Liputan6.com, New York - Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street bervariasi menjelang akhir pekan. Salah satu sentimen wall street menjelang akhir pekan ini terkait pemilihan Presiden AS pada 2006.
Seorang juri Amerika Serikat mendakwa sejumlah orang Rusia mencampuri dan pemilihan Presiden AS 2016 untuk membantu Donald Trump. Juri Federal AS mendakwa 13 warga negara Rusia dan tiga entitas yang dituduh mencampuri pemilihan dan proses politik AS.
Pada penutupan perdagangan saham Jumat (Sabtu pagi WIB), indeks saham Dow Jones naik 19,69 poin atau 0,08 persen ke posisi 25.220,06. Indeks saham S&P 500 menguat 1,05 poin atau 0,04 persen ke posisi 2.732,25. Sedangkan indeks saham Nasdaq melemah 16,97 poin atau 0,23 persen ke posisi 7.239,47. Penguatan indeks saham terjadi enam hari berturut-turut.
Advertisement
Baca Juga
Sentimen Rusia mendorong indeks saham S&P 500 tertekan usai pengumuman dakwaan. Padahal indeks saham acuan tersebut sempat menguat.
"Pasar sedang mencari alasan sehingga pasar tertekan dan itu datang dari Rusia. Selama sepekan pasar saham reli, dan pelaku pasar mencari alasan untuk mengambil keuntungan pada akhir pekan," ujar Dennis Dick, Trader Bright Trading LLC, seperti dikutip dari laman Reuters, Sabtu (17/2/2018).
Selain itu, koreksi wall street yang sempat terjadi juga didorong dari kekhawatiran inflasi meningkat pada Februari. Namun rilis data penjualan ritel indeks harga konsumen tidak terlalu membuat investor khawatir pada pekan ini.
Adapun sejumlah saham menguat dengan aksi beli investor di saham Johnson and Jphnson, Abbvie, dan Pfizer yang naik lebih dari 1,5 persen.
"Faktor fundamental tidak berubah. Kami benar-benar belum melihat reformasi pajak mulai berdampak ke pendapatan perusahaan.Kami ini ini akan menyebabkan optimisme terhadap pendapatan perusahaan gelombang kedua," tutur Ben Philips, Chief Investment Officer EventShares.
Saham lainnya yaitu saham Coca Cola naik 0,5 persen usai perseroan melaporkan laba dan penjualan lebih baik dari perkiraan. Sedangkan saham Kraft Heinz susut 3,7 persen usai laba dan penjualan meleset dari perkiraan analis.
Indeks volatilitas CBOE yang mengukur kecemasan investor pun naik tipis menjadi 20,43. Angka itu tetap jauh dari level 50. Sedangkan data ekonomi yang keluar yaitu data pembangunan rumah meningkat pada Januari. Ini didorong dari kenaikan pembangunan rumah untuk keluarga.
Â
Wall Street Reli pada Perdagangan Kemarin
Sebelumnya, Wall Street melonjak pada penutupan perdagangan Kamis (Jumat pagi waktu Jakarta) dan mencatatkan penguatan kelima hari berturut-turut.
Penguatan pada Kamis ini terdorong oleh kenaikan saham-saham di sektor teknologi. Investor juga mengabaikan data angka inflasi yang yang berada di atas konsensus pelaku pasar.
Mengutip Reuters, Jumat 16 Februari 2018, Dow Jones Industrial Average (DJIA) naik 306,88 poin atau 1,23 persen menjadi 25.200,37.Untuk indeks S&P 500 naik 32,57 poin atau 1,21 persen menjadi 2.731,2.
Sedangkan Nasdaq Composite menambah 112,82 poin atau 1,58 persen menjadi 7.256,43.Sektor teknologi menjadi pendorong utama penguatan Wall Street.
Sedangkan Sektor energi menjadi satu-satunya sektor pembentuk S&P 500 yang berada di zona merah, dengan turun 0,42 persen karena pelemahan harga minyak.
Saham Apple Inc melonjak 3,36 persen dan memberikan kontribusi lebih banyak daripada saham lainnya terhadap kenaikan S&P 500 setelah perusahaan investasi Berkshire Hathaway milik Warren Buffett menjadikan saham perusahaan teknologi tersebut sebagai investasi utama.
Saham Cisco juga naik 4,73 persen menyusul upaya bertahun-tahun pembuat peralatan teknologi tersebuut untuk berubah menjadi perusahaan yang fokus pada pada perangkat lunak.
Pelaku pasar juga mengabaikan kenaikan angka inflasi. Pemerintah AS mengumumkan indeks harga konsumen kecuali komponen makanan dan energi naik 0,3 persen pada Januari. Angka ini di atas konsensus pelaku pasar yang ada di angka 0,2 persen.
Setelah keluarnya data inflasi tersebut, pelaku pasar saat ini tengah fokus kepada kinerja perusahaan pada kuartal empat 2017.
Sebagian besar akan melihat dampak dari pemotongan pajak korporasi dan perseorangan yang baru saja dijalankan oleh pemerintah AS.
"Pasar saham mengalami kegugupan dalam dua pekan terakhir karena berbagai hal. Namun saat ini investor kembali akan fokus ke hal yang fundamental yaitu kinerja perusahaan," jelas analis BNY Mellon Wealth Management, New York, Leo Grohowski.
Advertisement