Jepang Pergoki Google Lakukan Monopoli, Ini Faktanya

Jepang menemukan Google telah melakukan praktik monopoli. Mereka bahkan mengeluarkan surat perintah untuk menghentikan Chrome.

oleh Iskandar diperbarui 24 Des 2024, 15:00 WIB
Diterbitkan 24 Des 2024, 15:00 WIB
Google Japan
Logo Google di kantornya yang berlokasi di Roppongi Hills Mori Tower, Tokyo, Jepang. (Liputan6.com/ Yuslianson)

Liputan6.com, Jakarta- Sejumlah organisasi pemerintah di beberapa negara terus mengecam Google atas praktik monopoli.

Baru-baru ini Komisi Perdagangan Adil Jepang (Japan Fair Trade Commission/JFTC) dilaporkan bakal mengumumkan bahwa Google melanggar undang-undang antimonopoli negara tersebut.

Tuduhan itu berkaitan dengan mesin pencarinya, yaitu Chrome. Nikkei Asia melaporkan, Jepang telah mengeluarkan surat perintah penghentian Chrome.

Mengutip Engadget, Selasa (24/12/2024), JFTC memulai penyelidikan terhadap praktik monopoli Google pada Oktober 2023.

JFTC dilaporkan menuduh Google telah melakukan pemaksaan terhadap produsen smartphone menandatangani kontrak yang menyatakan bahwa Chrome tidak hanya akan diunduh terlebih dahulu di semua perangkat, tetapi juga akan ditempatkan di tempat tertentu di layar.

Para produsen ponsel diduga dipaksa melakukannya agar Google Play tersedia di perangkat buatan mereka.

Di Amerika Serikat (AS), hakim federal Amit Mehta memutuskan pada November bahwa Google adalah perusahaan monopoli dalam industri mesin pencari.

Departemen Kehakiman Minta Google Jual Chrome

Logo Google
Kantor pusat Google. Foto: Digital Trends

Departemen Kehakiman (Department of Justice/DoJ) kemudian meminta Google untuk menjual Chrome karena "akan menghentikan secara permanen kendali Google atas titik akses pencarian penting.

Juga memungkinkan mesin pencari pesaing untuk mengakses peramban yang bagi banyak pengguna merupakan gerbang masuk ke internet. DoJ juga meminta Google untuk berhenti mengutamakan Chrome di Android.

Google belum lama ini merilis proposal untuk menenangkan DoJ, tetapi menyatakan bakal mengajukan banding atas putusan hakim sebelum sidang yang dijadwalkan pada April 2025.

Google Tolak Usulan Jual Chrome

Ilustrasi kantor Google di Singapura (Liputan6.com/Giovani Dio Prasasti)
Ilustrasi kantor Google di Singapura (Liputan6.com/Giovani Dio Prasasti)

Sejak 2023, Google dituding melakukan monopoli dengan berbagai produk dan layanan.

Salah satu yang paling hangat adalah produk mesin pencarinya, Google Chrome. Departemen Kehakiman AS (DOJ) pun mengatakan, Google melakukan monopoli ilegal dalam hal mesin pencarian hingga pengadilan akhirnya menyetujui hal ini Agustus lalu.

Atas hal tersebut, DOJ ingin agar Google menjual mesin pencari populernya, Chrome. Meski begitu, Google meyakini kalau penjualan Chrome justru akan merusak keamanan mesin pencari tersebut. Google juga menolak gagasan tersebut.

Advertisement Google pun berupaya mengajukan banding atas hal ini. Meski begitu, sebelum mengajukan banding, Google wajib mengajukan proposal penyelesaian.

Proposal dari Google ini menguraikan langkah-langkah yang bisa diambil perusahaan untuk memperbaiki masalah monopoli ilegal tersebut.

Terbaru, mengutip Apple Insider, Selasa (24/12/2024), Google menjelaskan, mereka bisa mengubah kontrak tentang peramban, seperti Apple dan Mozilla. Berdasarkan usulan ini, perusahaan-perusahaan memiliki pilihan untuk menerapkan mesin pencari default yang berbeda pada platform berbeda.

Pengguna bisa mengubah penyedia pencarian default mereka tiap 12 bulan. Sekadar informasi, pada 2022, Google membayar Apple sebesar USD 20 miliar agar bisa menjadi mesin pencari default di platformnya.

Kesepakatan ini diungkapkan dalam sebuah pernyataan oleh Wakil Presiden Senior Layanan Apple Eddie Cue selama berlangsungnya proses hukum.

Merugikan Google

Kantor Google Indonesia di SCBD.
Kantor Google Indonesia di SCBD. Dok: Tommy Kurnia/Liputan6.com

Langkah terbaru yang diusulkan Google akan memungkinkan Apple untuk menerapkan satu mesin pencari default pada iPhone dan mesin pencari lain untuk iPad.

Sebelumnya, pembesut smartphone Android lebih dahulu memungkinkan perangkat bisa memiliki dua mesin pencari atau lebih.

Kendati demikian, Google menyebut, kalau keputusan ini mungkin bisa merugikan mitra mereka. "Karena mengatur cara mereka memilih mesin pencari terbaik bagi pelanggan mereka."

Google juga tidak setuju dengan keputusan DOJ dalam kasus antimonopoli ini. Menurut Google, kasus ini terlalu luas dan dapat merugikan konsumen Amerika serta melemahkan kepemimpinan teknologi global Amerika.

Bagi Google, usulan DOJ yang mengharuskan Google untuk membagi kueri pencarian pengguna kepada para pesing, baik asing maupun domestik, bisa membatasi kemampuan perusahaan untuk meningkatkan produk.

Google mengklaim, mereka sukses karena berinovasi dan menggulirkan investasi, bukan karena memaksa pengguna bergantung pada mesin pencari Google.

Keputusan DOJ juga mendapat kritik keras dari Google. Menurut perusahaan internet ini, lanskap mesin pencari sifatnya dinamis. Google beranggapan, munculnya AI generatif juga mengubah pasar mesin pencari secara signifikan.

Infografis Google dan Facebook (Liputan6.com/Abdillah)

Infografis Google dan Facebook (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Google dan Facebook (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya