Liputan6.com, Washington - Pasar tenaga kerja Amerika Serikat (AS) makin kuat. Tercatat tingkat pengangguran turun menjadi 3,7 persen pada September 2018.
Angka tersebut terendah sejak Desember 1969. Data ekonomi AS menunjukkan penambahan pekerja sebesar 134 ribu pada September. Angka ini di bawah harapan dan rata-rata bulanan sepanjang tahun berjalan 2018.
Departemen Tenaga Kerja menyebutkan kalau badai Florence mungkin pengaruhi hasil data tenaga kerja. Ini seiring pekerja di sektor pariwisata turun usai naik dalam beberapa bulan ini.
Advertisement
Kabar baiknya, dua bulan sebelumnya ada revisi kenaikan jumlah kesempatan kerja sekitar 87 ribu sehingga mendorong rata-rata bulanan menjadi 211.400 tenaga kerja.
Baca Juga
Tingkat pengangguran yang rendah secara historis dan angka pertumbuhan lapangan kerja relatif lemah menunjukkan para pengusaha alami waktu makin sulit menambah posisi karena ketersediaan tenaga kerja.
Selama 2018, tingkat pekerjaan untuk penyandang disabilitas juga melonjak tajam dalam dua bulan terakhir. Penghasilan rata-rata per jam pun naik 2,8 persen sepanjang tahun. Namun, angka itu belum disesuaikan dengan inflasi yang pengaruh terhadap kenaikan penghasilan. Ini lantaran bank sentral AS menaikkan suku bunga acuan.
Adapun penghasilan lebih positif juga didorong dari pendapatan pribadi yang termasuk pajak dan indeks biaya tenaga kerja termasuk perawatan kesehatan.
Ekonom Glassdoor, Andrew Chamberlain menuturkan, gaji yang telah dilaporkan melalui platform Glassdorr menunjukkan pertumbuhan lebih kuat.
"Ini masih relatif lambat tetapi membangun," ujar dia seperti dikutip dari laman CNN, Minggu (7/10/2018).
Adapun sektor ekonomi AS yang kuat yaitu sektor jasa menambah 560 ribu pekerja dalam setahun terakhir. Diikuti perawatan kesehatan, transportasi dan pergudangan yang menambah masing-masing pekerja sebesar 26 ribu dan 24 ribu pada September 2018. Selain itu, meski baja dan aluminium dikenakan tariff tetapi sektor manufaktur menambah tenaga kerja sekitar 18 ribu.
* Update Terkini Asian Para Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru di Sini.
Wall Street Menguat
Sebelumnya, bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street melemah dalam dua hari berturut-turut. Hal tersebut dipicu kenaikan imbal hasil surat berharga atau obligasi AS usai laporan tenaga kerja yang solid.
Pada penutupan perdagangan saham Jumat (Sabtu pagi WIB), indeks saham Dow Jones melemah 180,43 poin atau 0,68 persen ke posisi 26.447,05. Indeks saham S&P 500 susut 16,04 poin atau 0,55 persen ke posisi 2.885,57. Indeks saham Nasdaq tergelincir 91,06 poin atau 1,16 persen ke posisi 7.788,45.
Selama sepekan, indeks saham S&P 500 merosot 0,98 persen. Indeks saham Dow Jones terpangkas 0,04 persen. Indeks saham Nasdaq alami penurunan terbesar yang mencapai 3,2 persen. Penurunan Nasdaq tersebut terbesar sejak Maret.
Wall street melemah juga didorong sektor saham teknologi dan jasa komunikasi termasuk grup FAANG antara lain Facebook, Amazon, Apple, Netflix, dan Alphabet. Saham Amazon, yang bagian dari sektor saham konsumsi susut satu persen.
Data ekonomi AS termasuk bebani wall street. Departeman Tenaga Kerja melaporkan tingkat pengangguran turun 3,7 persen. Selain itu, gaji nonpertanian naik dari yang kurang diharapkan pada September. Ini dipengaruhi badai Florence.
"Tidak ada pertanyaan untuk pasar tenaga kerja di AS, ini mungkin termasuk yang terbaik dalam satu generasi. Tidak ada yang perlu diperdebatkan. Laporan data tenaga kerja menjadi laporan inflasi,” kata Ekonom Senior, Ameriprise Financial Services Inc, Russell Price seperti dikutip dari laman Reuters, Sabtu (6/10/2018).
Data tenaga kerja tersebut mendorong imbal hasil surat berharga AS terutama bertenor 10 tahun meningkat. Imbal hasil surat berharga AS bertenor 10 tahun sentuh 3,248 persen. Kenaikan itu menekan wall street yang diperdagangkan di level tertinggi.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement