Harga Minyak Tergerus Penguatan Dolar AS

Harga minyak dunia turun tertekan penguatan dolar AS dan kenaikan ekspor minyak Irak.

oleh Nurseffi Dwi Wahyuni diperbarui 28 Mei 2015, 06:01 WIB
Diterbitkan 28 Mei 2015, 06:01 WIB
Ilustrasi Tambang Minyak 5 (Liputan6.com/M.Iqbal)
Ilustrasi Tambang Minyak 5 (Liputan6.com/M.Iqbal)

Liputan6.com, New York - Harga minyak dunia turun pada perdagangan Rabu (Kamis pagi WIB) tertekan penguatan dolar Amerika Serikat (AS) dan kenaikan ekspor minyak Irak yang meningkatkan kekhawatiran semakin membanjirnya pasokan global.

Dilansir dari AFP, Kamis (28/5/2015), harga minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Juli tercatat turun US$ 52 sen menjadi US$ 57,51 per barel di New York Mercantile Exchange.

Sedangkan harga minyak Brent untuk Juli melemah US$ 1,66 menjadi US$ 62,06 per barel di perdagangan London.

Harga minyak sempat menguat pada awal perdagangan, namun keuntungannya menguap akibat menguatnya dolar AS, menyentuh tingkat tertinggi dalam hampir satu bulan terhadap mata uang utama lainnya. Hal ini membuat minyak mentah yang dijual dalam dolar AS terasa lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya.
 
Pasar juga masih menanti laporan minyak mingguan dari Departemen Energi AS (DoE). Para analis memperkirakan bahwa persediaan minyak mentah jatuh untuk minggu keempat berturut-turut, sebesar 2 juta barel menjadi 482,2 juta barel.

Pedagang berharap pelambatan dalam produksi minyak di AS, ditambah dengan peningkatan permintaan selama musim panas, bisa mengurangi kelebihan pasokan global, faktor kunci yang mendorong harga lebih dari 50 persen sejak Juni hingga Januari tahun lalu.

Kekhawatiran tentang potensi kenaikan ekspor minyak Irak juga melemparkan kesuraman di atas prospek pasokan, kata Commerzbank.

Dalam catatatnnya, Bank asal Jerman itu menyebutkan, pasokan minyak dari Irak kemungkinan akan membanjiri pasar minyak pada bulan depan. Ekspor minyak Irak akan bertambah sebesar 800 ribu barel per hari dan mencapai tingkat rekor baru 3,75 juta barel per hari

"Jika ini benar-benar terjadi, risiko kelebihan pasokan menjadi lebih besar," ungkap Commerzbank. (Ndw/Igw)

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya