presiden AS dari partai Republik Donald Trump lebih unggul tipis ketimbang calon presiden AS dari partai Demokrat Hillary Clinton.

"Ada isu investigasi FBI terhadap Hillary Clinton dan salah satu polling menyebutkan kalau Donald Trump lebih unggul tipis. Sentimen itu membuat US Treasury naik sehingga dolar AS menguat dan rupiah melemah," ujar Joshua saat dihubungi Liputan6.com, Minggu (6/11/2016).

Ia menambahkan, dari sentimen internal, investor asing melakukan aksi jual di bursa saham Indonesia juga menekan rupiah pada akhir pekan lalu. "Dari faktor global lebih mendominasi tekanan rupiah," tegas Joshua.

Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pun diperkirakan masih dibayangi sentimen global. AS akan gelar pemilihan Presiden pada 8 November 2016 menjadi sentimen yang bayangi rupiah. Apalagi ketidakpastian terhadap pemilihan presiden AS pun dinilai masih tinggi.

"Tanggal 8 November, AS hadapi pilpres. Pelaku pasar global cenderung (menyukai) kepada Hillary Clinton. Bila hasil tak sesuai harapan maka buat kepanikan. Apalagi bila Donald Trump menang. Kebijakannya yang akan putuskan hubungan dengan China dan Amerika Selatan, tingkatkan tax ratio akan meningkatkan ketidakstabilan sehingga berujung ke tekanan ekonomi AS," jelas Joshua.

Ia menuturkan, Amerika Serikat merupakan negara memiliki ekonomi terbesar di dunia. Jika ekonomi AS tertekan maka berimbas ke ekonomi global. Pemilihan Presiden AS pun dikhawatirkan seperti Britain Exit (Brexit) yaitu ketika secara mengejutkan Inggris akhirnya memilih keluar dari Uni Eropa. Joshua menuturkan, ketidakpastian pilpres AS itu yang perlu diwaspadai.

Joshua mengatakan, pelaku pasar global lebih nyaman bila Hillary Clinton memenangkan pemilu AS. Hal itu lantaran kebijakannya akan sama dengan pemerintahan sebelumnya.

Selain itu, rilis produk domestik bruto (PDB) Indonesia pada kuartal III 2016 juga akan pengaruhi rupiah. Joshua memperkirakan, PDB Indonesia kuartal III 2016 di kisaran 5,07 persen. Pertumbuhan ekonomi Indonesia tersebut didorong dari investasi dan konsumsi rumah tangga. Bila  "Investasi dari tax amnesty atau pengampunan pajak bisa bangkitkan investasi dari kuartal sebelumnya. Bila pertumbuhan ekonomi lebih baik dari harapan maka berdampak ke rupiah," ujar dia.

Joshua menuturkan, bila pertumbuhan ekonomi Indonesia masih melambat maka Bank Indonesia (BI) akan melonggarkan kebijakan untuk menurunkan suku bunga.

Dengan melihat kondisi itu, Joshua memperkirakan rupiah bergerak 13.050-13.200 per dolar AS pada pekan kedua November 2016.

Berdampak ke Pasar modal

Untuk pasar modal, Analis PT Recapital Securities Kiswoyo Adi Joe menilai pelaku pasar akan menunggu hasil pilpres AS dan data PDB Indonesia kuartal III 2016. Oleh karena itu, laju IHSG akan cenderung mendatar. Sedangkan harga minyak dunia tidak terlalu mempengaruhi laju IHSG.

Harga minyak dunia kembali tertekan ke level terendah sejak Januari pada akhir pekan ini. Harga minyak Brent turun 74 sen atau 0,16 persen ke level US$ 45,61 per barel. Sedangkan harga minyak WTI merosot 1,3 persen ke level US$ 44,07 per barel.

"Harga minyak dunia tidak terlalu mempengaruhi karena emiten di pasar modal Indonesia kebanyakan emiten batu bara. Harga komoditas batu bara cenderung masih naik," ujar Kiswoyo.

Kiswoyo menegaskan, hasil pilpres AS dan pengumuman pertumbuhan ekonomi Indonesia akan lebih pengaruhi IHSG. Kiswoyo memperkirakan IHSG akan bergerak di kisaran 5.300-5.500.

Prediksi Akhir Tahun 2016

Kiswoyo dan Joshua sepakat, rencana kebijakan bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve akan mempengaruhi rupiah dan IHSG. Akan tetapi, Joshua menilai, pelaku pasar sudah price-in atau mengantisipasi kenaikan suku bunga the Federal Reserve pada Desember 2016.

"Pilpres AS dan the Fed masih bayangi rupiah. Namun sentimen the Fed sudah terbatas," kata dia.

Joshua menuturkan, sentimen positif akan datang dari internal yaitu dana repatriasi hasil pengampunan pajak atau tax amnesty. Bank Indonesia (BI) memperkirakan dana repatriasi yang baru masuk mencapai Rp 40 triliun dari total dana repatriasi Rp 143 triliun. "Cadangan devisa akan meningkat dan current account defisit membaik lagi jadi penopang positif untuk rupiah termasuk dana repatriasi," ujar Joshua.

Ia memperkirakan, rupiah akan bergerak di kisaran 13.100 hingga akhir 2016. Sedangkan Kiswoyo memprediksi, IHSG bergerak di kisaran 5.100-5.500 pada akhir 2016.

"Secara teknikal, pola IHSG 2016 sama seperti 2014. Pada akhir tahun, IHSGnya cenderung sideways," ujar dia. (Ahm/Ndw)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya