5,2 Juta Masyarakat Indonesia Belum Nikmati Listrik

Angka rasio elektrifikasi Indonesia terus meningkat dalam empat tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wapres Jusuf Kalla.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 24 Okt 2018, 14:45 WIB
Diterbitkan 24 Okt 2018, 14:45 WIB
Ilustrasi tarif Listrik Naik (2)
Ilustrasi tarif Listrik Naik (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah terus berupaya melakukan pemerataan kelistrikan di Indonesia. Hasilnya, saat ini tersisa 2 persen dari jumlah masyarakat Indonesia masih belum menikmati listrik. Persentase tersebut setara dengan jumlah penduduk Singapura.

Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Ignasius Jonan mengatakan, saat ini pemerataan kelistrikan (rasio elektrifikasi) Indonesia mencapai 98 persen dari total penduduk Indonesia.

Ini artinya masih ada 2 persen penduduk Indonesia yang belum menikmati listrik atau setara dengan 5,2 juta. "2 persen yang belum tercapai, jumlah jiwa 5 juta lebih," kata Jonan, dalam laporan empat tahun kinerja pemerintah, di Jakarta, Rabu (24/10/2018).

Menurut Jonan, 5,2 juta penduduk Indonesia yang belum mendapat akses listrik setara dengan jumlah penduduk Singapura.

Pemerintah pun akan terus berupaya agar 99,9 persen penduduk Indonesia menikmati listrik yang ditargetkan pada 2019.

"2 persen yang belum tercapai jumlah jiwa 5 juta lebih. Itu sama dengan satu negara di Singapura. Ini yang target mati-matian. Insya Allah akhir tahun depan 99,9 persen," tuturnya.

Angka rasio elektrifikasi Indonesia terus meningkat dalam empat tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wapres Jusuf Kalla.

Tercatat dari 2014 84,3 persen, 2015 88,3 persen, 2017 95,3 persen dan sampai kuartal 3 2018 98 persen. Capai tersebut diatas taret yang telah ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2019 sebesar 97,5 persen.

"Kalau kita lihat RPJM) kita sebenarnya hanya 97,5 di akhir 2019. Kalau target tahun ini 97,1 smapai 97,2 saya sudah lebih," tandasnya.

Proyek Kelistrikan 35 Ribu MW Beroperasi Penuh di 2024

20151105- Tarif Listrik Subsidi Tidak Jadi Naik-Jakarta
Suasana ruang panel listrik di Rusun Benhil, Jakarta, Kamis (5/11/2015). Menteri ESDM Sudirman Said mengatakan, per 1 Januari 2016, harga tarif listrik pelanggan 450 VA akan tetap dan tidak berubah, yakni Rp415 per kWh. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menargetkan sisa proses administrasi untuk proyek pembangkit Listrik 35 ribu Megawatt (MW) selesai di 2019. Dengan demikian, pada 2024 mega proyek tersebut rampung dibangun seluruhnya dan bisa beroperasi.

Direktur Pembinaan Program Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Laode Sulaeman mengatakan, dari 35 ribu MW, sekitar 19 ribu MW akan beroperasi di 2019. Sedangkan secara keseluruhan, ditargetkan selesai pada 2024.

"Yang 19 ribu MW selesai di 2019, COD (beroperasi secara komersial). Sisanya, karena proses konstruksinya sedikit melambat baru selesai di 2024. Tapi sebenarnya proses administrasi semua selesai di 2019," ujar dia dalam Indonesia Investment Forum 2018 di Bali, Rabu (10/10/2018).

Awalnya pemerintah memang menargetkan 35 ribu MW bisa selesai pada 2019. Namun dengan kondisi global seperti saat ini dan pertumbuhan konsumsi yang di bawah perkiraan, maka pembangunan sejumlah proyek pembangkit listrik diputuskan untuk mundur dari jadwal.

"Tadinya semua 2019‎. Agak lambat karena penurunan demand global dan pertumbuhan ekonomi. Jadi ketahan sedikit. Tapi kita kejar proses administrasinya. Karena kalau proses konstruksi ini kan alamiah. ‎Jadi yang tadinya kita mengira demandnya bakal naik tinggi, enggak tahunya enggak," kata dia.

Laode menjelaskan, di sektor kelistrikan saat ini saja sudah ada kelebihan kapasitas sekitar 30 persen. Jika proyek 35 ribu MW dipaksa untuk segera selesai 2019, maka kelebihan kapasitas ini akan meningkat hingga 80 persen.

"Administrasi tidak ada penundaan, yang ditunda itu proses konstruksi. Kenapa konstruksi ditunda, karena kan sekarang kelebihan kapasitas itu 30 persen. Kalau kita selesaikan semua bisa naik jadi 60 persen-80 persen. Nah ini kita buang-buang power. Jadi PLN-nya over investment. Kita berinvestasi banyak tapi yang pakai listriknya tidak ada," ungkap dia.

Namun jika 35 ribu MW baru selesai 2024, Laode meyakini kelebihan kapasitas ini akan menurun. Sebab, dalam jangka waktu dari 2019 hingga 2024, kebutuhan akan listrik akan semakin meningkat.

"Karena ada jaminan investasi itu tumbuh kalau cadangan power itu banyak, jadi dalam 1-2 tahun ke depan itu akan meningkat lagi sehingga kelebihan kapasitas yang tadinya 30 persen itu bisa turun lagi, di situ kita mendapatkan benefit ekonomi dari pembangkit," tandas dia.

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya