Saham Unggulan Perkasa, IHSG Menguat dalam Sepekan

Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat 0,83 persen ke level 5.723 pada Jumat 16 Juni 2017.

oleh Agustina Melani diperbarui 17 Jun 2017, 09:36 WIB
Diterbitkan 17 Jun 2017, 09:36 WIB
Ilustrasi laju IHSG
Pengunjung tengah melintasi layar pergerakan saham di BEI, Jakarta, Senin (13/2). Pembukaan perdagangan bursa hari ini, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tercatat menguat 0,57% atau 30,45 poin ke level 5.402,44. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat 0,83 persen selama sepekan pada periode 9 Juni-16 Juni 2017. Penguatan IHSG ditopang saham-saham unggulan.

Berdasarkan laporan PT Ashmore Assets Management Indonesia, IHSG naik dari 5.675,52 pada 9 Juni 2017 menjadi 5.723,63 pada Jumat 16 Juni 2017. Penguatan IHSG didorong saham-saham unggulan yang naik 1,07 persen. Sedangkan saham-saham kapitalisasi kecil cenderung melambat.

Sementara itu, di pasar surat utang atau obligasi naik 0,37 persen secara mingguan. Obligasi atau surat utang bertenor 10 tahun sentuh level terendah baru menjadi 6,8 persen.

Pada pekan ini, investor asing juga melakukan aksi jual sekitar US$ 79 juta. Sedangkan aksi beli di pasar obligasi mencapai US$ 210 juta.

Adapun ada sejumlah sentimen pengaruhi IHSG pada pekan ini. Pertama, bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve menaikkan kembali suku bunga sekitar 25 basis poin menjadi 1 persen-1,25 persen. The Federal Reserve juga melihat potensi kenaikan suku bunga lebih dari satu kali lagi pada 2017.

Bank sentral AS juga berencana mengurangi portofolio obligasi dan sekuritisasi keuangan sekitar US$ 4,5 triliun pada tahun ini. Diperkirakan pengurangan secara bertahap dari US$ 10 miliar setiap bulan menjadi setiap tiga bulan hingga akhirnya nanti menjadi US$ 50 miliar per bulan.

The Fed juga memberikan sinyal kalau pihaknya dapat menaikkan suku bunga dan pengurangan portofolio secara bersamaan. Pimpinan the Fed Janet Yellen juga memberikan signal kalau inflasi punya ruang untuk naik seiring keyakinan terhadap pertumbuhan ekonomi dan penguatan data tenaga kerja.

Sentimen itu berdampak terhadap pergerakan surat berharga AS bertenor 10 tahun yang menguat. Ditambah hasil data inflasi di bawah perkiraan pasar sekitar 2 persen.

Kedua, penyelidikan terhadap presiden AS Donald Trump atas dugaan keterlibatan Rusia saat pemilihan presiden AS pada tahun lalu juga masih berlanjut.

Sementara itu, ketiga, konsolidasi dari hasil pemilihan Inggris juga masih berlangsung. Perdana Menteri Inggris Theresa May juga alami kenaikan tekanan seiring proses untuk menjalani Inggris keluar dari Uni Eropa atau disebut Britain Exit (Brexit). May akan menggandeng partai uni demokrat Irlandia Utara sehingga tetap menjaga kekuasaannya.

Kelima, partai presiden Prancis Emmanuel Macron juga memenangkan kursi mayoritas di parlemen. Dari sentimen internal, pemerintah telah menyusun anggaran pada 2018. Target pertumbuhan ekonomi diharapkan 5,2 persen-5,6 persen pada 2018. Angka ini lebih rendah dari target sebelumnya 5,4 persen-6,1 persen.

Selain itu, Indonesia masih mencatatkan surplus pada Mei 2017 sekitar US$ 470 juta. Hasil neraca perdagangan pada Mei ini memberikan signal positif lantaran ekonom melihat kalau ekspor didorong barang manufaktur. Ditambah defisit transaksi berjalan kini lebih terjaga didorong oleh aliran dana investor asing.

Lalu apa yang perlu dicermati ke depan?

Ashmore melihat sejak lembaga pemeringkat internasional Standard and Poor's menaikkan peringkat utang Indonesia jadi layak investasi atau BBB- pada Mei 2017, aksi jual investor di pasar saham masih berlanjut. Ini menimbulkan pertanyaan apakah Indonesia masih menarik?

Ashmore melihat ada potensi rotasi oleh investor. Apalagi investor asing menjadi salah satu pembeli dominasi di pasar saham Indonesia sejak Maret 2017, dan usai the Fed menaikkan suku bunga. Tercatat aksi beli investor asing mencapai US$ 1,6 miliar. Indonesia juga termasuk salah satu negara yang diminati investor asing dilihat dari arus dana investor asing yang masuk dalam 1 tahun ini. Arus dana investor asing ke Indonesia mencapai US$ 43 juta dibandingkan Filipina sekitar US$ 1 juta dan Thailand sekitar US$ 33 juta.

 

 

Saksikan Video Menarik di Bawah Ini:

 

 

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya