Harga Gas Turun, Negara Berpotensi Kehilangan US$ 1,26 Miliar

Kementerian ESDM mengungkapkan terdapat dua cara untuk mengurangi penerimaan negara dari kegiatan jual beli gas.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 24 Okt 2016, 11:40 WIB
Diterbitkan 24 Okt 2016, 11:40 WIB
20160921-Pekerja Jaringan Pipa Gas PGN-Jakarta- Helmi Afandi
Pekerja merawat jaringan pipa gas milik Perusahaan Gas Negara (PGN) di Jakarta, Rabu (21/9/2016). (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terus mencari cara agar harga gas bisa turun sesuai dengan instruksi Presiden Joko Widodo (Jokowi). Salah satu pilihan yang diusulkan oleh Kementerian ESDM adalah mengurangi penerimaan negara dari kegiatan jual beli gas.

Direktur Jenderal (Dirjen) Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian ESDM I Gusti Nyoman Wiratmaja mengatakan, terdapat dua cara untuk mengurangi penerimaan negara dari kegiatan jual beli gas. Pertama, menghilangkan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP). Kedua, menurunkan atau menghilangkan Pajak Penghasilan (PPh). 

Untuk pilihan pertama atau menghilangkan PNBP, maka negara berpotensi kehilangan pendapatan kurang lebih US$ 544 juta per tahun. "Kalau PNBP tidak diambil, ada US$ 544 juta penerimaan negara yang berkurang," kata Wiratmaja, di Kantor Direktorat Jenderal Migas Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (24/10/2016).

Sementara jika PPh dari migas tidak diambil, maka negara berpotensi kehilangan pendapatan US4 719 juta per tahun. Adapun jika opsi keduanya diambil, maka potensi kehilangan pendapatan negara mencapai US$ 1,263 miliar per tahun.

Dalam hitungan Kementerian ESDM, jika hanya PNBP saja yang dihapus, maka penurunan harga gas di kisaran US$ 5,01 per MMBTU. Sedangkan jika dengan PPh, maka penurunannya bisa mencapai US$ 3,82 per MMBTU. Hal tersebut hanya berlaku untuk gas di dalam negeri.

Menurut Wiratmaja, dua skenario penurunan tersebut masih belum menjadi keputusan pemerintah. Dalam hal ini, Kementerian ESDM hanya memaparkan perhitungan berdasarkan data dan keputusan penurunan tersebut akan dilakukan dalam rapat kabinet. 

Sebelumnya pada 4 Oktober 2016, Presiden Jokowi melihat bahwa harga gas Indonesia sangat tinggi jika dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya.‎ Saat ini, harga gas di RI masih sekitar US$ 9,5-US$ 12 per Mmbtu‎.

Oleh karena itu, Jokowi menginstruksikan beberapa hal agar bisa menurunkan harga gas. Mulai dari melakukan kerja yang lebih efektif dan memangkas rantai pasok gas di Indonesia yang cukup panjang.

Tidak hanya itu, Jokowi meminta kepada para menteri untuk memikirkan langkah yang memiliki dampak lanjutan. Tidak hanya menurunkan harga gas, tetapi juga mampu menarik investor.

"Harga gas harus tetap menarik investor dalam berinvestasi di sektor hulu. Pertimbangkan pula aspek berkelanjutan di semua sisi, baik investasi maupun sisi memperkuat daya saing industri kita," kata Jokowi. (Pew/Gdn)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya