Meski Naik Tinggi, Buruh di Jatim Tetap Tolak UMP 2015

Meskipun telat ditetapkan pemerintah, buruh Jawa Timur tetap menolak UMP 2015.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 24 Nov 2014, 09:44 WIB
Diterbitkan 24 Nov 2014, 09:44 WIB
Ilustrasi Upah Buruh
Ilustrasi Upah Buruh (Liputan6.com/Johan Fatzry)

Liputan6.com, Jakarta - Kalangan buruh di  Jawa Timur menolak Upah Minimum Provinsi/UMP 2015 yang telah ditetapkan pemerintah sebesar Rp 2,7 juta per bulan.

"Di Jawa Timur walau tinggi, teman-teman belum nerima," kata Ketua Advokasi Serikat Pekerja Nasional (SPN) Joko Heriono, saat berbincang dengan Liputan6.com, di Jakarta, Senin (24/11/2014).

Joko mengungkapkan, kalangan buruh Jawa Timur tidak menerima besaran tersebut karena belum sesuai dengan kenaikan harga barang jasa yang terkena dampak atas kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.

"Harusnya jauh lebih tinggi karena ada kenaikan BBM. Kementerian Perhubungan saja angkutan naik 10 persen," tuturnya.

Joko menambahkan, dalam menetapkan upah tahun 2015 seharusnya  pemerintah memperhitungkan dulu dampak inflasi akibat kenaikan harga BBM bersubsidi. "Kalau mau fair berapa inflasi kenaikan BBM," tuturnya.

Untuk itu, para buruh akan turun ke jalan melakukan unjuk rasa menolak penetapan UMP 2015 pada Selasa, 25 November 2015 di daerah masing-masing. Kemudian, seluruh buruh dari daerah akan bersatu di Jakarta dengan jumlah ratusan ribu, pada Rabu (26/11/2014) dengan mengajukan tuntutan yang sama ke Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Menanggapi hal tersebut, Direktur Pengupahan dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kemenakertrans Wahyu Widodo menuturkan, besaran UMP dan UMK 2015 yang ditetapkan pemerintah telah memasukkan komponen inflasi 2015 yang disebabkan kenaikan harga BBM.

Bahkan rata-rata secara nasional, besaran UMP 2015 tak terpaut jauh dari rata-rata komponen hidup layak (KHL) nasional. "Dengan rata-rata kenaikan 12,77 persen maka jika dikalkulasikan UMP rata-rata secara nasional Rp 1,78 juta, angka UMP ini hanya sekitar Rp 13.600 lebih rendah dari rata-rata KHL," tuturnya.(Pew/Ndw)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya