Liputan6.com, Jakarta - Harga obligasi diprediksi stabil pada 2022 seiring kinerja fiskal Indonesia yang baik pada 2021 akan berlanjut pada 2022. Selain itu, kinerja fiskal yang berpotensi baik tersebut juga akan mengarahkan potensi menurunkan emisi obligasi pada 2022.
PT Ashmore Asset Management Indonesia meninjau kembali kelas aset utang dan mempertanyakan peluang di negara berkembang dan pendapatan tetap di Indonesia masih memberikan nilai?
Baca Juga
Mengutip laporan Ashmore, dengan bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserce (the Fed) menjadi lebih hawkish dan berencana menaikkan suku bunga pada Maret 2022, lalu yang menjadi pertanyaan apakah kenaikan suku bunga berlanjut mengingat latar belakang makro ekonomi global.
Advertisement
Pada 2022, ekonom melihat pertumbuhan pemulihan yang terjadi di seluruh dunia, tetapi untuk hindari risiko stagflasi, the Fed mungkin perlu memastikan kenaikan suku bunga riil dapat hambat pengeluaran fiskal dan laju konsumsi terutama setelah suku bunga tinggi dan tidak ada lagi injeksi likuiditas.
Ini sediakan ruang untuk negara dan ekonomi yang mungkin masih memiliki mesin pertumbuhan lainnya.
Lalu di mana Indonesia termasuk dalam hal ini? Indonesia dinilai baru saja mencatat kinerja fiskal yang baik pada 2021. Diperkirakan kinerja fiskal meningkat pada 2022. Keduanya mengarah ke potensi menurunkan emisi obligasi pada 2022 dengan begitu positif untuk stabilitas harga obligasi.
"Begitu kita melihat pemasok energi global menjadi normal, volatilitas harga energi akan berhenti,” tulis Ashmore.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Jaga Risiko
Adapun pada 2021, ekspor komoditas Indonesia yang kuat telah hasilkan keseimbangan yang solid dari pembayaran sehingga membuat rupiah menguat terutama dibandingkan dengan negara berkembang lainnya. Ini terlihat dari setiap dana asing yang keluar dari pasar modal Indonesia USD 1 miliar mengakibatkan rupiah melemah 0,5 persen, dibandingkan 2015 yang turun 3,5 persen.
“Pengurangan ketergantungan dolar AS, salah satu tujuan utama dengan pemerintah saat ini, mungkin sudah mulai dialami secara keseluruhan,” tulis Ashmore.
Rekor foreign direct investment (FDI) tertinggi pada kuartal IV 2021 semakin meningkatkan kepercayaan terhadap Indonesia.
Di sisi lain, Ashmore Asset Management Indonesia terus melihat latar belakang pasokan obligasi yang rendah dan rupiah stabil sebagai poin nilai tambah untuk utang Indonesia. Namun, yang jadi pertanyaan di mana harus investasi dalam durasi berikutnya.
"Kami melihat durasi pendek memiliki risiko jangka pendek dengan langkah pencegahan potensi oleh Bank Indonesia dengan meningkatkan GWM dan kemungkinan diikuti suku bunga deposito (TD) lebih tinggi. Ini juga sebagian besar investor saat ini berada yang mungkin timbulkan volatilitas jangka pendek,”.
Oleh karena itu, strategi Ashmore tetap di obligasi untuk seimbangkan durasi panjang dan pendek untuk menjaga risiko jangka pendek, sementara mengelola untuk mendapatkan potensi keuntungan dari kondisi makro yang kuat.
Advertisement