Liputan6.com, Jakarta - China sedang mempertimbangkan paket penyelamatan yang didukung oleh dana luar negeri untuk mencegah kemerosotan pasar saham.
Berdasarkan laporan Bloomberg dikutip dari CNBC, Selasa (23/1/2024), pihak berwenang China bertujuan mendapatkan dana sekitar 2 triliun yuan atau (USD 278 miliar) terutama melalui perusahaan milik China di luar negeri untuk membantu stabilkan pasar dengan membeli saham di dalam negeri melalui bursa saham Hong Kong, demikian dikutip dari CNBC.
Baca Juga
Berdasarkan Bloomberg, regulator China juga telah sisihkan sekitar 300 miliar yuan untuk investasi di saham dalam negeri melalui perusahaan keuangan milik negara antara lain China Securities Finance Corp atau Central Huijin Investment Ltd.
Advertisement
Indeks saham China CSI 300 melemah 11,4 persen pada tahun lalu. Indeks Hang Seng merosot hampir 14 persen pada 2023, dan menjadikannya bursa saham Asia dengan kinerja terburuk.
Adapun laporan Bloomberg muncul sehari setelah Perdana Menteri China Li Qiang mengatakan pada pertemuan negara, kalau pihaknya akan meluncurkan langkah-langkah untuk stabilkan pasar saham. "Kita harus mengambil langkah-langkah yang lebih kuat dan efektif untuk menstabilkan pasar dan kepercayaan,” tutur Li.
Ia menuturkan, penting untuk meningkatkan konsistensi orientasi kebijakan makro ekonomi, memperkuat inovasi dan koordinasi perangkat kebijakan, mengkonsolidasikan dan meningkatkan pemulihan ekonomi yang positif. “Dan mendorong perkembangan pasar modal yang stabil dan sehat,” tutur dia.
Fokus Penguatan Faktor Internal
Akan tetapi, tidak ada rincian lebih lanjut yang dirilis pada pertemuan Senin pekan ini dan tidak ada indikasi mengenai berapa banyak dana yang akan dimobilisasi atau kapan tindakan itu akan dimulai.China sebelumnya menuturkan, sejauh ini mereka tidak bergantung pada stimulus.
"Dalam mendorong pembangunan ekonomi, kami tidak memakai stimulus besar-besaran. Kami tidak mencari pertumbuhan jangka pendek, sambil mengumpulkan risiko jangka panjang. Sebaliknya kami fokus pada penguatan faktor internal,” tutur Li saat pidato pekan lalu di Forum Ekonomi Dunia di Davos, Swiss.
Li merujuk hal itu sambil mencatat ekonomi China tumbuh sekitar 5,2 persen pada 2023. Angka resmi juga menunjukkan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) China sebesar 5,2 persen pada tahun lalu.
Advertisement
Bursa Saham China Catat Kinerja Buruk Sejak 2016
Sebelumnya diberitakan, bursa saham China alami masa sulit pada 2023 dan koreksi yang terjadi berlanjut dalam beberapa minggu pertama 2024. Hal ini setelah China memupuskan harapan akan berbuat lebih banyak mendukung ekonomi yang sedang sulit.
Dikutip dari CNN, Selasa (23/1/2024), indeks Hang Seng di Hong Kong turun 2,3 persen pada perdagangan Senin, 22 Januari 2024 hingga ditutup ke level terendah sejak Oktober 2022. Indeks Hang Seng tersebut merosot lebih dari 12 sepanjang Januari, hampir sama dengan penurunan pada 2023.
Indeks Shanghai anjlok 2,7 persen, penurunan harian terbesar sejak April 2022. Indeks Shenzhen yang merupakan tolok ukur teknologi alami kinerja terburuk dalam hampir dua tahun dengan terbenam 3,5 persen.
Indeks telah merosot masing-masing 4,8 persen dan 7,7 persen pada hari perdagangan pertama 2024. Ini adalah awal tahun terburuk bagi saham China sejak 2016, ketika investor melepaskan kepemilikannya menyusul jatuhnya pasar pada 2015.
Gelembung muncul ketika perekonomian menunjukkan tanda-tanda ketegangan dan harga saham jauh melampaui keuntungan.
Dalam beberapa bulan terakhir, krisis real estate, pertumbuhan paling lambat di luar pandemi COVID-19 dalam beberapa dekade, dan tindakan keras terhadap beberapa bisnis telah melemahkan kepercayaan investor.
Chief Asian Foreign Exchange Strategist Mizuho Bank, Ken Cheung menuturkan, investor asing terus mengurangi eksposur risikonya ke China dan memiliki ekspektasi bearish terhadap kondisi bisnis di negara tersebut.
“Pemerintah China belum menerapkan langkah-langkah efektif untuk menyelesaikan gejolak properti dan mendorong pemulihan ekonomi,” tulis Ken Cheung.
Investor kecewa pada Senin, 22 Januari 2024 setelah bank sentral China memutuskan mempertahankan suku bunga pinjaman. Pemangkasan suku bunga akan menurunkan biaya pinjaman bagi masyarakat dan dunia usaha yang mengambil pinjaman atau membayar bunga. Oleh karena itu membantu merangsang kegiatan ekonomi.
Berlawanan dengan Bursa Saham Global
Koreksi pasar yang besar pada 2024 terjadi setelah kinerja buruk tahun lalu, saat indeks CSI 300 yang terdiri dari 300 saham utama yang terdaftar di Shanghai dan Shenzhen turun lebih dari 11 persen.
Sebaliknya indeks acuan S&P 500 di Amerika Serikat melonjak 24 persen pada 2023. Sedangkan indeks di Eropa tumbuh hampir 13 persen. Indeks Nikkei 225 Jepang melesat 28 persen tahun lalu dan masih menguat. Pada Januari 2024, indeks Nikkei mencatat kenaikan hampir 10 persen sepanjang Januari 2024.
Data demografi yang dirilis Rabu pekan lalu mengonfirmasi populasi China semakin tua dan menyusut tidak membantu meredakan kekhawatiran investor.
Mereka juga gelisah karena pidato yang disampaikan oleh Perdana Menteri China Li Qiang pekan lalu di Forum Ekonomi Dunia tidak menyebutkan langkah-langkah stimulus baru pemerintah untuk membantu memulihkan ekonomi negara yang sedang lesu.
Analis ANZ Research, Brian Martin & Daniel Hynes menyebutkan dalam risetnya pada Jumat, 19 Januari 2024 kalau pidato Li telah “memupuskan” harapan akan langkah-langkah dukungan lebih lanjut.
“(Dia) mengumandangkan kemampuan negara-negara untuk mencapai target pertumbuhan 5 persen tanpa membanjiri ekonomi dengan stimulus besar-besaran,” tulis analis tersebut.
Advertisement