Setelah 25 Tahun Beroperasi, PLN Akan Kelola PLTU Batang

Proyek PLTU Batang akan selesai pada 2020.

oleh Septian Deny diperbarui 26 Mar 2016, 21:00 WIB
Diterbitkan 26 Mar 2016, 21:00 WIB
Setelah beroperasi, PLTU Batang akan menjadi pembangkit terbesar di ASEAN
Setelah beroperasi, PLTU Batang akan menjadi pembangkit terbesar di ASEAN

Liputan6.com, Batang - Proyek pembangunan pembangkit listrik tenaga uap/PLTU Batang, Jawa Tengah yang sempat mandek selama empat tahun kembali dimulai. Proyek yang digarap oleh PT Bhimasena Power Indonesia (BPI) dengan skema kerja sama pemerintah-swasta (KPS) ini nantinya akan dikelola sepenuhnya oleh PT PLN setelah 25 tahun beroperasi.

Presiden Direktur BPI Mohammad Effendi menjelaskan, setelah kembali dilanjutkan, proyek pembangkit listrik terbesar di Asia Tenggara ini ditargetkan selesai pada 2020.

Jika penyelesaian proyek tersebut tepat waktu, berarti pembangkit listrik ini akan dikembalikan ke negara pada 2045 untuk selanjutnya dikelola oleh PLN.

"Semua akan dialihkan ke PLN setelah 25 tahun," ujar dia di Batang, Jawa Tengah, seperti ditulis Sabtu (26/3/2016).

Effendi mengungkapkan, pihaknya telah melakukan perhitungan terkait investasi, pendapatan dan pelunasan pinjaman yang harus dicapai oleh perseroan sebelum proses pengalihan berlangsung.

Ia menuturkan, waktu 25 tahun sudah cukup untuk perusahaan mendapatkan keuntungan dan mengembalikan pinjaman untuk investasi proyek ini.

"Kita tidak melihat break event, tapi itu akan dipisahkan selama 25 tahun setelah operasi. San selama 25 tahun itu harus bisa kembalikan hutangnya kepada bank. Termasuk di situ ada profitnya. Jadi kita bisa pisahkan bareng-bareng. Jadi profitnya bisa dimulai, selama 25 tahun akhirnya akan kembali," kata dia.

Sementara sebelum dikembalikan ke negara, listrik yang dihasilkan oleh pembangkit ini akan dijual kepada PLN dengan skema yang telah ditentukan. Besarnya tarif listrik yang akan dijual kepada PLN akan ditentukan oleh beberapa hal, antara lain harga batu bara sebagai bahan bakar dan biaya perawatan.

"Dari awal sudah ada tender dengan PLN, berapa tarif kita menjual listrik ke PLN. Itu sudah di-set pada saat itu. Ada tarif terdiri dari komponen A, B, C, D, itu sudah berlaku sampai 25 tahun ke depan. Kalau komponen bahan bakar misalnya, itu tergantung pada harga saat harga pasar. Ongkos maintenance nanti dilihat. Investasinya tidak berubah sampai 25 tahun," kata dia.

Sebagai informasi, proyek PLTU Batang sebenarnya telah digagas sejak 2011 pada era pemerintah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Namun sayangnya, proyek berkapasitas 2x1.000 megawatt (MW) tersebut mandek sekitar 4 tahun. Kemudian pada Agustus 2015, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meresmikan kembali dimulainya pembangunan proyek pembangkit listrik ini.

PLTU Batang merupakan proyek pembangkit listrik pertama dengan skema kerja sama pemerintah-swasta (KPS). Nilai investasi proyek ini mencapai US$ 4 miliar.

Proyek yang berlokasi di Desa Ujungnegoro Kecamatan Kandeman dan Desa Ponowareng Kecamatan Tulis, Kabupaten Batang ini digarap oleh PLN dan BPI yang merupakan konsorsium perusahaan asing dan lokal yaitu PT Adaro Indonesia dengan porsi saham 34 persen, J-Power sebesar 34 persen dan Itochu 32 persen.

Proyek ini mendapatkan dukungan pendanaan dari Sumitomo Mitsui Banking Corporation dan Japan Bank for International Cooperation (JBIC). (Dny/Ahm)

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya