Liputan6.com, Jakarta Penjualan rumah tapak diperkirakan tetap kuat hingga tahun depan, seiring kebijakan penurunan suku bunga acuan. Di sisi lain, tren kepemilikan rumah juga naik, dari 80,1% pada 2020 menjadi 84,8% pada 2023, sementara tren sewa menurun menjadi 5,1%.
Bank Indonesia (BI) telah menurunkan suku bunga acuan BI sebesar 25 bps menjadi 6% pada kuartal III 2024 dan diperkirakan akan terus menurun menjadi 5,75% pada tahun fiskal 2024 dan 5% pada tahun fiskal 2025. Di sisi lain, kredit perumahan tumbuh sebesar 10,8% yoy dan mencapai Rp 738,1 triliun hingga Agustus 2024, yang terdiri dari rumah tapak sebesar Rp 707 triliun dan unit bertingkat tinggi sebesar Rp 30,7 triliun, dengan suku bunga KPR (KPR/KPA) turun menjadi 6,9%/7,4% dibandingkan 7,4%/7,6% pada Agustus 2023, yang menarik lebih banyak pembeli.
Advertisement
Baca Juga
Data Bank Indonesia menunjukkan bahwa penjualan perumahan saat ini tumbuh moderat sebesar 7,3% yoy pada semester I 2024 dibanding 31,2% yoy pada semester I 2023. Pengembang memproyeksikan penjualan pemasaran tumbuh sebesar 5%-10% yoy pada 2024-2025, mencerminkan stabilitas pasar meskipun ada potensi perlambatan menyusul normalisasi pasca-booming komoditas pada 2022-2023, yang tumbuh masing-masing sebesar 7,9%/10,3% yoy).
Advertisement
"Kami melihat hal ini sebagai katalis positif bagi pengembang dan konsumen, karena 72,9% pendanaan proyek berasal dari dana internal pengembang, sementara 75,5% konsumen memanfaatkan fasilitas KPR untuk kepemilikan properti," ulas Research Analyst MNC Sekuritas, Muhamad Rudy Setiawan dalam risetnya, dikutip Jumat (15/11/2024).
Selain itu, pemerintah juga berkomitmen untuk mencapai "zero backlog" properti pada tahun 2045, dengan defisit saat ini mencapai 10 juta unit pada tahun fiskal 2023. Dua insentif pemerintah yang mendukung penjualan properti, pertama, perpanjangan PPN DTP 100% untuk rumah hingga Rp5 miliar per unit hingga tahun fiskal 2025. Kedua, penghapusan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
"Kami melihat rencana ini cukup positif dalam mengurangi biaya tambahan yang dikeluarkan saat membeli properti, yang secara efektif akan memangkas biaya sekitar 16%, sehingga meningkatkan kemampuan masyarakat untuk membeli properti lebih cepat," ungkap Rudy.
Â
Manfaatkan Momentum
Pengembang diharapkan bisa memanfaatkan momentum ini dan insentif yang diberikan oleh pemerintah, dengan memanfaatkan inventaris mereka saat ini. Khususnya, pengembang rata-rata dalam liputan kami telah meningkatkan inventaris mereka sebesar 3,8% YTD.
"Kami memproyeksikan bahwa pengembang akan mampu mencapai pertumbuhan penjualan pemasaran lebih dari 5% di 2025, didukung oleh insentif pemerintah yang dikombinasikan dengan penawaran promosi dari pengembang yang ditujukan untuk menarik minat konsumen," kata Rudy.
Untuk sektor ini, MNC Sekuritas mempertahankan peringkat Overweight untuk sektor properti. Penilaian didasarkan pada rata-rata diskon NAV ~55%-70%. "BSDE, CTRA, SMRA dan PWON adalah pilihan utama kami," sebut Rudy.
Rudy menilai, emiten-emiten tersebut akan mendapatkan keuntungan dari program insentif karena bauran produknya yang tinggi < Rp 5 miliar per unit. Daya beli belum sepenuhnya pulih, dan fluktuasi ekonomi makro terus menghadirkan risiko yang perlu dipantau secara ketat. Akibatnya, pengembang dapat memilih untuk menunda peluncuran properti baru.
Advertisement