Liputan6.com, Jakarta Badan Anggaran (Banggar) DPR dan pemerintah menyepakati defisit anggaran sebesar 2,92 persen dalam pembahasan awal Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN) 2017. Untuk menutup defisit tersebut pemerintah menetapkan porsi pembiayaan utang menjadi Rp 461,3 triliun.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Suahasil Nazara menerangkan, pendapatan negara diperkirakan Rp 1.714,1 triliun dalam RAPBNP 2017. Angka itu turun dari APBN 2017 yang sebesar Rp 1.750,3 triliun.
Pendapatan negara dalam RAPBNP 2017 terdiri dari pendapatan dalam negeri sebesar Rp 1.711,0 triliun. Sebanyak Rp 1.450,9 triliun berasal dari penerimaan perpajakan. Adapun penerimaan perpajakan pada RAPBNP 2017 turun dari APBN yang sebesar Rp 1.498,9 triliun. Angka ini sama dengan outlook pemerintah tahun ini.
Baca Juga
Sementara, pemerintah mematok belanja negara sampai Rp 2.111,4 triliun atau lebih tinggi dari APBN sebesar Rp 2.080,5 triliun. Outlook pemerintah mencapai Rp 2.077 triliun.
"Angka outlook angka yang didapatkan setelah kami mempertimbangkan penyerapan alamiah pada belanja negara. Penyerapan alamiah itu ketika, kalau memperhatikan pelaksanaan APBN, hampir tidak pernah kita menyerap anggaran di atas 96 persen, selalu sejumlah 4-5 persen anggaran tak terserap kami memperkirakan anggaran tahun ini pun akan terserap 96 persen," jelas dia di Banggar DPR Jakarta, Rabu (12/7/2017).
Belanja negara dalam RAPBNP 2017 terdiri dari belanja pemerintah pusat Rp 1.351,6 triliun dan transfer ke daerah dan dana desa Rp 759,8 triliun.
Dari situ, maka defisit dalam RAPBNP 2017 diperkirakan Rp 397,2 triliun atau sebesar 2,92 persen. Ini lebih tinggi dari APBN 2017 sebesar Rp 330,2 triliun atau 2,41 persen. Outlook pemerintah sendiri defisit sebesar Rp 362,9 triliun atau 2,67 persen.
"Dengan penyerapan tidak 100 persen maka outlook 2,67 persen pada pelaksanaan RAPBNP 2017," ujar dia.
Suahasil menerangkan, dengan defisit 2,92 persen maka pembiayaan anggaran naik dari Rp 330,2 triliun menjadi Rp 397,2 triliun. Itu terdiri dari pembiayaan utang yang naik dari Rp 384,7 triliun menjadi Rp 461,3 triliun.
"Dengan defisit 2,92 persen dari PDB maka pembiayaan melebar Rp 384,69 triliun menjadi Rp 461,36 triliun. Pembiayaan utang ada sumber utama pembiayaan defisit. Dengan outlook sebesar 2,67 dari PDB pemerintah akan melakukan penarikan utang dengan sangat hati-hari dengan outlook sebesar 2,67 tersebut supaya tidak terjadi over financing," jelas dia.
Pembiayaan utang ini dari penerbitan surat berharga (SBN) neto sebesar Rp 467,3 triliun dari sebelumnya Rp 400 triliun. "SBN dari Rp 399,99 triliun hampir Rp 400 triliun menjadi Rp 467,31 triliun," imbuh dia.
Kemudian, pembiayaan investasi dipatok Rp 59,7 triliun atau naik dari sebelumnya Rp 47,5 triliun. Pemberian pinjaman dipatok Rp 3,7 triliun, kewajiban penjaminan 1 triliun. Serta pembiayaan lainnya sekitar Rp 0,3 triliun.
"Dengan arah utang seperti ini kami sebutkan maka rasio utang PDB kita tetap jaga 28,9 persen," tandas dia.
Advertisement
Tonton video menarik berikut ini: